Putusan Sela Dalam Perkara Perdata

Putusan Sela Dalam Perkara Perdata merupakan hal yang mungkin pernah atau sering didengar, terutama oleh orang-orang yang pernah atau sedang berperkara Perdata. Putusan sela atau yang sering disebut putusan sementara, diatur dalam pasal 185 Herzien Inlandsch Reglement/Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR/RIB). Putusan Sela sendiri merupakan putusan yang diberikan di pertengahan persidangan sebelum dijatuhkannya putusan akhir atas perkara dimaksud.

 

Salah satu putusan sela yang dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam Perkara Perdata adalah putusan sela terkait dengan kompetensi. Tidak jauh berbeda dengan Putusan Sela Dalam Perkara Pidana yang mana harus diberikan apabila terdapat eksepsi dari Terdakwa, dalam Perkara Perdata putusan sela diberikan setelah diajukannya eksepsi, manakala terdapat eksepsi kompetensi absolut dan kompetensi relatif sebagaimana diatur dalam Pasal 136 HIR/RIB. Umumnya putusan sela terhadap eksepsi Kompetensi Absolut maupun Kompetensi Relatif dibacakan setelah agenda Eksepsi/Duplik. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan putusan sela karena adanya kesalahan kompetensi absolut dan relatif tersebut dibacakan tidak setelah agenda Duplik. Hal tersebut sesuai dengan Ketentuan dalam Pasal 134 HIR/RIB dan penjelasannya yang menyatakan:

“Pasal 134.

Jika perselisihan itu suatu perkara yang tidak masuk kekuasaan pengadilan negeri, maka pada setiap waktu dalam pemeriksaan perkara itu, dapat diminta supaya hakim menyatakan dirinya tidak berkuasa dan hakim pun wajib pula mengakuinya karena jabatannya.

Penjelasan Pasal 134.

Eksepsi atau penyangkalan yang disebutkan dalam pasal-pasal 125 dan 133 itu dikenakan kepada penyangkalan wewenang pengadilan negeri yang bersifat relatif, yaitu wewenang yang berhubungan dengan daerah hukumnya, sedangkan eksepsi atau penyangkalan yang disebutkan dalam pasal 134 ini adalah penyangkalan mengenai wewenang pengadilan negeri yang bersifat absolut, yaitu wewenang yang berhubungan dengan sifat perkaranya.

Apabila mengenai wewenang yang bersifat relatif, eksepsi atau penyangkalan itu hanya dapat diperhatikan, jika eksepsi itu diajukan dengan segera pada sidang permulaan atau dengan surat jawaban yang dimaksud dalam pasal 121, maka eksepsi atau penyangkalan wewenang yang bersifat absolut dapat diajukan pada sembarang waktu dalam pemeriksaan perkara. Apabila penyangkalan itu ternyata betul dan beralasan, maka hakim karena jabatannya wajib mengakui, bahwa ia tidak berwenang.”

 

Disamping tentang Eksepsi Kompetensi, Putusan Sela dalam Perkara Perdata juga dapat dijatuhkan manakala terdapat hal-hal penting lainnya yang harus diputus oleh Majelis Hakim, diantaranya tentang sita jaminan yang dikabulkan sebelum putusan akhir, maupun masuknya pihak intervensi yang dirasa perlu untuk segera masuk dalam perkara. Terdapat beberapa jenis putusan sela, yaitu:

  1. Putusan Preparatoir

Putusan preparatoir berisi tentang persiapan persidangan, seperti jadwal persidangan yang saat ini cukup sering dibuat oleh Hakim karena juga berkaitan dengan sistem e-court dan pembatasan-pembatasan lainnya seperti apabila para pihak tidak hadir lagi dalam jadwal persidangan selanjutnya tanpa alasan yang sah maka pihak tersebut akan ditinggal.

  1. Putusan Interlocutoir

Putusan interlocutoir berisi beberapa perintah, diantaranya adalah perintah berdasar Pasal 154 HIR/RIB untuk mendengarkan ahli atas permintaan para pihak atau karena dianggap penting oleh Hakim, mendengarkan saksi, atau perintah mengucapkan sumpah. Di samping itu, juga perintah untuk melakukan pemeriksaan setempat, sebagaimana SEMA Nomor 7 Tahun 2001.

  1. Putusan Insidentil

Putusan insidentil merupakan putusan yang diberikan karena adanya gugatan intervensi atau karena adanya sita jaminan. Putusan insidentil karena adanya gugatan intervensi diatur dalam pasal 279 Rv, sedangkan putusan insidetil karena adanya sita jaminan diatur dalam Pasal 722 Rv. Disamping itu, putusan insidentil juga dapat mengangkat sita jaminan yang sudah dijatuhkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 763j Rv.

  1. Putusan Provisi

Putusan Provisi adalah putusan yang dijatuhkan karena dikabulkannya gugatan provisi, yaitu gugatan yang diminta untuk dilaksanakan terlebih dahulu sebelum adanya putusan akhir. Putusan provisi umumnya adalah untuk melarang pihak-pihak tertentu menjalankan kegiatan atau menjalankan kegiatan yang belum dilaksanakan, seperti melakukan audit terhadap Tergugat terlebih dahulu sebelum dijatuhkannya putusan akhir.

 

Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.

 

Sumber:

  • Yahya Harahap, 2009, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta, Sinar Grafika.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.