Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan: Dasar Hukum Asuransi dan Tata Kerja Asuransi

Belum selesai masyarakat membicarakan adanya iuran Tapera, baru-baru ini pemerintah juga mencanangkan rencana kewajiban mengasuransikan kendaraan bermotor. Rencana tersebut akan diterapkan pada tahun 2025. Siapa yang diuntungkan, dan untuk siapa kebijakan tersebut, berikut akan dibahas terkait dasar hukum asuransi dan tata kerja asuransi.

Konsep dan Dasar Hukum Asuransi

Istilah asuransi yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Belanda yaitu dari kata “assurantie”, sedangkan dalam bahasa latin disebut dengan “assecurate” yang artinya meyakinkan orang. Merujuk pada buku Pokok-Pokok Hukum Perdata, Subekti mendefinisikan asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk ke dalam perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst). Artinya suatu perjanjian digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, dan kejadian ini akan menentukan untung ruginya salah satu pihak.[1]

Sementara itu, pengertian asuransi secara yuridis dapat dilihat pada Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang menyatakan bahwa, “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.”

Dasar hukum yang berlaku terhadap asuransi diatur dalam KUHD yang membagi pengaturan asuransi yang bersifat umum dan khusus. Asuransi yang bersifat umum diatur mulai Pasal 246 sampai dengan Pasal 286 KUHD. Sementara untuk pengaturan asuransi yang bersifat khusus tersebar dalam KUHD yaitu asuransi kebakaran, asuransi hasil pertanian, asuransi jiwa, asuransi pengangkutan laut dan perbudakan, asuransi pengangkut darat, sungai dan perairan pedalaman.

Adapun lex specialis (aturan hukum khusus) dari asuransi diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian yang menggantikan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (selanjutnya disebut dengan UU Perasuransian). Pengertian asuransi (konvensional) dalam Pasal 1 angka 1 UU Perasuransian menyatakan bahwa, “asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dengan pemegang polis, yang menjadi dasar atau acuan bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi dengan imbalan untuk:

  1. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian yang dideritanya, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan maupun tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung/pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti tersebut; atau
  2. memberikan pembayaran dengan acuan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidup si tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

Asuransi konvensional ini terbagi lagi menjadi beberapa jenis asuransi yaitu asuransi kerugian, asuransi jiwa, BPJS Kesehatan, dan BPJS Ketenagakerjaan.

Selain jenis asuransi konvensional, dalam UU Perasuransian diatur juga mengenai asuransi syariah. Pasal 1 angka 2 UU Perasuransian menyatakan bahwa, “asuransi syariah berarti kumpulan perjanjian yang terdiri atas perjanjian antara perusahaan asuransi syariah dan pemegang polis dan perjanjian di antara para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling menolong dan melindungi dengan cara:

  1. Memberikan penggantian kepada peserta atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita peserta atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau;
  2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya peserta atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.”

Kegiatan perasuransian antara penanggung dengan tertanggung tunduk pada ketentuan perjanjian atau kontrak antara kedua belah pihak. Sehingga berlaku ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata terkait syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan, kecakapan para pihak, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal atau tidak dilarang. Setelah syarat sah perjanjian terpenuhi, pihak tertanggung menandatangani perjanjian dan penanggung (penyedia asuransi atau perusahaan asuransi) wajib menerbitkan polis asuransi. Polis asuransi adalah surat perjanjian yang memuat secara rinci hak dan kewajiban serta sebagai bukti pengalihan resiko dari tertanggung kepada penanggung atau perusahaan asuransi.

Premi atau uang yang dibayarkan tertanggung kepada penanggung menjadikan penanggung sebagai pihak yang menerima resiko dari tertanggung. Artinya setelah perjanjian asuransi disepakati dan dilakukan pembayaran premi sesuai kesepakatan dalam perjanjian, maka dalam jangka waktu asuransi penanggung memiliki kewajiban untuk menanggung resiko. Batasan resiko dan besaran biaya kerugian yang ditanggung serta ketentuan lain ditentukan dengan perjanjian di awal polis antara penanggung dengan tertanggung.

Prosedur Klaim Asuransi

Klaim asuransi dapat dipahami sebagai tuntutan atau permintaan yang diajukan kepada perusahaan asuransi atas kompensasi kerugian yang disepakati dalam polis asuransi. Melansir laman sikapiuangmu.ojk.go.id terdapat 3 (tiga) tahapan klaim asuransi yaitu:[2]

  1. Adanya peristiwa yang menimbulkan kerugian

Tertanggung atau nasabah asuransi harus memastikan terjadinya kerugian untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dijamin dalam polis asuransi.

  1. Melakukan laporan kepada perusahaan asuransi

Laporan atas kerugian yang disampaikan kepada perusahaan asuransi harus disertai dengan dokumen atau bukti-bukti pendukung seperti polis asuransi, rincian kerugian dan bukti lainnya.

  1. Penilaian klaim oleh perusahaan asuransi

Laporan dan bukti-bukti yang telah diterima perusahaan asuransi dilakukan penyelidikan administratif dan teknis untuk memastikan suatu klaim sah sesuai ketentuan dalam polis asuransi. Perlu diingat klaim asuransi dapat diterima maupun ditolak, jadi penting untuk melampirkan bukti pendukung yang kuat atau konkrit.

