Perubahan UU ITE dan Perbandingan Terkait Pasal 27 UU ITE
Perubahan UU ITE
Indonesia adalah negara yang memiliki regulasi hukum untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Salah satunya ialah dalam bertindak menyebarkan atau mendistribusikan informasi melalui teknologi elektronik. Teknologi elektronik jika tidak digunakan dengan baik, maka akan menimbulkan kejahatan-kejahatan yang tidak diinginkan. Dalam era dimana teknologi informasi telah menjadi bagian integral kehidupan sehari-hari, Indonesia tidak terkecuali dalam menetapkan aturan yang mengatur penggunaan teknologi elektronik. Salah satu regulasi yang menjadi titik fokus adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU ITE”). UU ITE menjadi fondasi hukum yang mengatur transaksi elektronik, keamanan data, dan interaksi digital di Indonesia.
Pada awal bulan januari 2024, Presiden Joko Widodo telah meresmikan UU Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU 1/2024”).. Setelah disahkan oleh DPR RI pada 5 Desember 2023, presiden menandatangani peraturan perundang-undangan tersebut pada 2 Januari 2024, sebuah langkah signifikan yang tercermin dalam salinan resmi yang diunggah oleh Sekretariat Negara pada 4 Januari 2024. Revisi tersebut mencakup sejumlah perubahan aturan yang sebelumnya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU 11/2008”) serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU 18/2016”).[1]
Perubahan tersebut menandai upaya pemerintah untuk mengadaptasi regulasi terkait teknologi dan transaksi elektronik dalam konteks yang terus berubah di era digital. Perubahan dalam UU ITE mencerminkan evolusi penting dalam tata kelola informasi, dengan implikasi yang luas terhadap platform digital dan interaksi online. Revisi ini diharapkan memberikan kerangka hukum yang lebih tepat dalam mengatur berbagai aspek teknologi informasi, menjaga keseimbangan antara perlindungan data pribadi, keamanan cyber, dan kebebasan berekspresi. Seiring dengan perkembangan cepatnya teknologi, perubahan ini menjadi tonggak yang menandai komitmen pemerintah Indonesia dalam menciptakan lingkungan digital yang lebih aman, adil, dan berdaya guna bagi seluruh masyarakat.
Sebelum UU ITE diberlakukan, pengaturan hukum terkait transaksi elektronik dan aktivitas di dunia digital di Indonesia terasa minim. Kehadiran UU ITE menjadi tonggak penting karena memberikan landasan hukum yang lebih kuat dalam mengatur dan mengawasi ruang digital, melindungi privasi pengguna, dan menetapkan aturan-aturan terkait kejahatan di ranah elektronik. UU ITE mencakup berbagai aspek, mulai dari perlindungan data pribadi hingga pengaturan terhadap tindakan yang dianggap melanggar di dunia maya diantaranya, larangan terhadap pencemaran nama baik, penyebaran informasi palsu, hingga upaya melawan aksi kejahatan cyber.
Perbandingan Perubahan UU ITE Terkait Pasal 27
UU ITE pertama kalinya berlaku pada tahun 2008 yaitu dengan terbitnya UU 11/2008. UU 11/2008 tersebut telah mengalami perubahan signifikan yang mengikuti perkembangan teknologi yang cepat dan dinamis. UU ITE di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2020 melalui UU 19/2016. Perubahan tersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadap regulasi yang mengatur ruang digital di Indonesia. Namun, pada tahun 2023 juga terdapat pasal yang dicabut sebagian dengan UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut “UU 1/2023”) yaitu Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), Pasal 31 ayat (2), Pasal 36, Pasal 45 ayat (1), Pasal 45 ayat (3), Pasal 45A ayat (2), Pasal 46, Pasal 47, dan Pasal 51 ayat (2) UU 11/2008 sebagaimana telah diubah dengan UU 19/2016.
No | Dicabut | Diubah |
1 | Pasal 27 ayat (1) UU 11/2008 berbunyi sebagai berikut “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”
dan Pasal 45 ayat (1) UU 11/2008 berbunyi sebagai berikut “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” | Pasal 407 UU 1/2023
(1) Setiap Orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) Bulan dan pidana penjara paling lama l0 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling sedikit kategori IV dan pidana denda paling banyak kategori VI. (2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana jika merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/ atau ilmu pengetahuan |
2 | Pasal 27 ayat (3) UU 11/2008 berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Dan Pasal 45 ayat (3) UU 11/2008 berbunyi “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).“ | Pasal 441 UU 1/2023
(1) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433 sampai dengan Pasal 439 dapat ditambah 1/3 (satu per tiga) jika dilakukan dengan sarana teknologi informasi. (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 433, Pasal 434, dan Pasal 436 dapat ditambah I /3 (satu per tiga), jika yang dihina atau difitnah adalah seorang Pejabat yang sedang menjalankan tugasnya yang sah.
