Pesawat Yang Tidak Memenuhi Standart Penerbangan

Pada tanggal 9 Januari 2021 pukul 14.40 WIB, Pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182 dinyatakan hilang kontak di sekitar perairan Kepulauan Seribu.[1] Berdasarkan data dari Airnav Indonesia, pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut diketahui telah mengudara di ketinggian 10.900 kaki yang kemudian terus turun hingga 250 kaki, titik dimana data terakhir terekam.[2] Pesawat tersebut mengangkut 62 orang yang terdiri dari 12 kru, 40 penumpang dewasa, 7 anak-anak dan 3 bayi.[3] Hingga saat ini, Tim Search and Rescue (SAR) gabungan telah mengumpulkan 308 kantong jenazah berisi bagian tubuh korban dan 58 kantong berisi serpihan kecil pesawat dan 54 bagian potongan pesawat.[4] Berdasarkan hasil temuan Tim SAR tersebut, saat ini telah teridentifikasi 29 korban, yang salah satu diantaranya adalah bayi berusia 11 bulan.[5] Selain itu, Tim Penyelam TNI Angkatan Laut juga telah berhasil menemukan black box pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182, sehingga penyebab kecelakaan pesawat masih dalam proses investigasi.[6]
Kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara diatur dalam ketentuan BAB VIII, Pasal 34 sampai dengan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang kemudian mengalami perubahan dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Penerbangan). Pasal 34 ayat (1) UU Penerbangan menyatakan bahwa setiap pesawat udara yang dioperasikan wajib memenuhi standart kelaikudaraan. Pesawat udara yang memenuhi standart kelaikudaraan dibuktikan dengan sertifikat kelaikudaraan setelah lulus pemeriksaan dan pengujian kelaikudaraan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 34 ayat (2) UU Penerbangan. Sertifikat tersebut terdiri atas hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 37 UU Penerbangan, diantaranya adalah :
- Sertifikat kelaikudaraan standar pertama (initial airutorthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat udara pertama kali dioperasikan oleh setiap orang; dan
- Sertifikat kelaikudaraan standar lanjutan (continous airworthiness certificate) yang diberikan untuk pesawat udara setelah sertifikat kelaikudaraat standar pertama dan akan dioperasikan secara terus menerus.
Sedangkan, terhadap orang yang mengoperasikan pesawat udara wajib memiliki sertifikat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 41 ayat (2) UU Penerbangan, diantaranya yaitu :
- Sertifikat operator pesawat udara (air operator certificate) yang diberikan kepada badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara niaga; atau
- Sertifikat pengoperasian pesawat udara (operating certificate) yang diberikan kepada orang atau badan hukum Indonesia yang mengoperasikan pesawat udara sipil untuk angkutan udara bukan niaga.
Pesawat udara yang dioperasikan wajib mendapatkan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-balik pesawat dan komponennya untuk mempertahankan keandalan dan kelaikudaraan secara berkelanjutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 46 UU Penerbangan, dimana berdasarkan ketentuan dalam Pasal 47 UU Penerbangan, perawatan tersebut hanya dapat dilakukan oleh :
- perusahaan angkutan udara yang telah memiliki sertifikat operator pesawat udara;
- badan hukum organisasi perawatan pesawat udara yang telah memiliki sertifikat organisasi perawatan pesawat udara (approved maintenance organization) ; atau
- personel ahli perawatan pesawat udara yang telah memiliki lisensi ahli perawatan pesawat udara (aircraft maintenance engineer license).
