Proses Administrasi Perkara Melalui E-Court

Pasal 1 angka 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (selanjutnya disebut Perma 1/2019) menyatakan bahwa administrasi perkara secara elektronik adalah serangkaian proses penerimaan gugatan/permohonan/keberatan/bantahan/perlawanan/intervensi, penerimaan, pembayaran,  penyampaian panggilan/pemberitahuan, jawaban, replik, duplik, kesimpulan, penerimaan upaya hukum, serta pengelolaan, penyampaian dan penyimpanan dokumen perkara perdata/perdata agama/tata usaha militer/tata usaha negara dengan menggunakan sistem elektronik yang berlaku di masing-masing lingkungan peradilan. Proses administrasi perkara secara elektronik merupakan bagian dari sistem E-Court. E-Court merupakan salah satu bentuk dari upaya pemerintah dalam bidang persidangan perkara untuk menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (selanjutnya disebut Perpres SPBE).

Berdasarkan ketentuan dalam angka 1 Ketentuan Umum Keputusan Mahkamah Agung Nomor 129/KMA/SK/VIII/2019 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik (selanjutnya disebut Kepma 129/2019) menyatakan bahwa aplikasi E-Court adalah aplikasi yang digunakan untuk memproses gugatan, gugatan sederhana, bantahan permohonan, pembayaran biaya perkara, melakukan panggilan sidang dan pemberitahuan, persidangan, putusan dan upaya hukum secara elektronik serta layanan aplikasi perkara lainnya yang ditetapkan Mahkamah Agung yang terintegrasi dan tidak terpisahkan dengan Sistem Informasi Penelusuran Perkara. Proses administrasi perkara dalam pengadilan dimulai dari pendaftaran perkara sekaligus pengajuan surat gugatan sampai dengan diterbitkannya putusan oleh Hakim. Apabila perkara telah diputus oleh Hakim, selanjutnya yaitu tahapan pemberkasan perkara atau dapat pula disebut dengan minutasi.

Minutasi adalah pemberkasan perkara yang sudah diputus baik yang telah atau belum berkekuatan hukum tetap. Dalam hal perkara dilakukan secara E-Court, maka pemberkasan juga dilakukan secara online/daring dengan menginput berkas atau dokumen perkara secara elektronik, termasuk pula dokumen-dokumen pembuktian yang dijelaskan secara terperinci dalam Kepma 129/2019. Hal ini berbeda dengan tahapan pemberkasan perkara secara manual yang mengharuskan berkas dikirim langsung ke Pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, maka pemberkasan seluruhnya dilakukan secara elektronik. Pengadilan menerima informasi, data dan dokumen elektronik terkait perkara dan mengelolanya secara terpadu dalam SIP sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) Perma 1/2019. Pasal 32 ayat (2) Perma 1/2019 menjelaskan bahwa dokumen elekronik sebagaimana dimaksud Pasal 32 ayat (1) Perma 1/2019 dalam format dokumen olah kata dan/atau format suara maupun video. Dokumen elektronik yang diterima dalam SIP meliputi dokumen elektronik gugatan, jawaban, replik, duplik, permohonan intervensi, kesimpulan dan pindaian bukti surat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (3) Perma 1/2019. Kemudian berdasarkan ketentuan dalam Pasal 32 ayat (4) Perma 1/2019 Kepaniteraan Pengadilan mengarsipkan data dan dokumen elektronik terkait perkara yang telah diputus dan berkekuatan hukum tetap secara terpadu.

Terkait dengan tata kelola administrasi perkara merupakan bagian tanggung jawab Panitera Pengadilan sebagaimana ketentuan dalam angka 1 subbab tentang Tata Kelola Administrasi Perkara Kepma 129/2019 yang menyatakan bahwa :

“Panitera pengadilan merupakan pejabat yang bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan Sistem Informasi Pengadilan sebagai register perkara elektronik”

Subbab tentang Tata Kelola Administrasi Perkara Kepma 129/2019 juga menjelaskan bahwa proses dalam tata kelola administrasi perkara dilakukan dengan cara sebagai berikut :

    1. Panitera menunjuk petugas yang melakukan notifikasi terkait dengan setiap tahapan perkara;
    2. Panitera muda terkait melakukan pencatatan dan perekaman informasi perkara pada Sistem Informasi Pengadilan (SIP);
    3. Informasi perkara yang ada didalam SIP memiliki kekuatan hukum yang sama dengan register perkara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan;
    4. Sekretaris Pengadilan memastikan SIP dapat berjalan sebagaimana mestinya dengan dukungan pemeliharaan, pengadaan infrastruktur, sumber daya manusia dan anggaran yang memadai;
    5. Pengadilan wajib menerapkan Aplikasi Monitoring Implementasi SIPP (MIS) dan Sistem Informasi Manajemen Tatalaksana Perkara (SIMTALAK) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan masing-masing;
    6. Pengadilan dilarang memodifikasi SIP dengan alasan apapun;
    7. Pengadilan yang telah sepenuhnya melaksanakan pencatatan dan register perkara secara elektronik sesuai dengan standar penilaian Aplikasi MIS dan SIMTALAK tidak perlu lagi menggunakan buku register manual atau dalam bentuk cetak;
    8. Direktorat Jenderal Badan Peradilan masing-masing melakukan verifikasi terhadap kesesuaian nilai pada Aplikasi MIS dan SIMTALAK sesuai dengan validitas data yang diunggah;
    9. Badan Urusan Administrasi melakukan pengelolaan perangkat teknologi informasi;
    10. Paintera Muda terkait mengelola informasi, data dan dokumen elektronik perkara secara terpadu;
    11. Panitera Muda Hukum mengarsipkan data dan dokumen elektronik perkara yang telah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap;
    12. Semua dokumen yang dihasilkan secara elektronik dicetak untuk keperluan pemberkasan oleh Panitera Muda terkait;
    13. Ketua Pengadilan bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan proses serta layanan administrasi perkara secara elektronik.

