Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang Dilakukan oleh Korporasi

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Oleh Korporasi (selanjutnya disebut Perma 13/2016) menyatakan bahwa korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Sedangkan tindak pidana oleh korporasi adalah tindak pidana yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana kepada korporasi sesuai dengan undang-undang yang mengatur tentang korporasi sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 Perma 13/2016. Pasal 3 Perma 13/2016 menyatakan bahwa tindak pidana oleh korporasi merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam maupun di luar lingkungan korporasi. Korporasi dapat dijadikan sebagai subyek hukum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) Perma 13/2016 yang menyatakan bahwa

“korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang korporasi.”

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (2) Perma 13/2016, dalam hal menjatuhkan pidana terhadap korporasi, Hakim dapat menilai kesalahan korporasi apabila :

  1. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan untuk kepentingan Korporasi;
  2. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
  3. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.

Pidana terhadap korporasi disebabkan karena bermacam-macam kejahatan, salah satunya yaitu kejahatan terhadap lingkungan hidup. Kejahatan terhadap lingkungan hidup diatur dalam Bab XV Ketentuan Pidana Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut UU PPLH) yang terdiri dari ketentuan Pasal 97 sampai dengan Pasal 120. Pasal 97 UU PPLH menyatakan bahwa tindak pidana yang ditentukan dalam UU PPLH merupakan tindakan kejahatan. Hal-hal yang termasuk dalam kejahatan terhadap lingkungan hidu yaitu :

  1. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana ketentuan Pasal 98 UU PPLH yang menyatakan :
    1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
    2. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
    3. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
  2. Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup sebagaimana ketentuan Pasal 99 UU PPLH yang menyatakan :
    1. Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    2. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
    3. Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
  3. Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan sebagaimana ketentuan Pasal 100 UU PPLH yang menyatakan :
    1. Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
    2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali.
  4. Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan sebagaimana ketentuan Pasal 101 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
  5. Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana ketentuan Pasal 102 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
  6. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan izin sebagaimana ketentuan Pasal 103 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
  7. Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana ketentuan Pasal 104 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah);
  8. Setiap orang yang memasukkan limbah dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 105 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah);
  9. Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 106 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
  10. Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana ketentuan Pasal 107 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
  11. Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana ketentuan Pasal 108 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);
  12. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana ketentuan Pasal 109 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).;
  13. Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana ketentuan Pasal 110 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).;
  14. Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana ketentuan Pasal 113 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  15. Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah sebagaimana ketentuan Pasal 114 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
  16. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana ketentuan Pasal 115 UU PPLH, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

Pasal 116 UU PPLH menyatakan apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk dan atas nama badan usaha, maka tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pidana terhadap kejahatan lingkungan hidup dapat dijatuhkan kepada korporasi. Apabila korporasi dinyatakan sebagai tersangka dalam melakukan kejahatan, maka sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sebagaimana ketentuan Pasal 118 UU PPLH. Selain itu Pasal 11 ayat (1) Perma 13/2016 juga menyatan bahwa pemeriksaan terhadap korporasi sebagai tersangka diwakili oleh Pengurus yang dilakukan dengan surat panggilan sah. Apabila korporasi telah dipanggil secara patut tetapi tidak hadir, menolak hadir atau tidak menunjuk pengurus untuk mewakili korporasi dalam pemeriksaan, maka penyidik menentukan salah seorang pengurus untuk mewakili korporasi dan memanggil sekali lagi dengan perintah kepada petugas untuk membawa pengurus tersebut secara paksa sebagaimana ketentuan Pasal 11 ayat (4) Perma 13/2016.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.