Eksekusi Putusan Pidana Tentang Pembayaran Ganti Rugi

Putusan Pidana Tentang Pembayaran Ganti Rugi

Eksekusi atas putusan perkara pidana dapat dilaksanakan apabila putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht), dalam arti merupakan putusan Kasasi atau putusan yang tidak diajukan upaya hukum meski telah lewat waktunya. Pelaksanaan eksekusi putusan tersebut dilakukan oleh Jaksa sebagaimana dinyatakan Pasal 270 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu juga dipertegas dalam Pasal 1 Ketentuan Umum angka 6 KUHAP yang secara jelas menyatakan tentang kewenangan daripada Jaksa sebagai berikut:

  1. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  2. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melaksanakan penuntutan dan melaksanakan penetapan hak.[1]

Dalam putusan hakim, sering ditemukan beberapa amar putusan yang berkaitan dengan kewajiban bagi terpidana selain melaksanakan hukuman pidana penjaranya, yaitu putusan pidana tentang pembayaran ganti rugi. Ada beberapa ketentuan yang melandasi diberikannya amar putusan tersebut, yaitu:

1. Pasal 222 KUHAP yang berbunyi:

(1) “Siapa pun yang diputus pidana dibebani membayar biaya perkara dan dalam hal putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, biaya perkara dibebankan pada negara.

(2) Dalam hal terdakwa sebelumnya telah mengajukan permohonan pembebasan dari pembayaran biaya perkara berdasarkan syarat tertentu dengan persetujuan pengadilan, biaya perkara dibebankan pada negara.”

2. Pasal 273 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

“Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut kecuali dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi.”

 3. Pasal 274 KUHAP yang berbunyi:

“Dalam hal pengadilan menjatuhkan juga putusan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, maka pelaksanaannya dilakukan menurut tatacara putusan perdata.”

4. Pasal 275 KUHAP yang berbunyi:

“Apabila lebih dari satu orang dipidana dalam satu perkara, maka biaya perkara dan atau ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam pasal 274 dibebankan kepada mereka bersama-sama secara berimbang.”

Eksekusi Putusan Pidana Tentang Pembayaran Ganti Rugi

Pelaksanaan putusan pidana tentang pembayaran ganti rugi ataupun biaya perkara pada dasarnya adalah tergantung pada apa yang diperintahkan dalam amar putusan hakim. Namun demikian, dikarenakan Jaksa memiliki kewenangan dalam melakukan eksekusi, maka pelaksanaan putusan pidana tentang pembayaran ganti rugi dan biaya perkara tersebut dieksekusi oleh Jaksa. Sedangkan berkaitan dengan Pasal 99 KUHAP mengenai pihak yang dirugikan minta penggabungan perkara gugatannya pada perkara pidana, maka pelaksanaan pembayarannya dilakukan secara perdata.

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor SE-MA/17/ Tahun 1983 Tentang Biaya Perkara telah menyebutkan bahwa “…hendaknya dalam menentukan besarnya jumlah biaya perkara itu, memperhatikan kemampuan terdakwa, dengan pengertian bahwa apabila terdakwa tidak mampu ataupun tidak mau membayar, Jaksa pada prinsipnya dapat menyita sebagian barang-barang milik terpidana untuk dijual lelang yang kemudian hasilnya akan dipergunakan untuk melunasi biaya perkara tersebut”.

Apabila terpidana tidak mampu atau tidak mau membayar biaya perkara, maka barang-barang miliknya dapat disita untuk dijual lelang dan hasilnya dimasukkan ke dalam kas negara atas nama Jaksa. Sementara itu berkaitan dengan amar putusan yang mewajibkan terpidana untuk melaksanakan ganti kerugian, tata cara pelaksanaannya dapat ditempuh dengan mekanisme perdata dengan penggabungan gugatan ganti kerugian dalam proses peradilan pidana yang diatur dalam KUHAP.

Dengan adanya ketentuan tersebut pada Pasal 98 ayat (1) KUHAP tentang dapat dieksekusinya putusan pidana tentang pebayaran ganti rugi, maka ada jaminan hukum bagi pihak korban untuk mengajukan gugatan ganti kerugian kepada terdakwa sekaligus dalam proses perkara pidananya. Sedangkan bagi pihak hakim, dengan adanya permintaan dari orang yang dirugikan atau korban, ketentuan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar hukum untuk menetapkan dilakukannya penggabungan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana yang sedang diperiksanya.[2]

 

Penulis: Rizky Pratama J., S.H.

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1] Dfigo Michael Karuntu, Vecky Yanni Gosal, Marthin Doodoh, Suatu Tinjauan Terhadap Pelaksanaan Putusan Pengadilan Dalam Melaksanakan (Eksekusi) Yang Telah Memeperoleh Kekuatan Hukum Tetap Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Jurnal: Lex Administratum, Vol. 19, No. 2, April 2019, halaman 5

[2] Andi Maysarah, Mekanisme Ganti Kerugian Terhadap Korban Tindak Pidana, Jurnal Warta Edisi : 59 Januari 2019, halaman, 13

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.