Prosedur Arbitrase dalam BANI
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (selanjutnya disebut BANI) adalah lembaga independen yang didirikan pada Tahun 1977 oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) melalui SK Nomor SKEP/152/DPH/1977 tanggal 30 November 1977 yang memberikan beragam jasa yang berhubungan dengan arbitrase, mediasi dan bentuk-bentuk lain dari penyelesaian sengketa diluar pengadilan., serta diperkuat dengan SK Nomor SKEP/091/DPH/X/1987 tentang Keberadaan (Eksistensi) Badan-Badan dan Lembaga-Lembaga Yang Telah Dibentuk Oleh Kamar Dagang Dan Industri Indonesia Yang Dikukuhkan Dengan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1973. Kepengurusan BANI ditetapkan berdasarkan atas SK Nomor SKEP/154/DPH/1977 tentang Kepengurusan Badan Arbitrage Nasional Indonesia. Hukum positif terkait penyelesaian sengketa diluar pengadilan diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut UU AAPS)
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UU AAPS, arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan, perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak sebelum atau setelah timbul sengketa. Dalam UU AAPS BANI dikenal dengan istilah Lembaga Arbitrase. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 8 UU AAPS, Lembaga Arbitrase adalah badan yang diipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tersebut yang juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase yaitu hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) UU AAPS. Sedangkan, sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2) UU AAPS.
Tata cara beracara dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase dimuat dalam ketentuan Pasal 27 sampai dengan Pasal 64 UU AAPS. Sedangkan mengenai syarat arbitrase diatur dalam ketentuan Pasal 7 sampai dengan Pasal 11 UU AAPS. Hukum yang mengatur mengetur materi sengketa adalah hukum yang dipilih dalam perjanjian komersial bersagkutan yang menimbulkan sengketa antara para pihak, apabila dalam perjanjian tidak ditetapkan hukum yang mengatur, maka para pihak bebas memilih hukum yang berlaku berdasarkan kesepakatan bersama. Apabila tidak ada kesepakatan bersama antara para pihak, maka Arbiter atau Majelis arbitrase berhak menerapkan ketentuan-ketentuan hukum yang dianggap perlu berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan terkait permasalahannya. Tahapan-tahapan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase yaitu sebagai berikut :
- Permohonan Arbitrase
           Sebelum diajukannya permohonan arbitrase pada sekretariat BANI melaksanakan penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus berdasarkan atas perjanjian para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sebelumnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 UU AAPS, serta pemohon harus memberitahukan dengan surat tercatat, telegram, teleks, faksimili, e-mail, atau dengan buku ekspedisi kepada termohon bahwa syarat arbitrase yang diadakan oleh pemohon atau termohon berlaku sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) UU AAPS. Pasal 8 ayat (2) UU AAPS menyatakan bahwa dalam surat pemberitahuannya harus memuat dengan jelas hal-hal sebagai berikut :
- nama dan alamat para pihak;Â
- penunjukan kepada klausula atau perjanjian arbitrase yang berlaku;Â
- perjanjian atau masalah yang menjadi sengketa;Â
- dasar tuntutan dan jumlah yang dituntut, apabila ada;Â
- cara penyelesaian yang dikehendaki; danÂ
- perjanjian yang diadakan oleh para pihak tentang jumlah arbiter atau apabila tidak pernah diadakan perjanjian semacam itu, pemohon dapat mengajukan usul tentang jumlah arbiter yang dikehendaki dalam jumlah ganjil.
           Kemudian, dilanjutkan dengan pendaftaran dan penyampaian permohonan arbitrase oleh pemohon kepada sekretariat BANI, dimana dalam permohonannya pemohon menjelaskan mengenai kedudukan pemohon sebagaimana dalam perjanjian arbitrase, kewenangan BANI dalam memeriksa perkara, hingga prosedur yang sudah ditempuh sebelum diajukannya permohonan arbitrase. Setelah permohonan diterima oleh Sekretariat BANI dan biaya perkara yang disyaratkan telah dilunasi, maka skretariat BANI harus mendaftarkan permohonan itu dalam register BANI. Badan pengurus BANI akan memeriksa permohonan tersebut mengenai kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut;
2. Penunjukan Arbiter
           Dalam penunjukan Arbiter, para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan dipimpim oleh Arbiter tunggal atau oleh Majelis. Penunjukan Arbiter berdasarkan atas kesepakatan para pihak yang diajukan nama-namanya oleh pemohon dengan jangka waktu penentuan selama 14 (empat belas) hari. Apabila para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan mengenai pemilihan Arbiter, maka Ketua Pengadilan Negeri yang menunjuk Arbiter atau Majelis Arbitrase sebagaimana ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) UU AAPS. Penunjukan Arbiter oleh Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan atas daftar nama yang disampaikan oleh para pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4) UU AAPS. Arbiter yang ditunjuk atau diangkat dapat menerima atau menolak penunjukan atau pengangkatan tersebut yang kemudian penerimaan atau penolakannya dinyatakan secara tertulis sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 UU AAPS.
