Polemik Rangkap Jabatan Rektor : Aturan Baru dan Konsekuensi Hukumnya

Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro akhir-akhir ini menjadi sorotan publik lantaran pada tanggal 29 Juni lalu terungkap bahwa ia merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama di salah satu bank BUMN yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia.[1] Hal tersebut terungkap setelah Rektorat UI memanggil sejumlah pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI yang diduga terlibat dalam penerbitan unggahan  kritik poster di media sosial yang bertajuk “Jokowi:The King of Lip Service”.[2] Banyak pihak yang menilai bahwa rangkap jabatan yang dilakukan oleh Ari Kuncoro sebagai Rektor UI dan Wakil Komisaris Utama BRI merupakan pelanggaran dan mal administrasi karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 35 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia (selanjutnya disebut PP 68/2013) yang menyatakan sebagai berikut:

Rektor dan wakil Rektor dilarang merangkap sebagai:

    1. pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
    2. pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;
    3. pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta;
    4. anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau
    5. pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.”

Kemudian sekitar satu bulan berselang, aturan tersebut di revisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (selanjutnya disebut PP 75/2021). Salah satu hal yang direvisi dalam Statuta UI tersebut yaitu aturan tentang rangkap jabatan rektor dan jabatan struktural UI yang tercantum dalam Pasal 39 huruf c PP 75/2021) yang menyatakan bahwa rangkap jabatan rektor di BUMN/BUMD hanya dilarang untuk jabatan direksi.[3] Artinya, masih ada celah untuk rangkap jabatan diposisi lain karena tidak disebutkan dalam ketentuan pasal tersebut.[4] Namun, setelah mendapatkan kritik dari berbagai pihak, pada akhirnya Ari Kuncoro mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Komisaris di Bank BRI.[5]

Perlu diketahui bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor/Ketua/Direktur pada Perguruan Tinggi yang Diselenggarakan oleh Pemerintah menyatakan bahwa Pemimpin perguruan tinggi adalah Rektor pada universitas/institut, Ketua pada sekolah tinggi, dan Direktur pada politeknik/akademi yang diselenggarakan oleh Kementerian. Kasus rangkap jabatan yang dilakukan oleh Rektor UI tersebut, kemudian mendapat tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya yaitu dari Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari yang menilai bahwa revisi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap PP 68/2013 tidak berlaku surut bagi Rektor UI yang sebelumnya telah disahkan dengan statuta lama.[6] Artinya yaitu walaupun PP 68/2013 telah direvisi, namun Rektor UI tetap terikat dengan aturan yang lama, oleh karena itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) dapat memberhentikan Ari Kuncoro.[7] Bahkan ia menyebutkan bahwa persoalan rangkap jabatan oleh Rektor UI tersebut dapat digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Selain Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti juga mengungkapkan bahwa langkah dalam merevisi PP 68/2013 sangat aneh, belakangan ini peraturan di Indonesia cenderung dibuat hanya untuk melegitimasi keinginan pemangku kebijakan tanpa mengedepankan prinsip good governance dan etika.[8]

Setelah kasus rangkap jabatan Rektor UI menjadi perbincangan publik, kemudian ditemukan fakta lainnya bahwa Rektor dari berbagai universitas lain juga ada yang merangkap jabatan sebagai komisaris, yaitu Rektor Universitas Bengkulu yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama Bank Bengkulu, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Independen Bank Syariah Indonesia (BSI), Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) juga tercatat pernah merangkap jabatan sebagai Plt. Komisaris Utama anak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara III, Rektor Universitas Hasanuddin yang juga merangkap sebagai Komisaris Independen PT. Vale Indonesia.[9] Pada dasarnya setiap universitas memiliki Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai statuta masing-masing universitas. Oleh karena itu, perbuatan rangkap jabatan yang dilakukan oleh para Rektor tersebut tergantung bagaimana peraturan pemerintah mengenai statuta masing-masing universitas. Sejauh ini, statuta universitas-universitas yang Rektornya melakukan rangkap jabatan tersebut menyatakan adanya larangan rangkap jabatan Rektor sebagai pejabat pada BUMN/BUMD maupun swasta, sehingga hal tersebut merupakan sebuah pelanggaran atas peraturan pemerintah yang mengatur mengenai statuta masing-masing universitas. Namun, sejauh ini belum ada aturan yang mengatur mengenai konsekuensi atau sanksi atas pelanggaran mengenai rangkap jabatan Rektor sebagai pejabat pada perusahaan BUMN/BUMD maupun swasta tersebut.

[1] https://nasional.kompas.com/read/2021/07/21/08182171/rektor-ui-langgar-aturan-rangkap-jabatan-statuta-direvisi?page=all

[2] Ibid.

[3] https://nasional.kompas.com/read/2021/07/20/09331031/statuta-ui-direvisi-ini-perubahan-soal-rangkap-jabatan-rektor-ui?page=all

[4] Ibid.

[5] https://news.detik.com/berita/d-5653822/rektor-ui-mundur-usai-polemik-rangkap-jabatan-ini-6-faktanya/2

[6] https://nasional.kompas.com/read/2021/07/21/08182171/rektor-ui-langgar-aturan-rangkap-jabatan-statuta-direvisi?page=all

[7] Ibid.

[8] Ibid.

[9] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210722160426-20-670923/daftar-rektor-perguruan-tinggi-rangkap-jabatan/2

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.