PPJB sebagai Jaminan Utang

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah (selanjutnya disebut Permen PUPR tentang PPJB), Perjanjian Pengikatan Jual Beli (selanjutnya disebut PPJB) adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris. PPJB merupakan perjanjian awal sebelum dikeluarkannya Akta Jual Beli (selanjutnya disebut AJB).

Penjual ketika melakukan pemasaran wajib menyampaikan informasi mengenai jadwal pelaksanaan pembangunan, jadwal penandatanganan PPJB dan AJB serta jadwal serah terima sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (2) Permen PUPR tentang PPJB. AJB harus dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT). PPJB akan beralih status menjadi AJB ketika pembeli telah melunasi pembayarannya, sekaligus menjadi bukti pengalihan hak atas tanah/bangunan dari penjual kepada pembeli. Selain itu, untuk dapat dilakukan AJB penjual harus telah menyelesaikan pembangunan serta membayar pajak penghasilan (Pph) dan pembeli membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta sebagai persyaratannya penjual harus memiliki sertifikat hak atas tanah yang akan dijual, baik berupa Sertifikat Hak Milik, ataupun Sertifikat Hak Guna Bangunan. Berdasarkan hal tersebut, maka status PPJB hanyalah sebatas perjanjian diantara kedua belah pihak yang tidak dapat dijadikan bukti kuat sebagai kepemilikan atas satuan rumah, sehingga tidak dapat dibebani hak tanggungan.

Berdasarkan ketentuan dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyatakan bahwa agunan hanya dapat berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan serta tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum, dan lain-lain yang sejenis dapat digunakan sebagai agunan. Agunan dapat diartikan sebagai jaminan hutang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 23 UU Perbankan yang menyatakan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka pada dasarnya tidak ada larangan untuk menjadikan PPJB sebagai jaminan utang, karena berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) bank dalam memberikan pinjaman/memberikan piutang kepada nasabah debitor didasarkan atas analisis dan keyakinan bank bahwa debitor sanggup dan mampu melunasi utangnya.

Namun, dalam prakteknya bank hanya dapat menerima objek berupa tanah dan bangunan yang dapat dibebani hak tanggungan. Tanah dan bangunan yang akan dijadikan sebagai jaminan harus berstatus sebagai hak milik, hak guna usaha atau hak guna bangunan. PPJB yang hanya berbentuk kesepakatan belum berstatus sebagai hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan, sehingga tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan. Apabila PPJB dijadikan sebagai jaminan utang, maka dapat beresiko terhadap kreditur yang dalam hal ini bank, karena obyek yang dijadikan sebagai jaminan masih bersifat menggantung, dalam artian belum pasti kepemilikannya sebelum diterbitkannya AJB. Resiko terhadap kreditur yang dapat dimungkinkan terjadi, yaitu kreditur hanya berstatus sebagai kreditur konkuren. Kedudukan kreditur konkuren dalam hal terjadinya kepailitan merupakan kreditur yang tidak memiliki kedudukan utama dalam pembayaran utang oleh debitor karena kreditur konkuren tidak memegang hak jaminan atau obyek kebandaan sehingga haknya untuk mendapatkan pelunasan utang adalah paling terakhir setelah pelunasan terhadap kreditur-kreditur utama lainnya (kreditur separatis dan kreditur preferen).

 

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.