Putusan Arbitrase

Arbitrase merupakan tata cara penyelesaian sengketa diluar peradilan umum yang didasari adanya perjanjian arbitrase sebelumnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU AAPS). Hukum acara dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase diatur dalam ketentuan Pasal 27 sampai dengan Pasal 51 UU AAPS dengan prosedur dimulai dari permohonan, pemeriksaan, hingga diterbitkannya putusan. Setelah proses pemeriksaan selesai, maka pemeriksaan segera ditutup dan arbiter atau majelis arbitrase menetapkan hari sidang untuk pembacaan putusan arbitrase sebagaimana ketentuan dalam Pasal 55 UU AAPS. Ketentuan mengenai putusan arbitrase diatur dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 72 UU AAPS.

Jangka waktu pengucapan putusan arbitrase paling lama yaitu 30 (tiga puluh) hari setelah pemeriksaan ditutup sebagaimana ketentuan dalam Pasal 57 UU AAPS. Hal-hal yang harus dimuat dalam putusan arbitrase diatur dalam Pasal 54 ayat (1) UU AAPS diantaranya :

 

    1. kepala putusan yang berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
    2. nama lengkap dan alamat para pihak; 
    3. uraian singkat sengketa; 
    4. pendirian para pihak; 
    5. nama lengkap dan alamat arbiter; 
    6. pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa; 
    7. pendapat tiap-tiap arbiter dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase; 
    8. amar putusan;
    9. tempat dan tanggal putusan; dan
    10. tanda tangan arbiter atau majelis arbitrase.

 

 

Setelah putusan diterima oleh para pihak, para pihak diberi kesempatan selama 14 (empat belas) hari untuk mengajukan permohonan kepada arbiter atau majelis arbitrase untuk melakukan koreksi terhadap kekeliruan administratif dan atau menambah atau mengurangi suatu tuntutan putusan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 58 UU AAPS. Koreksi kekeliruan administrative yang dimaksud yaitu koreksi terhadap hal-hal seperti kesalahan pengetikan ataupun kekeliruan dalam penulisan nama, alamat para pihak atau arbiter dan lain-lain, yang tidak mengubah substansi putusan, sedangkan yang dimaksud dengan menambah atau mengurangi tuntutan yaitu salah satu pihak dapat mengemukakan keberatan terhadap putusan, apabila putusan telah menuntut sesuatu yang tidak dituntut oleh pihak lawan, tidak memuat satu atau lebih hal yang diminta untuk diputus, atau mengandung kekuatan mengikat yang bertentangan satu sama lainnya sebagaimana yang dinyatakan dalam penjelasan Pasal 58 UU AAPS. Apabila tidak ada pengajuan permohonan sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 58 UU AAPS, maka selanjutnya yaitu pelaksanaan putusan arbitrase.

Pelaksanaan putusan arbitrase dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu terhadap pelaksanaan putusan arbitrase nasional dan pelaksanaan arbitrase internasional. Pelaksanaan arbitrase nasional diatur dalam ketentuan Pasal 59 sampai dengan Pasal 64 UU AAPS. Putusan arbitrase nasional wajib didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (hari) terhitung sejak tanggal putusan diucapkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 59 UU AAPS. Pengadilan Negeri yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 UU AAPS. Apabila para pihak tidak melaksanakan putusan secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Putusan arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri, dilaksanakan sesuai ketentuan pelaksanaan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana ketentuan dalam Pasal 64 UU AAPS. Sedangkan terhadap putusan arbitrase internasional harus mendapatkan pengakuan terlebih dahulu untuk dapat dilaksanakan di Indonesia. Pasal 65 UU AAPS menyatakan bahwa pihak yang berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase internasional adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dilakukan setelah putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat disertai dengan dokumen-dokumen sebagai berikut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 67 ayat (2) UU AAPS :

 

    1. lembar asli atau salinan otentik Putusan Arbitrase Internasional, sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam Bahasa Indonesia; 
    2. lembar asli atau salinan otentik perjanjian yang menjadi dasar Putusan Arbitrase Internasional sesuai ketentuan perihal otentifikasi dokumen asing, dan naskah terjemahan resminya dalam bahasa Indonesia; dan 
    3. keterangan dari perwakilan diplomatik Republik Indonesia di negara tempat Putusan Arbitrase Internasional tersebut ditetapkan, yang menyatakan bahwa negara pemohon terikat pada perjanjian, baik secara bilateral maupun multilateral dengan negara Republik Indonesia perihal pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional.

 

 

Pada dasarnya putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 60 UU AAPS, akan tetapi dalam UU AAPS juga diatur terkait pembatalan putusan arbitrase sebagaimana yang diuraikan dalam ketentuan Bab VII mengenai Pembatalan Putusan Arbitrase. Pasal 70 UU AAPS menyatakan bahwa terhadap putusan arbitrase, para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

 

    1. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu; 
    2. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau 
    3. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.

 

 

Permohonan pembatalan putusan arbitrase harus diajukan secara tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase kepada Panitera Pengadilan Negeri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 71 UU AAPS. Pengadilan Negeri yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 4 UU AAPS. Permohonan pembatalan putusan arbitrase diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, serta putusan atas permohonan tersebut juga ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan pembatalan putusan arbitrase diterima. Apabila permohonan pembatalan putusan arbitrase diterima, maka Ketua Pengadilan Negeri menentukan lebih lanjut akibat hukum dari pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 72 ayat (2) UU AAPS.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.