3. Pemeriksaan
           Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase dilakukan secara tertutup sebagaimana ketentuan dalam Pasal 27 UU AAPS. Para pihak memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukaan pendapat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 UU AAPS. Acara arbitrase yang digunakan dapat ditentukan oleh para pihak yang ditentukan dalam perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU AAPS. Apabila para pihak tidak menentukan sendiri ketentuan mengenai acara arbitrase, maka hal tersebut diserahkan kepada Arbiter atau Majelis Arbitrase sebagaimana ketentuan dalam Pasal 31 UU AAPS. Pemeriksaan dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan berdasarkan atas persetujuan para pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 36 UU AAPS. Pasal 38 ayat (2) UU AAPS menyatakan bahwa dalam surat tuntutannya, pemohon harus mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
- nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak;Â
- uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti; danÂ
- isi tuntutan yang jelas.
           Kemudian, surat tuntutan tersebut akan disampaikan kepada termohon oleh Arbiter atau Ketua Majelis arbitrase disertai dengan perintah bahwa termohon harus menanggapi dan memberikan jawaban secara tertulis dalam jangkat waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya salinan tuntutan oleh termohon. Setelah itu, Arbiter atau Ketua Majelis arbiter menyampaikan salinan jawaban kepada pemohon disertai dengan perintah kepada para pihak untuk menghadap dimuka sidang arbitrase yang ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung mulai dari dikeluarkannya perintah tersebut sebagaimana ketentuan dalam Pasal 40 UU AAPS. Apabila para pihak hadir atas perintah tersebut, maka Arbiter atau Majelis arbitrase akan mengusahakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa. Jika usaha untuk mendamaikan berhasil, maka Arbiter atau Majelis arbitrase akan membuat akta perdamaian, sedangkan apabila usaha untuk mendamaikan tidak berhasil, maka pokok perkara dilanjutkan dengan memberi kesempatan terakhir kepada para pihak untuk menjelaskan secara tertulis mengenai pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan pendiriannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 46 ayat (2) UU AAPS.
4. Putusan Arbitrase
           Setelah dilewatinya proses pemeriksaan, maka Arbiter atau Majelis arbitrase dapat membuat putusan yang didalamnya harus memuat hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 54 ayat (1) UU AAPS, yaitu :
- kepala putusan yang berbunyi ‘DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;Â
- nama singkat sengketa;Â
- uraian singkat sengketa;Â
- pendirian para pihak;Â
- nama lengkap dan alamat arbiter;
- pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa;
- pendapat tiap-tiap arbitrase dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam majelis arbitrase;
           Apabila putusan tidak memuat hal tersebut, maka berakibat putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta mengikat para pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 60 UU AAPS. Berdasarkan ketentuan dalam Penjelasan Pasal 60 UU AAPS yang dimaksud dengan putusan bersifat final yaitu putusan tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali. Sedangkan yang dimaskud dengan mengikat para pihak, yaitu putusan harus dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak baik yang menang maupun yang kalah dalam persidangan arbitrase. Apabila para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan perintah eksekusi ke Pengadilan Negeri sebagaimana ketentuan dalam Pasal 62 ayat (1) UU AAPS. Kemudian Ketua Pengadilan Negeri akan memeriksa putusan arbitrase dan menerbitkan perintah untuk melaksanakan putusan tersebut. Putusan Arbitrase yang telah dibubuhi perintah Ketua Pengadilan Negeri dilaksanakan sesuai dengan putusan dalam perkara perdata yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana ketentuan dalam Pasal 64 UU AAPS.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanSyarat-Syarat Penunjukan BANI Sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa
Tanggung Jawab Bank Ketika Terdapat Kesalahan Dalam Catatan Nasabah
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.