Protes Kenaikan Pajak Hiburan Inul Daratista: Tinjauan Hukum dan Dampaknya terhadap Bisnis Hiburan di Indonesia

Protes Kenaikan Pajak Hiburan Inul Daratista

Penyanyi dangdut terkenal, Inul Daratista, yang telah membangun reputasi sebagai penyanyi, mengekspresikan keprihatinannya terkait kenaikan pajak hiburan dengan menyuarakan protes. Sebagaimana diketahui, selain kesibukannya sebagai penyanyi, Inul juga dikenal sebagai pemilik jaringan tempat karaoke yang diberi nama Inul Vizta, yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Tempat karaoke ini berhasil mencapai tingkat popularitas yang cukup tinggi di Indonesia. Pertentangan masyarakat terhadap kekayaan Inul Daratista mencuat setelah dia mengeluarkan protes terhadap peningkatan tarif pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen terhadap bisnis hiburan. Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, Inul menyampaikan ketidakpuasannya terhadap kenaikan tersebut. Ia menyoroti dampak yang signifikan terhadap bisnis karaokenya yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia akibat peningkatan tarif pajak hiburan. Inul bahkan mencatat bahwa tempat hiburannya mengalami penurunan jumlah pengunjung, termasuk pada hari-hari paling sibuk seperti akhir pekan.[1]

Besaran tarif pajak tersebut diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, atau yang lebih dikenal dengan UU HKPD, yang mengatur pajak bagi tempat-tempat hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa. Meskipun hanya menjadi objek kebijakan fiskal bagi segmen masyarakat tertentu, kinerja keuangan dari sektor bisnis seperti karaoke, diskotek, dan spa dinilai berhasil pulih ke tingkat yang ada sebelum masa pandemi. Pendapatan daerah yang diperoleh dari pungutan pajak pada sektor hiburan khusus ini tercatat sebesar Rp2,4 triliun pada tahun 2019. Sementara itu, data internal yang berkaitan dengan tahun 2023 menunjukkan bahwa jumlah tersebut telah mencapai Rp2,2 triliun.[2]

 

Dasar Hukum Perpajakan di Indonesia

Perpajakan merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan negara. Melalui pajak, negara dapat memperoleh sumber daya yang diperlukan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan nasional, dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan yang jelas dan tegas mengenai perpajakan. Dasar hukum perpajakan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Pasal 23A UUD NRI 1945 menyatakan bahwa: Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. Pasal ini menegaskan bahwa pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. [3]

Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi wajib pajak dan pemerintah. Selain UUD NRI 1945, dasar hukum perpajakan di Indonesia juga diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP yang telah diubah dengan UU Nomor 11 Tahun 2020)
  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
  • Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha dan Penghasilan Lain-lain
  • Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PP HPP) UU KUP merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

UU KUP mengatur berbagai hal terkait perpajakan, mulai dari pengertian pajak, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, hingga tata cara pemungutan pajak. UU HPP merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur harmonisasi peraturan perpajakan. UU HPP bertujuan untuk menyederhanakan dan menyelaraskan peraturan perpajakan, sehingga dapat meningkatkan kepastian hukum dan efisiensi administrasi perpajakan. Peraturan perundang-undangan perpajakan lainnya mengatur hal-hal yang lebih spesifik, seperti jenis pajak, tarif pajak, dan tata cara pemungutan pajak.

Dasar hukum perpajakan di Indonesia merupakan payung hukum yang mengatur seluruh aspek perpajakan. Dengan adanya dasar hukum yang jelas dan tegas, diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum bagi wajib pajak dan pemerintah, sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak dan mendukung pembangunan nasional. Berikut adalah beberapa hal penting yang termuat dalam dasar hukum perpajakan di Indonesia: Pajak merupakan sumber pendapatan negara yang penting. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Pemerintah memiliki kewenangan untuk memungut pajak. Dasar hukum perpajakan di Indonesia terus mengalami penyempurnaan dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan kebutuhan pembangunan nasional.

 

Dasar Hukum Pajak Hiburan di Indonesia

Pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak hiburan dikenakan atas penyelenggaraan hiburan yang dilakukan di wilayah tertentu. Dasar hukum pajak hiburan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD). Pasal 42 ayat (2) UU PDRD menyebutkan bahwa yang termasuk objek pajak hiburan adalah:

“Tontonan film, pagelaran kesenian, musik, tari, dan busana; kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; dan jasa hiburan lainnya yang dinikmati oleh orang pribadi atau badan.”

Pasal 43 UU PDRD menyebutkan bahwa subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Sedangkan wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan. Tarif pajak hiburan ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing. Namun, tarif pajak hiburan tidak boleh melebihi 10%. Khusus untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, tarif pajak hiburan ditetapkan paling rendah 40%, dan paling tinggi 75%.

