Restorative Justice di Tingkat Kepolisian dan 2 Syaratnya
Restorative Justice
Restorative Justice adalah salah satu penyelesaian perkara pidana yang dilakukan dengan cara mendamaikan para pihak yaitu pelaku, korban atau keluarga korban. Restorative Justice dapat dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan. Restorative Justice di tingkat kepolisian diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif (selanjutnya disebut “Perkapolri 8/2021”)
Restorative Justice berasal dari 2 (dua) kata yaitu “Restorative” dan “Justice”. Restorative yang kemudian dijadikan kata serapan sehingga berubah menjadi “Restoratif” memiliki arti, “cenderung atau dimaksudkan untuk memberikan seseorang tenaga atau kekuatan baru.”.[1] Sedangkan kata “Justice” memiliki arti “Keadilan”.
Restorative Justice atau perdamaian dalam pidana memang baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut “UU 11/2012”). Dalam UU 11/2012 tersebut terdapat istilah “Diversi” yang memiliki konsep perdamaian antara anak yang bermasalah dengan hukum dengan korban. Hal tersebut untuk mengurangi resiko anak yang bermasalah dengan hukum harus berhadapan dan merasakan pidana, padahal seharusnya dirinya berhak untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik.
Sama halnya dengan latar belakang adanya diversi, Restorative Justice dibentuk dengan tujuan agar pelaku-pelaku tindak pidana yang masih memiliki itikad baik tidak harus merasakan pidana penjara yang notabene saat ini sudah overload. Di samping itu, mengingat pidana hanya akan memberikan hukuman kepada pelaku dan tidak akan memberikan pemulihan apapun kepada korban, maka Restorative Justice ini dibentuk untuk memberikan keadilan bagi korban atau keluarga korban, sehingga haknya dapat terpulihkan.
Restorative Justice di Tingkat Kepolisian
Restorative Justice di tingkat kepolisian memiliki 2 syarat yaitu Syarat Umum dan Syarat Khusus. Syarat Umum sendiri dibagi menjadi syarat materiil dan syarat khusus.
Pasal 5 Perkapolri 8/2021 mengatur bahwa persyarat materiil terdiri atas:
- Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat;
- Tidak berdampak konflik sosial;
- Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
- Tidak bersifat radikalisme dan separatism;
- Bukan pelaku pengulangan Tindak Pidana berdasarkan Putusan Pengadilan (Residivis); dan
- Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi dan tidak pidana terhadap nyawa orang.
Di sisi lain, persyaratan formil terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) Perkapolri 8/2021, yaitu:
- Perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali tindak pidana narkoba;
- Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali untuk tindak pidana narkoba.
Pemenuhan hak korban dapat dilakukan dengan mengembalikan barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang timbul dari akibat tindak pidana, dan/atau mengganti kerusakan yang timbul karena tindak pidana dimaksud.
Persyaratan Khusus sendiri diatur dalam Pasal 7 Perkapolri 8/2021 yang diberlakukan terhadap tindak pidana dalam bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, Narkoba, serta Lalu Lintas. Persyaratan khusus bagi tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik adalah:
- Pelaku Tindak PIdana Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebarkan konten ilegal;
- Pelaku bersedia menghapus konten yang telah diunggah;
- Pelaku menyampaikan permohonan maaf melalui video yang diunggah di media sosial disertai dengan permintaan untuk menghapus konten yang telah menyebar; dan
- Pelaku bersedia bekerjasama dengan penyidik untuk melakukan penyelidikan lanjutan.
Sedangkan dalam tindak pidana narkoba, syarat khususnya terdiri atas:
- Pecandu narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba yang mengajukan rehabilitasi;
- Pada saat tertanggal tangan ditemukan barang bukti narkoba pemakaian 1 (satu) hari dengan penggolongan narkotika dan psikotropika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak ditemukan barang bukti TIndak Pidana Narkoba, namun hasil tes urin menunjukkan positif narkoba;
- Tidak terlibat dalam jaringan Tindak Pidana Narkoba, pengedar dan/atau bandar;
- Telah dilaksanakan assessment oleh tim asesmen terpadu; dan
- Pelaku bersedia melakukan penyelidikan lanjutan.
Untuk persyaratan khusus tindak pidana lalu lintas, yaitu:
- Kecelakaan lalu lintas yang disebabkan mengemudikan kendaraan bermotor dengan cara dan keadaan membahayakan yang mengakibatkan kerugian materi dan/atau korban luka ringan; atau
- Kecelakaan lalu lintas di jalan karena kelalaiannya yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, Restorative Justice di tingkat kepolisian tidak hanya untuk tindak pidana yang memiliki korban, namun juga dapat tindak pidana yang tidak ada korbannya seperti Narkoba. Namun demikian, dalam hal tindak pidana lalu lintas, Restorative Justice tidak dilakukan terhadap pelanggaran yang mana pidananya berupa denda.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
[1] https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/restoratif
Baca juga:
Tawaran Kejaksaan Tinggi Untuk Restorative Justice Kasus Mario Dandy
Proses Peradilan Pidana Anak yang Melakukan Penganiayaan
Tonton juga:
Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian| Restorative Justice di tingkat kepolisian|
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanArti Advokat dan 2 Perannya
Perbedaan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.