Sita Jaminan dan Uang Paksa (Dwangsom) Berdasar Yurisprudensi Mahkamah Agung
Sita Jaminan dan Uang Paksa
Sita Jaminan mengandung arti bahwa, untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan dikemudian hari barang-barang yang disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada orang lain. Artinya sita jaminan dalam hukum acara perdata adalah upaya hukum yang diambil oleh Pengadilan sebagai tindakan yang mendahului pemeriksaan pokok perkara ataupun mendahului putusan. Umumnya sita jaminan dimohonkan bersamaan dengan gugatannya. Permohonan sita adalah termasuk upaya untuk menjamin hak penggugat/pemohon seandainya Ia menang dalam perkara, sehingga putusan pengadilan yang mengakui segala haknya itu dapat dilaksanakan. Permohonan sita jaminan diatur dalam Pasal 227 Ayat (1) HIR yang berbunyi:
“Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih hutang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan ketua pengadilan negeri dapat memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan, pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.”
Selain sita jaminan, dalam hukum acara perdata juga diatur permohonan uang paksa atau dwangsom. Dwangsom adalah sejumlah uang yang ditetapkan oleh Hakim dalam amar putusan yang dibebankan kepada Tergugat dan diberlakukan apabila Tergugat tidak melaksanakan hukuman yang ditetapkan. Penerapan dwangsom merupakan suatu hukuman tambahan kepada si terhukum untuk membayar sejumlah uang kepada si penggugat di dalam hal si terhukum tersebut tidak memenuhi hukum pokok, hukuman tambahan mana dimaksudkan untuk menekan agar si terhukum tersebut memenuhi hukuman pokok dengan suka rela. Pada umumnya, uang paksa ini juga diajukan bersamaan dengan gugatan.
Ada beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung yang berkaitan dengan sita jaminan dan uang paksa diantaranya sebagai berikut:
Yurisprudensi Tentang Sita Jaminan
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 476 K/Sip/1974 Tanggal 14 Nopember 1974
Kaidah hukum:
“Sita jaminan tidak dapat dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga”
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 394 K/SIP/1984 tertanggal 31 Mei 1985
Kaidah hukum:
“Barang-barang yang sudah dijadikan jaminan hutang kepada Bank Rakyat Indonesia Cabang Gresik tidak dapat dikenakan conservatoir beslag.”
- Putusan Mahmkamah Agung RI nomor 8088 K/Pdt/1989 Tanggal 20 Oktober 1990
Kaidah hukum:
“Sita jaminan atas rumah bangunan yang dipakai sebagai praktek dokter karena termasuk alat untuk mencari nafkah atau mata pencaharian bagi seorang dokter, tidak dibenarkan”.
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3574 K/Pdt/2000 tanggal 5 September 2000
Kaidah hukum:
“Bahwa terhadap harta bawaan dari istri tidak dapat disita sebagai jaminan atas hutang almarhum suaminya sebab bukan merupakan harta peninggalan almarhum suaminya.”
Yurisprudensi Tentang Uang Paksa (Dwangsom)
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 38 K/SIP/1967 tanggal 7 Mei 1967
Kaidah hukum:
“Lembaga uang paksa, sekalipun tidak secara khusus diatur di dalamHIRharuslah dianggap tidak bertentangan dengan sistem HIR dan berdasarkan penafsiran yang lazim dari pada Pasal 393 HIR dapat diterapkan di pengadilan-pengadilan”
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 792 K/Sip/1972 tanggal 26 Februari 1973
Kaidah hukum:
“Berdasarkan Pasal 606a Rv (Reglement of de Rechtsvordering) yang menyatakan sepanjang suatu keputusan hakim mengandung hukuman untuk sesuatu yang lain dari pada pembayar sejumlah uang, maka dapat ditentukan, bahwa sepanjang atau setiap kali terhukum tidak memenuhi hukuman tersebut, olehnya harus diserahkan sejumlah uang yang besarnya ditetapkan dalam keputusan hakim, dan uang tersebut dinamakan uang paksa”
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 307 K/Sip/1976, tertanggal 7 Desember 1976
Kaidah hukum:
“Bahwa Tuntutan akan uang paksa harus ditolak dalam hal putusan dapat dilaksanakan dengan eksekusi rill bila keputusan bersangkutan mempunyai kekuatan yang pasti.”
- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 34 K/Sip/1954 tanggal 28 September 1965
Kaidah hukum:
“Bahwa tuntutan pembayaran sejumlah uang paksa tidak dapat diterima karena tidak dijelaskan dasar hukumnya.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa ada beberapa yurisprudensi yang menyangkut sita jaminan dan uang paksa. Dilihat dari beberaoa yurisprudensi di atas, terdapat yurisprudensi yang memperbolehkan adanya sita jaminan dan uang paksa. Adapula yang tidak memperbolehkan adanya penerapan sita jaminan dan uang paksa pada kondisi atau keadaan-keadaan tertentu.
Penulis: Rizky Pratama J., S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanBalai Harta Peninggalan: Mengenal Lebih Dekat 7 Tugas Institusi...
Dewan Komisaris Dalam Perseroan Terbatas dan 3 Syarat Utama...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.