Prosedur Setor Saham

Saham merupakan surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan. Bentuk badan usaha yang modal dasarnya terbagi dalam saham yaitu Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT). Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 34 UU PT menyebutkan bahwa penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya. Modal dasar PT terdiri atas seluruh nilai nominal saham dengan jumlah paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 32 ayat (1) UU PT. Penyetoran modal saham dalam bentuk lainnya dapat berupa benda berwujud maupun benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata telah diterima oleh PT. Penyetoran saham dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU PT. Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah akta pendirian ditandatangani atau setelah Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS) memutuskan penyetoran tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 34 ayat (3) UU PT.

Modal dalam PT terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor. Modal dasar adalah modal minimum untuk pendirian suatu PT. Modal yang ditempatkan adalah modal PT yang telah disepakati untuk dimasukkan kedalam PT oleh para pendiri atau oleh para pemegang saham. Pasal 33 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa minimal 25% (dua puluh lima persen) dari penyetoran modal dasar PT harus ditempatkan dan disetor penuh. Modal yang ditempatkan dan disetor penuh dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah, antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama PT, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan, atau neraca PT yang ditandatangani oleh Direksi dan Dewan Komisaris sebagaimana ketentuan dalam Penjelasan Pasal 33 ayat (2) UU PT. Bukti penyetoran yang sah sebagaimana dimaksud, harus disampaikan secara elektronik kepada Menteri Hukum dan HAM dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian PT ditandatangani sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2016 tentang Perubahan Modal Dasar Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PP Perubahan Modal Dasar PT).  Pengeluaran saham lebih lanjut yang dilakukan setiap kali untuk menambah modal yang ditempatkan harus disetor penuh sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UU PT. Penjelasan Pasal 33 ayat (3) UU PT menyebutkan bahwa hal tersebut menegaskan jika penyetoran atas saham tidak dimungkinkan dengan cara mengangsur.

Pasal 48 ayat (1) dan ayat (2) UU PT menyebutkan bahwa saham PT dikeluarkan atas nama pemiliknya dengan syarat-syarat kepemilikan yang dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Nilai saham harus dicantumkan dalam mata uang rupiah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49 ayat (1) UU PT. Pasal 49 ayat (2) UU PT menyebutkan bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 48 ayat (3) UU PT menyebutkan bahwa apabila persyaratan kepemilikan saham tidak dipenuhi, maka pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan UU PT. Salah satu syarat untuk mendapat kepemilikan saham yaitu dengan melakukan penyetoran modal, sehingga apabila pemegang saham tidak menyetorkan modal, maka seharusnya ia tidak dapat menjalankan haknya selaku pemegang saham sebagaimana ketentuan dalam Pasal 48 ayat (3) UU PT. Sejauh ini,belum ditemukan dalam peraturan perundang-undangan mengenai sanksi terhadap pemegang saham yang tidak menyetorkan modal, satu-satunya konsekuensi hukum atas tidak terpenuhinya syarat-syarat pemegang saham, yaitu ia tidak dapat menjalankan hak-haknya sebagai pemegang saham. Hak-hak pemegang saham yang tidak dapat ia lakukan yaitu menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi, dan menjalankan hak-hak lainnya yang ditentukan dalam UU PT sebagaimana ketentuan dalam Pasal 52 ayat (1) UU PT.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.