Menjadi pertanyaan, jika selama jangka waktu asuransi tidak dilakukan klaim oleh tertanggung atau nasabah apakah premi yang dibayarkan dapat dicairkan atau dikembalikan?

Pengembalian uang pada asuransi yang tidak pernah dilakukan klaim sangat bergantung pada jenis atau produk asuransi yang dipilih dan disediakan oleh suatu perusahaan asuransi. Sebagai contoh pada suatu jenis asuransi jiwa pengembalian premi yang tidak dilakukan klaim hanya dimungkinkan pada adanya fitur return of premium (RoP) yang dibayarkan dalam hal tidak adanya klaim setelah jangka waktu asuransi berakhir (no claim bonus). Sehingga jika jenis asuransi yang digunakan tidak memiliki fitur tersebut, maka premi tidak dapat dikembalikan meski sebelumnya tidak pernah diajukan klaim. Adapun besaran jumlah pengembalian premi tidak sama besar dengan jumlah yang dibayarkan, melainkan tergantung jenis dan produk asuransi yang disediakan oleh perusahaan asuransi dan disepakati kedua belah pihak.

Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan Tahun 2025

Berlakunya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor keuangan (selanjutnya disebut dengan UU PPSK) berdampak signifikan terhadap perubahan lalu lintas sektor keuangan di Indonesia termasuk terhadap usaha asuransi. Bentuk implementasi dalam bidang asuransi yang didorong pasca berlakunya UU PPSK yaitu terhadap rencana pemberlakuan asuransi TPL (third party liability). TPL merupakan asuransi yang memberikan penanggungan risiko atas tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga.

Tindak lanjut pemberlakuan asuransi TPL direalisasikan dalam rencana untuk mewajibkan bagi semua kendaraan baik motor maupun mobil untuk ikut serta dalam asuransi TPL pada tahun 2025. Mengutip keterangan Ogi Prastomiyono selaku Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa keuangan (OJK) yang menjelaskan bahwa asuransi kendaraan ini memiliki fokus pada penanggungan terhadap kerusakan properti yang diakibatkan dari kecelakaan.[3]

Lebih lanjut rencana pemberlakuan kewajiban asuransi kendaraan harus memiliki regulasi  atau peraturan pelaksana yang jelas dan komprehensif yang mengatur dasar hukum pelaksanaan, ruang lingkup, waktu penyelenggaraan program dan ketentuan lain yang dapat mendukung pelaksanaan program. Bahkan setelah peraturan pelaksana berupa Peraturan pemerintah (PP) disahkan, OJK akan menindaklanjuti aturan implementasi atas kewajiban asuransi kendaraan.

Saat ini belum terdapat regulasi yang secara lebih lanjut mengatur mengenai kewajiban asuransi kendaraan, termasuk yang mengatur tujuan dan fungsinya. Pembicaraan tersebut masih berupa rencana, meskipun demikian Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa keuangan (OJK) telah mempertegas tujuan dan fungsi dari pemberlakuan kewajiban asuransi kendaraan. Adapun tujuan dan fungsi tersebut setidaknya untuk memberikan perlindungan atas beban finansial dalam hal terjadi kecelakaan dan mendorong pemilik kendaraan untuk berkendara dengan lebih baik atau hati-hati. Selain itu, akan membuka peluang pengembangan produk asuransi bagi perusahaan asuransi atau mendorong pertumbuhan ekonomi.

 

Penulis: Erlangga Nopriansyah

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

Daftar Referensi  

Buku

Subekti. (2001). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

 

Internet atau Website

OJK, Sikapi. (2021). Ingin Mengajukan Klaim Asuransi? Yuk Pahami Dulu Tahapannya. Diakses 22 Juli 2024, https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/40714

Kurniawan, Ruly dan Kurniawan, Agung. (2024). Mengenal Asuransi TPL yang Diwajibkan Untuk Kendaraan pada 2025. Diakses pada 22 Juli 2024, https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/20/093200315/mengenal-asuransi-tpl-yang-diwajibkan-untuk-kendaraan-pada-2025

 

 

[1] Subekti. (2001). Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, Hlm. 217

[2] Sikapi OJK. (2021). Ingin Mengajukan Klaim Asuransi? Yuk Pahami Dulu Tahapannya. Diakses 22 Juli 2024, https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/40714

[3] Ruly Kurniawan dan Agung Kurniawan. (2024). Mengenal Asuransi TPL yang Diwajibkan Untuk Kendaraan pada 2025. Diakses pada 22 Juli 2024, https://otomotif.kompas.com/read/2024/07/20/093200315/mengenal-asuransi-tpl-yang-diwajibkan-untuk-kendaraan-pada-2025

 

Baca juga:

Asuransi dan Reasuransi Syariah Serta Hubungan Antara Keduanya

Asuransi Profesi

Gagal Bayar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera Tak Kunjung Usai

 

Tonton juga:

Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan| Rencana Kewajiban Mengasuransikan Kendaraan|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.