SP3 Dikarenakan Adanya P-19 Tiga Kali

Kepanjangan dari SP3 yang dimaksud dalam artikel ini yaitu Surat Perintah Penghentian Penyidikan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undnag Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) serta Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang berhak melakukan penghentian penyidikan adalah penyidik. Alasan penghentian penyidikan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu karena tidak terdapat cukup bukti, peristiwa bukan merupakan tindak pidana, dan/atau penyidikan dihentikan demi hukum. Penghentian penyidikan demi hukum dapat dijadikan sebagai alasan penghentian penyidikan apabila adanya alasan-alasan hapusnya hak menuntut dan hilangnya hak menjalankan pidana, yaitu karena nebis in idem, tersangka meninggal dunia atau perkara pidana telah kadaluwarsa, tidak ada pengaduan pada tindak pidana aduan, undang-undang atau pasal yang yang menjadi dasar tuntutan sudah dicabut atau dinyatakan tidak mempunyai daya laku berdasarkan putusan pengadilan, dan terdakwa masih di bawah umur 8 tahun pada waktu melakukan tindak pidana.

Dalam proses pemeriksaan suatu tindak pidana tentu disertai dengan berkas-berkas perkara. Berkas perkara terkait pemeriksaan suatu tindak pidana ditandai dengan kode-kode kejaksaan yang diatur dalam Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-132JA/12/1994 tentang Administrasi Tindak Pidana yang kemudian menggalami perubahan dalam Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-518/J.A/11/2001 tentang Perubahan Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-132/JA/12/1994 tentang Administrasi Perkara Tindak Pidana (selanjutnya disebut Kepja Administrasi Pidana). Berdasarkan Kepja Administrasi Pidana, formulir umum terdiri dari kode P-1 sampai dengan P-53. Dalam tahap penyelidikan berkas yang harus dipenuhi adalah P-1 sampai dengan P-7, untuk selanjutnya yaitu berkas P-8 sampai dengan P-19 yang merupakan bagian dalam tahap penyidikan.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 110 ayat (1) KUHAP, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum dalam hal penyidik telah selesai. Apabila berkas penyidikan telah lengkap maka diterbitkan P-21 yaitu pemberitahuan bahwa berkas sudah lengkap, sedangkan apabila berkas belum lengkap, maka berkas akan dikembalikan ke penyidik dengan kode P-19 yang artinya bahwa berkas dikembalikan untuk dilengkapi. Pengembalian berkas hasil penyidikan oleh penuntut umum kepada penyidik disertai dengan petunjuk untuk dilengkapi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 110 ayat (2) KUHAP. Jangka waktu penuntut umum untuk mengembalikan berkas yang belum lengkap (P-19) kepada penyidik yaitu 7 (tujuh) hari sebagaimana ketentuan dalam Pasal 138 ayat (1) KUHAP. Kemudian penyidik harus dengan segera melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 110 ayat (3) KUHAP. Jangka waktu bagi penyidik untuk melengkapi berkas dan menyampaikan kembali berkas perkara kepada penuntut umum yaitu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan berkas.

Apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka penuntut umum dapat segera membuat surat dakwaan sebagaimana ketentuan dalam 140 ayat (1) KUHAP. Namun apabila berkas penyidikan belum lengkap maka berkas akan dikembalikan lagi kepada penyidik untuk dilengkapi kembali sebagai bentuk P-19 yang kedua kali. Dalam Lampiran Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 099/KMA/SKB/V/2010 Nomor M.HH-35.UM.03.01 Tahun 2010 Nomor KEP-059/A/JA/05/2010 Nomor B/14/V/2010 tentang Sinkronisasi Ketatalaksanaan Sistem Peradilan Pidana Dalam Mewujudkan Penegakan Hukum Yang Berkeadilan Nomor 8 menyatakan bahwa apabila berkas perkara sudah 3 (tiga) kali diajukan oleh pihak Penyidik dan dikembalikan oleh penuntut umum, maka perkara dinyatakan tidak layak atau tidak dapat dilanjutkan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diartikan bahwa apabila berkas perkara P-19 hingga 3 (tiga) kali, maka penyidik dapat memutuskan atau menghentikan penyidikan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 109 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP yang menyatakan :

(2)  Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya”

(3) Dalam hal penghentian tersebut pada ayat (2) dilakukan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, pemberitahuan mengenai hal itu segera disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum.

Penyidik yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP yaitu penyidik pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Namun, hingga saat ini, belum ditemukan peraturan yang mengatur mengenai pengawasan terhadap P-19 oleh penuntut umum, sehingga menurut Pakar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia Teuku Nasrullah terdapat celah dalam proses penanganan perkara di Kejaksaan yang dalam praktiknya seringkali terjadi suap. Akan tetapi, pelapor dapat melakukan upaya hukum, yaitu pra peradilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 77 junctis Pasal 78, Pasal 80 KUHAP berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PUU-X/2012 terhadap sah atau tidaknya penghentian penyidikan.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.