Pajak hiburan dipungut oleh pemerintah daerah melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Pajak hiburan dapat dibayarkan secara tunai atau melalui transfer bank. Pajak hiburan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting. Pajak hiburan dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan daerah, dan kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah beberapa hal penting yang termuat dalam dasar hukum pajak hiburan di Indonesia: [4]

  • Pajak hiburan merupakan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah.
  • Objek pajak hiburan adalah penyelenggaraan hiburan yang dilakukan di wilayah tertentu.
  • Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan. Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
  • Tarif pajak hiburan ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing. Pajak hiburan dipungut oleh pemerintah daerah melalui Bapenda.

Pajak hiburan merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan daerah. Dengan adanya pajak hiburan, pemerintah daerah dapat memperoleh sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan daerah, dan kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

UU HKPD ini merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. UU HKPD mengatur berbagai hal terkait hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, mulai dari pembagian urusan pemerintahan, sumber penerimaan daerah, transfer ke daerah, belanja daerah, hingga pembiayaan daerah.

[5]Salah satu hal yang diatur dalam UU HKPD adalah terkait sumber penerimaan daerah. UU HKPD menyebutkan bahwa sumber penerimaan daerah terdiri atas:

  • Pajak daerah
  • Retribusi daerah
  • Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
  • Dana perimbangan
  • Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak daerah yang tercantum dalam daftar sumber penerimaan daerah dalam UU HKPD. Hal ini menunjukkan bahwa pajak hiburan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting. Dengan adanya UU HKPD, maka pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola pajak hiburan. Pemerintah daerah dapat menetapkan tarif pajak hiburan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Selain itu, UU HKPD juga mengatur tentang transfer ke daerah. Transfer ke daerah merupakan dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk membantu membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pembangunan daerah, dan kesejahteraan masyarakat. Pajak hiburan merupakan salah satu sumber pendanaan transfer ke daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pajak hiburan memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan daerah. Secara umum, UU HKPD memberikan pengaturan yang lebih baik terkait hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pengaturan yang lebih baik ini diharapkan dapat meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pembangunan nasional. Berikut adalah beberapa hal penting yang termuat dalam UU HKPD terkait pajak hiburan:

  • Pajak hiburan merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang penting.
  • Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengelola pajak hiburan.
  • Pajak hiburan merupakan salah satu sumber pendanaan transfer ke daerah.

Dengan adanya UU HKPD, diharapkan pajak hiburan dapat dikelola secara lebih optimal sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pembangunan daerah.

Pasal 50 UU HKPD menyebutkan bahwa: Objek pajak barang dan jasa tertentu adalah:

  1. Jasa hiburan;
  2. Penjualan, penyerahan, dan/atau konsumsi makanan dan/atau minuman;
  3. Tenaga listrik;
  4. Jasa perhotelan;
  5. Jasa parkir;
  6. Jasa kesenian.

Pasal ini menegaskan bahwa pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak barang dan jasa tertentu yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Selain itu, Pasal 58 UU HKPD juga mengatur tentang tarif pajak barang dan jasa tertentu, termasuk pajak hiburan. Pasal ini menyebutkan bahwa: Tarif pajak barang dan jasa tertentu ditetapkan paling tinggi 10%. Khusus tarif pajak barang dan jasa tertentu atas jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40%, dan paling tinggi 75%. Pasalnya berbunyi sebagai berikut

(1) Tarif PBJT ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

(2) Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4Oo/o lempat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen).

(3) Khusus tarif PBJT atas Tenaga Listrik untuk: a. konsumsi Tenaga Listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen); dan b. konsumsi Tenaga Listrik yang dihasilkan sendiri, ditetapkan paling tinggi 1,5% (satu koma lima persen).

(4) Tarif PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Perda.

Pasal ini memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan tarif pajak hiburan sesuai dengan kondisi daerah masing-masing. Dengan demikian, Pasal 50 dan Pasal 58 UU HKPD merupakan pasal yang pas dalam pajak hiburan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 mengenai Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

 

Pajak

Perhitungan pajak dapat dilakukan berdasarkan laba bersih atau laba kotor, tergantung pada jenis pajaknya. Pajak yang dikenakan berdasarkan laba bersih adalah:

  • Pajak Penghasilan (PPh)
  • Orang Pribadi (OP)
  • Pajak Penghasilan (PPh) Badan
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak yang dikenakan berdasarkan laba kotor adalah:

  • Pajak Penghasilan (PPh) Final
  • Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

Pajak Penghasilan (PPh) OP dan Badan

Pajak Penghasilan (PPh) OP dan Badan dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Penghasilan tersebut meliputi penghasilan dari usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan dalam hubungan kerja, kepemilikan modal, dan lain-lain. PPh OP dan Badan dihitung berdasarkan laba bersih. Laba bersih adalah selisih antara pendapatan dengan biaya dan beban yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan tersebut. Rumus perhitungan PPh OP dan Badan adalah sebagai berikut:

PPh = (Laba Bersih – Penghasilan Tidak Kena Pajak) x Tarif PPh

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Penyerahan BKP dan JKP tersebut dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN dihitung berdasarkan laba kotor. Laba kotor adalah selisih antara pendapatan dengan harga pokok penjualan (HPP). Rumus perhitungan PPN adalah sebagai berikut:

PPN = (Laba Kotor x Tarif PPN)/100

Pajak Penghasilan (PPh) Final

Pajak Penghasilan (PPh) Final dikenakan atas jenis penghasilan tertentu, seperti penghasilan dari usaha tertentu, penghasilan dari penjualan saham, penghasilan dari hadiah undian, dan lain-lain. PPh Final dihitung berdasarkan laba kotor atau laba bersih, tergantung pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah. PPnBM dihitung berdasarkan harga jual Barang Kena Pajak yang tergolong Barang Mewah. Dengan demikian, perhitungan pajak dapat dilakukan berdasarkan laba bersih atau laba kotor, tergantung pada jenis pajaknya.

