Pondok Pesantren Al Zaytun Diduga Terkait NII

Dugaan penyimpangan yang terjadi di Pondok Pesantren Al-Zaytun, Kabupaten Indramayu semakin menimbulkan kegaduhan besar. Hal tersebut dikarenakan, beberapa waktu lalu sempat beredar video pelaksanaan shalat Idul Fitri di Pondok Pesantren Al-Zaytun dimana para jamaah perempuan yang ada di Pondok Pesantren Al-Zaytun berada pada shaf depan. Sejak saat itu, MUI banyak mendapatkan banyak aduan dari masyarakat mengenai Al-Zaytun, di antaranya seperti memperbolehkan perzinahan asalkan ditebus, praktik penempatan perempuan dan non-muslim berada di dalam barisan shaf shalat laki-laki, dan jarak antar shaf berjauhan yang juga dianggap tidak sesuai tuntutan beribadah Aswaja. Namun sayangnya, beberapa kali saat MUI berkunjung ke Ponpes guna mendapatkan klrarifikasi secara langsung, kunjungan tersebut selalu tidak diterima.[1]

Kabar temuan terbaru yang diungkap oleh pihak MUI yakni adanya indikasi kuat bahwa Ponpes Al-Zaytun yang didirikan oleh Panji Gumilang tersebut diduga terafiliasi dengan Gerakan Negara Islam Indonesia (NII). Hal tersebut berdasarkan hasil dari penilitian Wakil Sekretaris Jenderal MUI bidang HAM, Ikhsan Abdullah yang dilakukan oleh MUI pada 2002 silam yang mengatakan afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al Zaytun dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.[2] Selain itu pada tahun 2011 lalu, Mabes Polri sempat menduga Ponpes Al-Zaytun berkaitan dengan NII dan memeriksa Panji Gumilang sebanyak dua kali.

Sebelum sejumlah kontroversi yang terjadi di Ponpes Al-Zaytun mencuat di kalangan publik, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku menunggu arahan dari Kementerian Agama dan juga Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun kini, Ridwan Kamil dengan tegas meminta pihak Ponpes Al-Zaytun untuk kooperatif dan bisa berkomunikasi dengan tim investigasi yang dibentuk oleh Pemprov Jawa Barat bersama dengan para kyai.[3]

Negara Islam Indonesia (NII) atau yang lebih dikenal dengan nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan gerakan separatisme yang dipelopori oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo yang dibentuk pada masa Vacuum of Power ketika Pemerintah Jepang semakin terjebak dan mulai mengakui kekalahan awal Agustus 1945. Mulanya, kekuasaan NII merupakan upaya Kartosuwirjo dalam membantu kedaulatan negara Republik Indonesia. Namun di tengah jalan, ia bersama NII membelot dan mampu mengambil alih kekuasaan di tatar Parahyangan. Adapun konsep yang dibawa lewat NII adalah hijrah dan jihad. Pada dasarnya sikap tersebut bertujuan untuk menjadikan PSII sebagai landasan berpolitik, yang bersumber kepada Alquran dan Sunnah. Selama kurang lebih 13 (tiga belas) tahun, Kartosuwirjo tidak berhenti berjuang untuk mempertahankan tatar Pasunda dari perjanjian Renville hingga semakin dipercaya rakyat Pasundan dan semakin berdaulat di seluruh sudut Jawa Barat hingga Banten yang saat itu dikuasai Tentara Republik dan pasukan sekutu. Pada akhirnya pada September 1962 Kartosuwirjo dihukum mati berdasarkan keputusan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper), karena dianggap memberontak dengan membentuk Negara Islam Indonesia melalui DI/TII [4]

Kasus yang terjadi pada Ponpes Al-Zaytun merupakan salah satu fenomena yang dapat diduga keras sebagai aliran sesat yang kerap terjadi di Indonesia. Aliran sesat pada hakikatnya dapat dikatakan sebagai ajaran atau aktivitas yang menyimpang dari norma-norma agama yang berlaku secara universal. Adapun kaidah hukum yang mendasari penindakan sanksi pada permasalahan aliran sesat adalah Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagaimana perintah Pasal 4 Penetapan Presiden Nomor 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama (Penpres 1/PNPS/1965) dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.

Upaya penegakan hukum yang dilakukan di Indonesia merupakan penegakan hukum yang bersifat preventif dan represif. Upaya penegakan hukum preventif dilakukan dengan mencegah kejahatan yang merupakan bagian dari politik kriminal yang merupakan suatu pencegahan kejahatan, yang mana dilakukan sebelum kejahatan itu terjadi. Sedangkan upaya penegakan hukum represif yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya kejahatan (tindak pidana) dilakukan.

Kasus pada Ponpes Al-Zaytun yang telah diduga kuat terafiliasi dengan Gerakan NII sejak tahun 2002, dengan menggunakan konsep menegakkan syariat Islam melalui jalan jihad atau qital (perang), serta telah adanya berbagai aduan dari masyarakat yang mulai teresahkan akan hal tersebut. Di samping itu, juga terdapat kasus yang pernah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Februari 2022 lalu, yang menyatakan terdakwa Ariefuddin alias Abu Azam alias Abu Usama alias Ari alias Udin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme dan dijatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun sebab ia yang merupakan anggota NII bersama kelompoknya berencana untuk mendirikan negara Islam.[5] Oleh karena itu, ancaman bagi pemilik/pendiri/pelopor dan para jamaah pengikut Ponpes Al-Zaytun yang diduga dapat dikategorikan sebagai perbuatan terror dapat didasarkan pada Pasal 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang kini telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang:

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.

Adapun perubahan dalam Pasal 7 tersebut dituangkan dalam Pasal 601 UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan:

Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana penjara seumur hidup.”

 

Penulis: Adelya Hiqmatul M., S.H.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., & Mirna R., S.H., M.H.

 

[1] Tim detikJabar. Dugaan Ajaran Menyimpang di Ponpes Al-Zaytun. https://www.detik.com/jabar/berita/d-6776973/dugaan-ajaran-menyimpang-di-ponpes-al-zaytun

[2] Riyan Rizki Roshali. Wasekjen MUI: Ponpes Al Zaytun Terafiliasi dengan Gerakan NII. https://nasional.sindonews.com/read/1133901/15/wasekjen-mui-ponpes-al-zaytun-terafiliasi-dengan-gerakan-nii-1687370789

[3] Agatha Vidya Nariswari. Hasil Temuan MUI Terkait Masalah di Ponpes Al-Zaytun: Diduga Terafiliasi dengan NII. https://www.suara.com/news/2023/06/21/194443/hasil-temuan-mui-terkait-masalah-di-ponpes-al-zaytun-diduga-terafiliasi-dengan-nii

[4] Nurul Diva Kautsar. Menilik Sejarah Negara Islam Indonesia, Jejak Politik Kartosuwirjo di Tanah Pasundan. https://www.merdeka.com/jabar/menilik-sejarah-negara-islam-indonesia-jejak-politik-kartosuwirjo-di-tanah-pasundan.html.

[5] Andi Saputra. Terbukti Akan Dirikan Negara Islam, Anggota NII Divonis 3 Tahun Penjara. https://news.detik.com/berita/d-5941419/terbukti-akan-dirikan-negara-islam-anggota-nii-divonis-3-tahun-penjara.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.