|
3 | Pasal 28 ayat (2) UU 11/2008 berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Dan pasal 45A ayat (2) UU 11/2008 “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (21 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah).” | Pasal 243 UU 1/2023
(1) Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi, yang berisi pernyataan perasazrn permusuhan dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik yang berakibat timbulnya Kekerasan terhadap orang atau Barang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. (2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak Pidana yang sama, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
|
4 | Pasal 30 UU 11/2008 berbunyi: (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
dan Pasal 46 UU 11/2008 yaitu: (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Keduanya pengacuannya diganti dengan pasal 332 UU 1/2023. | Pasal 332 UU 1/2023 (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/ atau sistem elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/ atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/ atau dokumen elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI. |
5 | Pasal 31 ayat (1) dan (2) UU 11/2008 berbunyi (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Dan Pasal 47 UU 11/2008 yang berbunyi “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”
Hal ini pengacuannya diganti dengan pasal 258 ayat (2) UU 1/2023 | Pasal 258 Ayat (2) UU 1/2023 berbunyi sebagai berikut “Setiap Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan hasil pembicaraan atau perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama l0 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.” |
Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui revisi kedua terhadap UU ITE yang menambahkan beberapa pasal di dalamnya. Salah satu pasal yang ditambahkan adalah Pasal 27A UU 1/2024 yang berbunyi “Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik”. Pasal tersebut menetapkan larangan bagi siapapun yang dengan sengaja mencemarkan nama baik atau menghina orang lain dengan menyebarkan informasi elektronik atau dokumen elektronik melalui sistem elektronik hingga menjadi pengetahuan umum. Terdapat pengecualian di mana tindakan tersebut tidak akan dikenai pidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau sebagai bentuk pembelaan diri, yang juga diatur dalam Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024.
PerubahanPasal 27 Ayat (3) menjadi Pasal 27A UU 1/2024, menimbulkan polemik antara pihak yang melihatnya sebagai upaya perlindungan dan yang merasa terbatasi kebebasannya. Perubahan ini, dalam esensinya, menetapkan larangan terhadap penyebaran informasi elektronik atau dokumen elektronik yang dapat mencemarkan nama baik seseorang. Di satu sisi, ketentuan tersebut dapat dipandang sebagai langkah positif menuju perlindungan individu dari serangan di ranah digital. Namun, di sisi lain, perubahan tersebut bisa dipandang sebagai potensi pembatasan kebebasan berbicara termasuk kepada penguasa atau pemerintahan, mengingat kebebasan berpendapat telah diatur sebagai Hak Asasi Manusia dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berkaitan dengan kebebasan berpendapat, Pasal 27A UU 1/2024 dapat dikaji melalui beberapa teori hukum yang relevan terutama terkait dengan perlindungan nama baik, kebebasan berbicara, dan keseimbangan antara kedua aspek ini dalam ruang digital. Salah satu teori yang dapat dipertimbangkan adalah “Teori Kebebasan Berekspresi Terbatas” atau “Limited Expression Theory”. Teori ini menyatakan bahwa kebebasan berekspresi atau kebebasan berbicara bukanlah hak absolut. Ada situasi-situasi di mana kebebasan berekspresi dapat dibatasi untuk melindungi kepentingan yang lebih besar, seperti kepentingan umum, keamanan nasional, atau dalam hal ini, perlindungan nama baik individu. Pasal 27A RUU ITE mencerminkan pendekatan yang menginginkan batasan atas ekspresi tertentu, khususnya yang dapat merugikan atau mencemarkan nama baik orang lain di dunia maya. Teori ini mencerminkan gagasan bahwa dalam konteks digital, kebebasan berekspresi harus dibatasi untuk mencegah dampak negatif terhadap individu atau kelompok tertentu.[2]
Salah satu aspek positif yang muncul dari perubahan UU ITE tersebut adalah penegasan hukum yang lebih spesifik terhadap tindakan negatif di dunia maya. Aturan yang lebih jelas diharapkan akan memberikan pedoman yang lebih tepat bagi penegak hukum dan masyarakat.
Di samping itu, perubahan dalam UU 1/2024 yang juga tidak kalah penting adalah perlindungan yang lebih kuat terhadap data pribadi dan larangan terhadap tindakan kebencian di ruang digital. Hal tersebut dikarenakan era informasi saat ini sangat rentan terhadap penyalahgunaan. Di sisi lain dari, terdapat potensi pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Beberapa pihak menyoroti bahwa aturan yang lebih ketat bisa menjadi kendala bagi kebebasan berbicara dan mengekspresikan pendapat di platform daring. Hal ini menjadi dasar perdebatan yang mengemuka, di mana sebagian melihat bahwa aturan tersebut dapat mempersempit ruang diskusi yang terbuka di ruang digital. Kontroversi juga muncul dalam implementasi aturan ini. Ketidakjelasan dalam interpretasi dan implementasi masih menjadi tantangan, memunculkan ketidakpastian dalam penerapan hukum. Kesulitan dalam menafsirkan batasan-batasan yang diberlakukan dapat mengarah pada penegakan hukum yang tidak konsisten dan dapat menimbulkan ketidakadilan.
Lalu, apakah perubahan UU ITE tersebut secara keseluruhan menguntungkan atau merugikan penegakan hukum, jawabannya tidaklah hitam atau putih. Revisi UU ITE mencerminkan upaya untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, memberikan perlindungan lebih baik terhadap individu, namun juga dapat menimbulkan potensi pembatasan kebebasan berekspresi. Implementasi yang tepat dan keseimbangan antara perlindungan individu dan kebebasan berbicara tetap menjadi titik penting dalam menjaga harmoni antara regulasi hukum dan kebutuhan masyarakat di era digital.
Penulis: Iqian A. Lanov, S.H.
Editor: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA., & Mirna R., S.H., M.H., CCD.
[1] Emir, Yanwardhana, “Revisi UU ITE Jilid II Resmi Berlaku Usai Diteken Jokowi 4 Januari”, https://www.cnbcindonesia.com/tech/20240104174919-37-502848/revisi-uu-ite-jilid-ii-resmi-berlaku-usai-diteken-jokowi-4-januari
[2] Muhammad Taufik Ajiputera. “Konstruksi Konseptual Perlindungan Hak Kebebasan Berekspresi Dan Berpendapat Melalui Media Permusikan Di Indonesia”. Universitas Islam Indonesia. 2019. https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/16068/14410573.pdf?sequence=1
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPemasangan Baliho Pemilu di Reklame Hingga di Tempat Sembarangan:...
Hibah dan Tata Cara Pelaksanaannya
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.