Eksekusi Putusan deklaratoir Dalam Perdata

Putusan Deklaratoir
The judgement was that of God adalah sebutan dari Spencer untuk putusan yang dikeluarkan oleh Hakim dalam penyelesaian suatu perkara. Hal tersebut memiliki arti bahwa putusan merupakan bentuk penyiksaan sehingga putusan seorang Hakim tidak berbeda dengan putusan Tuhan atau judicium dei.[1] Sedangkan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa putusan pengadilan hanya sah apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.
Dalam teori dan penjelasannya macam-macam putusan perdata lembaga peradilan dilihat dari beberapa aspek seperti; aspek kehadiran para pihak yang mencakup putusan gugatan gugur dan putusan verstek; putusan dilihat dari aspek sifatnya yang terdiri dari putusan deklaratoir, constituitief, dan condemnatoir; sedangkan putusan yang dilihat dari aspek waktu penjatuhannya terdiri dari putusan sela dan putusan akhir.
Eksekusi Putusan Deklaratoir Dalam Perdata
Putusan yang telah ditetapkan oleh Majelis Hakim dan memiliki kekuatan hukum yang tetap dapat selanjutnya dilakukan proses eksekusi. Eksekusi adalah pelaksanaan dari putusan Hakim dan dilakukan secara paksa. Eksekusi ini dijalankan apabila putusan Hakim bersifat condemnatoir, hal ini berdasarkan asas-asas eksekusi yang terdiri dari:
- Melaksanakan suatu putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
- Putusan yang tidak dilaksanakan secara sukarela,
- Putusan yang dapat dieksekusi hanya yang bersifat condemnatoir,
- Eksekusi yang diperintah serta berada dibawah pimpinan Ketua Pengadilan.
Macam-macam eksekusi sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu eksekusi riil, eksekusi membayar sejumlah uang, dan eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan. Adapun faktor-faktor tidak dapat dilaksanakannya eksekusi antara lain:[2]
- tidak ada harta kekayaan yang dapat dieksekusi
- putusan bersifat deklaratoir;
- objek eksekusi berada di tangan pihak ketiga;
- perubahan status objek menjadi milik negara dan objek eksekusi berada di luar negeri.
Putusan deklaratoir merupakan pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan tersebut sebagai penjelasan atau penetapan tentang suatu hak atau status antara para pihak dengan obyek gugatan, dan sifatnya semata-mata menerangkan dan menegaskan terhadap suatu keadaan hukum. Contohnya “ Menyatakan Ahmad adalah anak angkat yang sah dari Beni dan Eni, atau Ai Handayani, Rima Amelia, dan Agus Ringgo merupakan ahli waris dari H. Agus Sumarna (almarhum)”.[3]
Putusan deklaratoir juga bisa diartikan sebagai putusan yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Oleh karena itu, putusan tersebut menentukan dengan pasti pihak-pihak yang memiliki hak dan kedudukan atas permasalahan yang disengketakan.
Sejatinya setiap putusan mengandung unsur deklaratoir, seperti sengketa perkara perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUHPerdata. Apabila gugatan dikabulkan, putusan dari perkara tersebut diawali dengan amar deklaratoir yang berisi pernyataan bahwa tergugat terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum. Hal tersebut juga berlaku apabila putusan penggugat ditolak, karena penolakan majelis Hakim tersebut juga termasuk dalam penegasan dan penetapan sehingga disebut juga dengan amar deklaratoir[4].
Putusan deklaratoir itu hanya sekedar menerangkan atau menetapkan suatu keadaan saja, tidak perlu menciptakan atau menghapuskan suatu keadaan, sehingga tidak perlu dilaksanakan (dieksekusi).[5] Putusan deklaratoir yang disebut juga dengan putusan non-executable atau tidak dapat dieksekusi baik eksekusi riil maupun eksekusi yang lainnya.
Namun apabila para pihak dalam pelaksanaannya menginginkan putusan deklaratoir dieksekusi maka dibutuhkan upaya hukum berupa pengajuan gugatan baru. Pengajuan gugatan baru tersebut berisi permintaan kepada majelis hakim untuk melakukan eksekusi pada putusan deklaratoir. Apabila tidak ada pengajuan gugatan baru, maka putusan tersebut tidak dapat dieksekusi.[6]
Penulis: Hasna M. Asshofri, S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
[1] Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2015, 871
[2] Maftukh, Robitum dan Ahmad riyadh. Tinjauan Yuridis Tentang Tidak Dapat Dilaksanakannya Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata yang Telah Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap (INKRACHT). Indonesian Journal of Public Policy Review, Vol. 11, Juli 2020, 3-4
[3] https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2299/Putusan-Hakim-Dalam-Acara-Perdata.html
[4] Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2015, 876
[5]https://www.pn-nganjuk.go.id/index.php/kepaniteraan/kepaniteraan-perdata/proses-acara-perdata/eksekusi#:~:text=Putusan%20declaratoir%2C%20yang%20hanya%20sekedar,suatu%20keadaan%2C%20tidak%20perlu%20dilaksanakan.
[6]https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/eksekusi-putusan-declaratoir-oleh-m-natsir-asnawi-shi-142
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanDugaan Perwira Polisi Masuk TKP Tanpa Prosedur, Bagaimana Prosedur...
4 Sistem Hukum di Dunia, Sistem Hukum Eropa Kontinental,...

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.