Terhadap pelanggaran-pelanggaran terhadap kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat dikenakan sanksi administratif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 51, Pasal 52, Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 59 UU Penerbangan yang dapat berupa :
- peringatan;
- pembekuan lisensi; dan/atau
- pencabutan lisensi.
serta sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 406 sampai dengan Pasal 415 UU Penerbangan yang menyatakan sebagai berikut :
Pasal 406
- Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memenuhi standar kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
- Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 407
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat operator pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 408
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara yang tidak memiliki sertifikat pengoperasian pesawat udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda palingbanyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 409
Setiap orang selain yang ditentukan dalam Pasal 47 ayat (1) yang melakukan perawatan pesawat udara, mesin pesawat udara, baling-baling pesawat terbang dan komponennya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus jutarupiah)
Pasal 410
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia dan melakukan pendaratan dan/atau tinggal landas dari bandar udara yang tidak sesuai dengan ketentuan dalamPasal 52 dipidana dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau denda Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 411
Setiap orang dengan sengaja menerbangkan atau mengoperasikan pesawat udara yang membahayakan keselamatan pesawat udara, penumpang dan barang, dan/atau penduduk atau merugikan harta benda milik orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 412
- Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
- Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib dalam penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 000.000,00 (seratus juta rupiah);
- Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengambil atau merusak peralatan pesawat udara yang membahayakan keselamatan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengganggu ketenteraman, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
- Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) atau ayat (5) mengakibatkan kerusakan atau kecelakaan pesawat dan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak 500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah);
- Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), atau ayat (5) mengakibatkan cacat tetap atau matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 413
- Setiap personel pesawat udara yang melakukan tugasnyatanpa memiliki sertifikat kompetensi atau lisensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 414
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 415
Setiap orang yang mengoperasikan pesawat udara sipil asing yang dioperasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan kelaikudaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau dendapaling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Apabila sebuah pesawat mengalami kecelakaan, maka akan dilakukan investigasi dan penyelidikan lanjutan mengenai penyebab setiap kecelakaan dan kejadian serius pesawat udara sipil sebagaimana ketentuan dalam Pasal 357 UU Penerbangan. Pelaksanaan Investigasi dan penyelidikan dilakukan oleh komite nasional yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada Presiden yang dalam hal ini adalah Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Pejabat yang berwenang di lokasi kecelakaan pesawat udara wajib melakukan tindakan pengamanan untuk melindungi personel pesawat udara dan penumpangnya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 363 UU Penerbangan, serta mencegah terjadinya tindakan yang dapat mengubah letak pesawat, merusak dan/atau mengambil barang-barang dari pesawat guna mempermudah proses investigasi. Apabila hasil investigasi mendapatkan bukti kecelakaan pesawat terjadi karena tidak dipenuhinya unsur kelaikudaraan dan pengoperasian pesawat udara, maka pihak terkait akan ditindak lanjut dan dikenai sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal Pasal 51, Pasal 52, Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 59, serta Pasal 406 sampai dengan Pasal 415 UU Penerbangan.
Terkait dengan peristiwa kecelakaan pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182 dimana usia pesawat sudah 26 tahun Pengamat penerbangan Budhi Muliawan Suyitno selaku mantan Direktur Jenderal Perhubungan Udara mengungkapkan beberapa kemungkinan penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182, yaitu bisa karena murni kesalahan manusia (human error), teknis atau masalah cuaca.[7] Sebelum dicabutnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 155 Tahun 2016 tentang Batas Usia Pesawat Udara Yang Digunakan Untuk Kegiatan Angkatan Udara Niaga (selanjutnya disebut Permenhub 155/2016), batas usia Pesawat Terbang Kategori Transpor untuk angkutan udara penumpang paling tinggi berusia 15 (lima belas) tahun sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) Permenhub 155/2016. Namun, sejak tahun 2020 lalu Permenhub 155/2016 dicabut melalui Peraturan Menteri Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 155 Tahun 2016 tentang Batas Usia Pesawat Udara Yang Digunakan Untuk Kegiatan Angkatan Udara Niaga (selanjutnya disebut Permenhub 27/2020), sehingga untuk saat ini tida ada batasan usia pesawat yang dapat beroperasi berdasarkan peraturan perundang-undangan Indonesia.