Presentase pengeluaran industri hiburan pada umumnya adalah sebagai berikut:

  • 60% untuk biaya produksi
  • 20% untuk biaya pemasaran
  • 20% untuk biaya operasional

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan produk hiburan, seperti biaya pembelian bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya sewa tempat, dan biaya peralatan. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperkenalkan produk hiburan kepada masyarakat, seperti biaya iklan, biaya promosi, dan biaya penjualan. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan bisnis hiburan, seperti biaya gaji karyawan, biaya listrik, biaya air, dan biaya perawatan. Presentase pengeluaran industri hiburan dapat bervariasi tergantung pada jenis industri hiburannya. Misalnya, industri hiburan film memiliki presentase pengeluaran yang lebih tinggi untuk biaya produksi, sedangkan industri hiburan musik memiliki presentase pengeluaran yang lebih tinggi untuk biaya pemasaran.

Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang presentase pengeluaran industri hiburan pada umumnya:

Biaya produksi

Biaya produksi merupakan biaya terbesar dalam industri hiburan. Biaya produksi ini meliputi biaya pembelian bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya sewa tempat, dan biaya peralatan. Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang digunakan untuk menciptakan produk hiburan. Misalnya, biaya bahan baku untuk industri hiburan film meliputi biaya pembelian kamera, biaya pembelian film, dan biaya pembelian kostum. Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang terlibat dalam menciptakan produk hiburan. Misalnya, biaya tenaga kerja untuk industri hiburan film meliputi biaya gaji sutradara, biaya gaji aktor, dan biaya gaji kru. Biaya sewa tempat merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tempat untuk menciptakan produk hiburan. Misalnya, biaya sewa tempat untuk industri hiburan film meliputi biaya sewa studio film, biaya sewa peralatan, dan biaya sewa dekorasi. Biaya peralatan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau menyewa peralatan yang digunakan untuk menciptakan produk hiburan. Misalnya, biaya peralatan untuk industri hiburan film meliputi biaya pembelian kamera, biaya pembelian lampu, dan biaya pembelian komputer.

Biaya pemasaran

Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memperkenalkan produk hiburan kepada masyarakat. Biaya pemasaran ini meliputi biaya iklan, biaya promosi, dan biaya penjualan. Biaya iklan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memasang iklan produk hiburan di berbagai media, seperti televisi, radio, koran, majalah, dan internet. Biaya promosi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan kegiatan promosi produk hiburan, seperti mengadakan konser, mengadakan bazar, dan mengadakan kontes. Biaya penjualan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjual produk hiburan, seperti biaya gaji tenaga penjual, biaya biaya transportasi, dan biaya biaya penyimpanan.

Biaya operasional

Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan bisnis hiburan. Biaya operasional ini meliputi biaya gaji karyawan, biaya listrik, biaya air, dan biaya perawatan. Biaya gaji karyawan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji karyawan yang bekerja di perusahaan hiburan. Biaya listrik merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya listrik yang digunakan untuk menjalankan bisnis hiburan. Biaya air merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya air yang digunakan untuk menjalankan bisnis hiburan. Biaya perawatan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk merawat aset perusahaan hiburan, seperti gedung, peralatan, dan kendaraan.

 

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka protes kenaikan pajak hiburan Inul Daratista pada dasarnya tidak hanya untuk kepentingan industri yang telah dibangun oleh pedangdut itu sendiri, melainkan juga industri-industri hiburan lainnya. Sebagaimana diketahui, dalam suatu industri tentunya ada pula para pekerja yang memperoleh kehidupan dari industri tersebut. Manakala pajak dinaikkan terlalu tinggi, tentunya industri hiburan akan mengalami kesulitan dan para pekerja juga akan terkena dampaknya.

 

Penulis: Iqian A. Lanov

Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.

 

[1]https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240114100434-532-1049220/inul-kritik-keras-aturan-pajak-hiburan-40-persen-ngajak-modyar-tah

[2]https://www.dream.co.id/dinar/kemenkeu-ungkap-alasan-pajak-hiburan-melonjak-75-penjelasan-menarik-yang-wajib-diketahui-76389-mvk.html?screen=8

[3] http://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/mataram/id/data-publikasi/berita-terbaru/2823-yuk-sadar-apbn.html

[4] https://bppkad.kedirikota.go.id/page/pajak-hiburan

[5] https://bprd.jakarta.go.id/berita/bapenda-dki-adakan-fgd-penentuan-tarif-dan-mekanisme-pemungutan-pajak-daerah

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.