Raja Ampat: the OG Ecosystem vs. Izin Tambang Nikel

Raja Ampat Sebagai Lokasi Pertambangan Nikel
Beberapa minggu terakhir ini, berita terpanas yang banyak dibahas oleh masyarakat adalah Raja Ampat. Destinasi yang seharusnya menjadi daya tarik pariwisata di Indonesia, malah menarik investor asing untuk menggali dan membuka tambang nikel di sana.
Berita tentang beberapa perusahaan yang mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) yang akan bertempat di pulau-pulau di Raja Ampat menyita perhatian masyarakat Indonesia, khususnya pejuang lingkungan. Hal tersebut pertama kali disampaikan oleh organisasi yang bergerak di bidang aktivis lingkungan yaitu greenpeace. Greenpeace mengemukakan pada 3 Juni 2025 di acara Critical Minerals di saat menteri luar negeri sedang menyampaikan materinya.[1]
Sekelompok orang yang berada di acara critical minerals tersebut mengaku sebagai masyarakat raja ampat dan aktivis greenpeace yang membawa papan slogan yang bertulisan save raja ampat. Setelah kejadian tersebut viral, banyak warga Indonesia melalui media maya beramai-ramai menaikkan tagar #SaveRajaAmpat. Dengan viralnya hal tersebut, serta banyaknya desakan kepada pemerintah untuk segera menuntaskan permasalahan ini, pemerintah akhirnya menyegel setidaknya ada empat perusahaan yang beroperasi di Raja Ampat.
Aturan dan Syarat Pengajuan Perijinan Nikel
Aturan mengenai perijinan pembukaan tambang nikel dijelaskan melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disebut “UU Pertambangan Mineral”) yang di dalamnya mengatur bahwa perijinan terkait tambang yang awalnya merupakan wewenang daerah menjadi wewenang pemerintah pusat. Perubahan tersebut diharapkan tidak menimbulkan konflik kepentingan dan menjadikan pengelolaan sumber daya alam akan menjadi terintergrasi secara nasional.
UU Pertambangan Mineral juga menyederhanakan izin usaha pertambangan menjadi 2 (dua) jenis yaitu, izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Selain undang-undang payung tersebut, terdapat beberapa regulasi lain terkait dengan izin usaha ini, salah satunya adalah Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (selanjutnya disebut “PP 23/2010”).
IUP sendiri terdiri dari dua jenis yang terdiri dari IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi (IUP OPK). IUP eksplorasi peruntukannya hanya untuk survei, uji kelayakan, dan eksplorasi. Sedangkan IUP operasi produksi akan diberikan setelah IUP eksplorasi selesai, dimana IUP ini peruntukannya untuk memulai kegiatan pernambangan dan pengelolaan.
pengajuan IUP OPK harus memenuhi beberapa syarat, yaitu harus sudah ada identifikasi wilayah dan memiliki IUP eksplorasi yang telah selesai dilakukan. Setelah eksplorasi selesai, barulah perusahaan bisa mengajukan IUP OPK dengan memenuhi persyaratan seperti:
- Surat permohonan IUP yang diajukan ke kementerian ESDM
- Rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) yang merupakan dokumen berisi rencana operasional serta estimasi biaya yang dibutuhkan
- Dokumen lingkungan yang pemohon IUP wajib menyertakan AMDAL agar memastikan kegiatan pertambangan ini tidak akan memberikan dampak negatif kepada lingkungan sekitar.
- Surat keterangan tidak sengketa lahan yang digunakan untuk memastikan bahwa lahan yang akan di tambang tidak dalam sengketa.
Dampak dan Kewajiban Perusahaan Setelah Penambangan Selesai
Dampak yang akan terjadi apabila perawatan setelah selesai penambangan selain meninggalkan perubahan topografi karena banyaknya lubang-lubang besar yang mengubah bentuk asli alam, dampak lainnya adanya dapat terjadi degradasi tanah karena tanah yang telah di tambang dapat kehilangan kesuburannya karena kandungan bahan organik turut hilang. Di samping itu, pencemaran air di dalam bekas lubang tambang dapat mengandung logam berat, serta dapat mengakibatkan perubahan iklim.
Kewajiban yang wajib dilakukan setelah kegiatan penambangan selesai, sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 3 Tahun 2020, Peraturan Pemerintah nomor 96 tahun 2021 dan aturan-aturan terkait lainnya, yaitu perusahaan yang telah selesai melakukan penambangan wajib melakukan reklamasi dan pasca tambang. Hal tersebut akan di awasi secara ketat oleh pemerintah, yang apabila perusahaan tidak melakukan kewajibannya, akan diberikan sanksi baik sanksi administrasi berupa denda maupun sanksi pidana.
Cukup diingat bahwa penambangan nikel di raja ampat selain berpotensi merusak alam, berpotensi pula merusak ekonomi warga di sekitar yang menggantungkan hidupnya melalui sektor pariwisata maupun hasil alam. Ekosistem yang telah diberikan Tuhan Yang maha Esa akan bernilai dalam jangka panjang apabila terus dijaga secara baik serta mendukung keberlanjutan, berbeda dengan hasil tambang yang akan memberikan keuntungan jangka pendek saja dan akan meningkatkan risiko kerusakan lingkungan.
Penulis: Sayekti P.D.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
[1] CXO Media. (2025). Kronologi isu tambang nikel di Raja Ampat Papua yang harus kamu tahu.Diakses dari https://www.cxomedia.id/general-knowledge/20250610165227-55-181385/kronologi-isu-tambang-nikel-di-raja-ampat-papua-yang-harus-kamu-tahu
Baca juga:
Hilirisasi Tambang Jadi Debat Capres-Cawapres 2024, Berikut Ulasan Hukumnya
Wamenkumham Eddy Hiariej Jadi Tersangka, Ini Profesor Hukum Lain yang Pernah Tersandung Kasus Hukum
Indonesia Kalah Dalam Gugatan Uni Eropa di DSB WTO
Jokowi Pastikan Stop Ekspor Bahan Mentah Timah, Bauksit dan Tembaga; Ketentuan Eksport Tambang di Indonesia
Tonton juga:
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPerkawinan di Bawah Umur 19 Tahun: Generasi Emas Atau...
Batasan Panas di 4 Pulau, Antara Aceh dan Sumatera...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.