Pengamat penerbangan dan profesor keamanan kedirgantaraan Embry- Riddle Aeronautical University di Florida, Anthony Brickhouse menyatakan bahwa faktor usia bukanlah tolok ukur untuk menentukan apakah sebuah pesawat masih layak digunakan atau tidak, sehingga kecelakaan yang menimpa pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182 sebaiknya tidak dihubungkan dengan usia pesawat yang kini telah berusia 26 tahun.[8] Hal ini juga sejalan dengan yang disampaikan oleh John Cox selaku pensiunan Kapten maskapai US airways yang mengatakan bahwa usia bukanlah halangan bagi sebuah pesawat untuk melakukan penerbangan, asalkan perawatan dilakukan dengan baik.[9] Alvin Lie sebagai pengamat penerbangan di Indonesia juga mengatakan bahwa usia pesawat tidak ada korelasi dengan kelaikan udara dan faktor keselamatan, sejauh pesawat tersebut menjalani perawatan secara berkala dari otoritas setempat.[10] Mengingat penyebab kecelakaan pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182 Â masih dalam proses investigasi, maka belum dapat disimpulkan bagaimana pertanggungjawaban para pihaknya. Namun, Apabila kecelakaan pesawat Sriwijaya Air Flight SJ 182 tidak dapat dibuktikan jika tidak memenuhi standart penerbangan, maka hal tersebut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap pihak-pihak terkait.
Terkait dengan kasus kecelakaan pesawat yang disebabkan karena pelanggaran terhadap standar kelayakan penerbangan, pernah terjadi dalam kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 pada bulan Oktober 2018 dan Ethiopian Airlines pada bulan Maret 2019. Kecelakaan fatal yang dialami Lion Air JT 610 menewaskan 189 orang dan yang terjadi pada Ethiopian Airlines 302 menewaskan 157 orang.[11] Kecelakaan pesawat tersebut disebabkan karena perusahaan Industri Pesawat Boeing Co. dengan sengaja menyesatkan the Federal Aviation Administration (FAA) untuk evaluasi keselamatan pesawat tentang kemampuan sistem kontrol penerbangan di pesawat, atau perangkat lunak yang kemudian terlibat dalam dua kecelakaan itu.[12] Hal tersebut diakui oleh perusahaan Boeing Co. bahwa dua pilot teknis penerbangan 737 Max menyesatkan FAA.[13] Akibatnya Departemen Kehakiman Amerika Serikat menjatuhkan sanksi denda sebesar USD 2,5 miliar atau setara dengan Rp 35 triliun kepada Industri pesawat terbang Boeing Co. Dari total sanksi denda sebesar USD 2,5 miliar, terdiri dari denda pidana sebesar USD 243,6 juta, pembayaran kompensasi kepada penumpang maskapai Boeing 737 MAX sebesar USD 1,77 miliar, dan USD 500 juta untuk ganti kerugian kepada ahli waris dari korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302.[14]
[1] https://money.kompas.com/read/2021/01/11/050600126/merunut-penyebab-jatuhnya-pesawat-terbang-sriwijaya-air-sj-182?page=all
[2] https://www.merdeka.com/khas/analisa-kecelakaan-pesawat-sriwijaya-air-sj-182-mildreport.html
[3] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/18/08414711/daftar-29-korban-sriwijaya-air-sj-182-yang-sudah-diidentifikasi-salah
[4] Ibid.
[5] Ibid.
[6] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/13/17352971/kotak-hitam-sriwijaya-air-ditemukan-ayah-okky-bisma-berharap-penyebab?page=all
[7] https://newsmaker.tribunnews.com/2021/01/11/3-kemungkinan-penyebab-jatuhnya-sriwijaya-air-singgung-training-terakhir-usia-pesawat-26-tahun
[8] https://kumparan.com/kumparantech/sriwijaya-air-sj-182-berumur-26-tahun-berapa-batas-usia-pesawat-boleh-terbang-1uwz6B2nD5F/full
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] https://kumparan.com/kumparanbisnis/boeing-bayar-denda-rp-35-triliun-gugatan-korban-boeing-737-max-tak-berhenti-1uxkJEpru5h/full
[12] https://www.liputan6.com/bisnis/read/4453426/boeing-bayar-denda-rp-3497-triliun-atas-kesalahan-pesawat-737-max
[13] Ibid.
[14] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.