Sanksi Bagi Pemilik Kendaraan Yang Menyebabkan Polusi dari Knalpot Kendaraan
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ) menyatakan bahwa kendaraan adalah salah satu sarana angkut dijalan yang terdiri atas kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 8 UU LLAJ. Sedangkan kendaraan tidak bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau hewan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 9 UU LLAJ. Berdasarkan hal tersebut, maka yang menjadi objek dalam pembahasan polusi dari knalpot dalam artikel ini yaitu kendaraan bermotor.
Dalam artikel sebelumnya yang berjudul “Polusi Suara dalam Berlalu Lintas” telah dibahas mengenai kewajiban bagi setiap kendaraan bermotor untuk memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 48 ayat (1) UU LLAJ. Salah satu persyaratan laik jalan yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 48 ayat (3) UU LLAJ yaitu mengenai emisi gas buang atau polusi yang dikeluarkan oleh kendaraan. Berkaitan dengan hal tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N dan Kategori O (selanjutnya disebut Permen LHK 20/2017) dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3 yang mengalami Perubahan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2012 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori L3 (selanjutnya disebut Permen LH 23/2012). Pasal 210 ayat (1) UU LLAJ menyatakan bahwa :
“Setiap Kendaraan Bermotor yang beroperasi di Jalan wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan”
Istilah ambang batas emisi gas buang kendaraan tersebut kemudian diganti dengan istilah baku mutu emisi gas buang .[1]
Pasal 1 angka 1 Permen LHK 20/2017 menyatakan bahwa baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor. Batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan oleh kendaraan bermotor ditentukan dan diklasifikasikan dalam Lampiran 1 Permen LHK 20/2017 atau Lampiran 1 Permen LH 23/2012. Pasal 2 Permen LHK 20/2017 menyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan produksi kendaraan bermotor tipe baru wajib memenuhi ketentuan baku mutu emisi gas buang sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Permen LHK 20/2017, sehingga apabila kendaraan bermotor nantinya digunakan di jalan raya, maka polusi udara yang dikeluarkan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Sejalan dengan hal tersebut, Pasal 106 ayat (3) UU LLAJ menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.”
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa emisi gas buang kendaraan bermotor merupakan bagian dari persyaratan laik jalan kendaraan bermotor. Apabila suatu kendaraan bermotor tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka pengemudi dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 285 dan Pasal 286 UU LLAJ yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 285
- Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Pasal 286
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Peraturan perundang-undangan tersebut diterapkan guna mengurangi polusi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor. Namun, yang menjadi persoalan adalah salah satu penyumbang polusi udara yaitu kendaraan bermotor yang sudah tua. Sejauh yang telah kami telusuri hingga saat ini belum ada aturan yang mengatur mengenai batasan bagi kendaraan tua untuk beroperasi di jalan raya. Hal ini sempat menjadi salah satu hal yang mencuri perhatian Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Anies menyampaikan bahwa ia akan mengeluarkan kebijakan untuk membatasi usia kendaraan bermotor, dimana kendaraan berusia 10 (sepuluh) tahun keatas bakal dilarang melintas di Jakarta mulai tahun 2025.[2] Namun, rencana kebijakan yang akan diterapkan oleh Anies diragukan dapat mengatasi persoalan polutan oleh Pengamat transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instan) Deddy Herlambang, karena menurut dirinya kendaraan bermotor diusia lima tahun sudah buruk kinerja mesinnya.[3] kinerja mesin akan menurun yang berbarengan dengan penurunan Euro sehingga berpengaruh pada emisi gas buang dan otomatis menimbulkan polusi udara. Oleh karena itu, Deddy Herlambang berpendapat jika pemerintah ingin memperbaiki kualitas udara dari segi pembatasan usia kendaraan yang beroperasi maka disarankan hingga 5 (lima) tahun bukan 10 (sepuluh) tahun.[4]
[1] https://hukumlingkungan.or.id/2020/02/08/baku-mutu-emisi-gas-buang-kendaraan-bermotor/
[2] https://oto.detik.com/mobil/d-4650537/mobil-tua-dibatasi-di-jakarta-demi-tekan-polusi
[3] https://www.beritasatu.com/megapolitan/569443/pembatasan-kendaraan-tua-diragukan-bisa-kurangi-polusi
[4] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.