Sertifikasi Pesawat

Sertifikasi pesawat merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi agar sebuah pesawat dapat melakukan penerbangan. Sertifikasi pesawat bertujuan untuk menjamin keamanan penerbangan pesawat tersebut. Pernyataan aman diterbangkan dalam undang-undang dikenal dengan istilah kelaikudaraan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang kemudian mengalami perubahan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Penerbangan) yang menyatakan bahwa kelaikudaraan adalah terpenuhinya persyaratan desain tipe pesawat udara dalam kondisi aman untuk beroperasi. Kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara diatur dalam ketentuan Pasal 34 sampai dengan Pasal 40 UU Penerbangan.
Pasal 34 ayat (1) UU Penerbangan menyatakan bahwa setiap pesawat yang dioperasikan wajib memenuhi standar kelaikudaraan. Pesawat yang memenuhi standart kelaikudaraan akan diberi sertifikat kelaikudaraan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian kendaraan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 34 ayat (2) UU Penerbangan. Berdasarkan Pasal 35 UU Penerbangan, sertifikat kelaikudaraan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
- Sertifikat kelaikudaraan standar, yaitu untuk pesawat terbang kategori transport, normal, kegunaan (utility), aerobatik, komuter, helikopter kategori normal dan transport, serta kapal udara dan balon penumpang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 36 UU Penerbangan; dan
- Sertifikat kelaikudaraan khusus, yaitu untuk pesawat udara yang penggunaannya khusus secara terbatas (restricted), percobaan (experimental), dan kegiatan penerbangan yang bersifat khusus sebagaimana ketentuan dalam Pasal 38 UU Penerbangan.
Sertifikat kelaikan udara standar terdiri atas sertifikat-sertifikat sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 37 UU Penerbangan, yaitu :
- Sertifikat kelaikudaraan standar pertama (initial airutorthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat udara pertama kali dioperasikan oleh setiap orang; dan
- Sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan (continous airworthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat udara setelah sertifikat kelaikudaraan standar pertama dan akan dioperasikan secara terus menerus.
Sertifikasi dikeluarkan oleh Badan Pemerintah yang bertanggung jawab mengenai masalah keselamatan penerbangan.[1] Di Amerika Serikat badan yang dimaksud adalah Federal Aviation Authorization (FAA) dan di Inggris badan yang berwenang adalah Civil Aviation Authority (CAA).[2] Sedangkan di Indonesia, badan yang bertanggung jawab adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Sub Direktorat Keselamatan Penerbangan atau Directorate General Air Comunication (DGAC).[3]
Apabila suatu pesawat tidak menjalani proses sertifikasi atau tidak memenuhi standar kelayakan sehingga tidak memperoleh sertifikat kelaikan udara (certificate of airworthiness) dari DGAC negaranya atau negara dimana pesawat tersebut akan dioperasikan, maka pesawat tersebut dilarang terbang demi keselamatan penerbangan. Sedangkan apabila terjadi pelanggaran terhadap pemenuhan standar kelaikudaraan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 34 ayat (1) UU Penerbangan, maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 39 akan dikenakan sanksi administratif berupa :
- Peringatan;
- Pembekuan sertifikat; dan/atau
- Pencabutan sertifikat.
Selain sanksi administratif, Pasal 406 UU Penerbangan juga memberikan ancaman sanksi pidana atas pelanggaran dalam pemenuhan standar kelaikudaraan yang menyatakan sebagai berikut :
- Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Berdasarkan hal tersebut, maka proses sertifikasi merupakan hal penting yang berkaitan erat dengan tanggung jawab pemerintah, operator pesawat terbang dan pihak-pihak lain terkait terhadap keamanan dalam penerbangan.[4]
[1] Hendramin Djarab, Proses Sertifikasi Pesawat Terbang, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 8, No. 2, April 1988, hal. 129
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Ibid, hal. 132.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPesawat Yang Tidak Memenuhi Standart Penerbangan
Kompensasi Jika Terjadi Kecelakaan Pesawat

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.