Pasal 30 ayat (1) Perma 1/2019 menyatakan bahwa Panitera Pengganti melaksanakan proses minutasi berkas persidangan berdasarkan dokumen elektronik yang tersimpan pada SIP dengan susunan berkas persidangan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun penyusunan berkas yang akan diminutasi yaitu disusun dengan secara kronologis sebagai berikut :[1]

    1. Surat gugatan/ permohonan;
    2. Surat kuasa dari kedua belah pihak (bila ada);
    3. SKUM;
    4. Penetapan Majelis/ Hakim;
    5. Penunjukan Panitera Pengganti;
    6. Penunjukan Jurusita/ Jurusita Pengganti;
    7. Penetapan hari sidang;
    8. Relaas panggilan;
    9. Berita acara sidang (jawaban/ replik/ duplik dimasukkan dalam kesatuan berita acara);
    10. Penetapan sita conservatoir/ revindicatoir (bila ada);
    11. Berita acara sita conservatoir/ revindicatoir (bila ada);
    12. Lampiran – lampiran surat yang diajukan oleh kedua belah pihak (bila ada);
    13. Surat – surat bukti Penggugat (bila ada);
    14. Surat – surat bukti Tergugat (bila ada);
    15. Tanggapan bukti – bukti Tergugat dari Penggugat (bila ada);
    16. Tanggapan bukti – bukti Penggugat dari Tergugat (bila ada);
    17. Gambar situasi (bila ada dan dimasukkan sesuai kronologis);
    18. Surat – surat lain.

Pasal 31 ayat (1) Perma 1/2019 menyatakan bahwa Pengadilan yang telah sepenuhnya menerapkan pencatatan register dan jurnal keuangan perkara secara elektronik dalam SIP, maka :

    1. tidak perlu mengisi dan menggunakan buku register dan jurnal keuangan perkara secara manual;
    2. harus menyampaikan laporan perkara secara elektronik; dan
    3. harus melakukan audit perkara secara periodik.

Apabila salah satu pihak akan melakukan upaya hukum, maka dapat melakukan pendaftaran perkara upaya hukum melalui SIP sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) Perma 1/2019. Pendaftaran pernyataan upaya hukum banding, kasasi, peninjauan kembali, pembayaran biaya yang diperlukan dan penyampaian dokumen elektronik terkait sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (2) Perma 1/2019. Pasal 14 ayat (3) Perma 1/2019 menyatakan bahwa dalam hal upaya hukum dilakukan secara elektronik, keseluruhan proses pemberkasan perkara tersebut juga dilakukan secara elektronik melalui SIP dalam tenggang waktu sesuai ketentuan yang berlaku. Proses permohonan upaya hukum berdasarkan ketentuan dalam angka 10 subbab Persidangan Secara Eleketronik Kepma 129/2019 yaitu sebagai berikut :

    1. Pemohon membayar biaya perkara upaya hukum secara elektronik terdiri dari :
      1. biaya pendaftaran upaya hukum;
      2. biaya proses;
      3. biaya upaya hukum yang dikirim ke Pengadilan Tingkat Banding/Mahkamah Agung;
      4. Pemberkasan perkara;
      5. Biaya transfer;
      6. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) pemberitahuan pernyataan upaya hukum;
      7. PNBP penyerahan memori upaya hukum;
      8. PNBP penyerahan kontra memori upaya hukum;
      9. PNBP Inzage;
      10. PNBP pemberitahuan putusan kepada para pihak.
    2. Panitera pengadilan yang bersangkutan menerbitkan akta pernyataan upaya hukum secara elektronik;
    3. Pemberitahuan pernyataan banding/kasasi/PK, penyerahan memori banding/kasasi/PK, kontra memori banding/kasasi/PK maupun inzage dilakukan secara elektronik;
    4. Pengiriman bundel A dan B secara elektronik;
    5. Pengadilan Tingkat Banding/Mahkamah Agung mengunduh dokumen elektronik dari Pengadilan Tingkat Pertama sebagai backup data;
    6. Pemberitahuan putusan banding/kasasi/PK diberitahukan oleh pengadilan pengaju secara elektronik paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengucapan putusan secara elektronik;
    7. Semua dokumen yang diajukan secara elektronik wajib dalam format pdf dan rtf/doc;
    8. Dalam perkara tata usaha negara, perlawanan terhadap penetapan dismissal proses diajukan melalui SIP dalam tenggang waktu dan tata cara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

[1] http://www.pa-cilacap.go.id/tentang-pa/informasi/artikel/119-implementasi-one-day-minutation-pada-pengadilan-agama-cilacap.html

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.