Persekutuan Jahat Kurator Dengan Pemohon Pailit

           Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU KPKPU), kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana yang telah diatur dalam UU KPKPU. Pasal 1 angka 5 UU KPKPU menyatakan bahwa Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit dibawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan ketentuan dalam UU KPKPU. Permohonan pailit dapat dilakukan oleh debitor sendiri atau kreditor dalam hal debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor tidak dapat membayar lunas utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU. Selain debitor dan kreditor, kejaksaan juga dapat mengajukan permohonan pailit untuk kepentingan umum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) UU KPKPU. Permohonan pailit diajukan kepada pengadilan yang berwenang, yaitu Pengadilan Niaga sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6 ayat (1) juncto Pasal 1 angka 7 UU KPKPU.

Permohonan pailit akan diproses oleh Pengadilan Niaga melalui pemanggilan para pihak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) UU KPKPU yang menyatakan sebagai berikut :

“Pengadilan:

    1. wajib memanggil Debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan;
    2. dapat memanggil Kreditor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.”

Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, kreditor dapat menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan kewenangan kurator. Penunjukan kurator sementara dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UU KPKPU. Kemudian, putusan pengadilan niaga atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (5) UU KPKPU.

Pasal 15 ayat (1) UU KPKPU menyatakan bahwa dalam putusan pernyataan pailit, harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari Hakim Pengadilan. Dalam hal ini debitor, kreditor atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit dapat mengajukan usul pengangkatan kurator, namun apabila debitor, kreditor atau pihak lain yang berwenang tidak mengajukan usul pengangkatan kurator kepada Pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan diangkat selaku kurator sebagaimana ketentuan dalam Pasal 15 ayat (2) UU KPKPU. Kurator yang diangkat sebagaimana dalam putusan pailit harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor sebagaimana ketentuan dalam Pasal 15 ayat (3) UU KPKPU.

Dalam prakteknya tidak semua kurator yang diangkat oleh Pengadilan Niaga menjunjung tinggi independensi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 15 ayat (3) UU KPKPU, sehingga pabila kurator terbukti melakukan perbuatan yang tidak independent, maka kurator dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 234 ayat (2) UU KPKPU.[1] Pasal 234 ayat (2) UU KPKPU menyatakan sebagai berikut :

“Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang terbukti tidak independen dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata sesuai dengan peraturan perundang-undangan.”

Kurator sebagai salah satu profesi hukum juga terikat pada kode etik profesi kurator yang saat ini dikenal beberapa organisasi profesi kurator antara lain Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) dan Himpunan Kuratordan PengurusIndonesia (HKPI).[2] Apabila terjadi pelanggaran kode etik, maka organisai kurator wajib memberikan sanksi kepada kurator yang bersangkutan. Sanksi dapat berupa teguran, skorsing, pemecatan, bahkan sampai dengan pencabutan ijin oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) selaku instansi yang berwenang mengeluarkan ijin pengangkatan kurator.[3]

Salah satu contoh kasus terkait dengan persoalan kurator yang diduga tidak independent yaitu kasus yang terjadi pada PT Hanson Internasional Tbk. Sejumlah kreditor PT Hanson Internasional Tbk mendesak Hakim Pengawas mengganti seluruh kurator yang telah ditunjuk oleh Pengadilan karena dinilai tidak netral, tidak objektif dan syarat kepentingan yang justru merugikan kreditor.[4] Menurut Effendi selaku kuasa hukum salah satu kreditor hal tersebut dibuktikan dengan perbuatan kurator menolak perdamaian yang diajukan PT Hanson Interntional Tbk sehingga mengakibatkan kreditor terancam tidak mendapatkan haknya.[5] Effendi juga menambahkan bahwa perbuatan tersebut juga dianggap melanggar ketentuan dalam Pasal 144 sampai dengan Pasal 147 UU KPKPU sehingga meminta Dewan Etik AKPI untuk menjatuhkan sanksi pelanggaran kode etik kepada kurator.[6] Pasal 144 sampai dengan Pasal 147 UU KPKPU menyatakan sebagai berikut :

Pasal 144

Debitor Pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor.

Pasal 145

    1. Apabila Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian dan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan, rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147;
    2. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kepaniteraan Pengadilan maka salinannya wajib dikirimkan kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara.

Pasal 146

Kurator dan panitia kreditor sementara masing-masing wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145.

Pasal 147

Pembicaraan dan keputusan mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145, ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kemudian, dalam hal:

    1. apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau
    2. rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat.

Sanksi pelanggaran Etik yang dimaksud oleh Effendi harus melalui proses pemeriksaan oleh Dewan Kehormatan IKAPI sebagaimana ketentuan dalam Kode Etik Profesi Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (selanjutnya disebut Kode Etik IKAPI), sedangkan terhadap sanksinya termuat dalam ketentuan Pasal 9 angka 7 Kode Etik IKAPI yang menyatakan sebagai berikut :

Sanksi yang diberikan dalam putusan dapat berupa :

    1. teguran secara tertulis;
    2. peringatan keras dengan surat;
    3. Skorsing untuk periode waktu tertentu :
      1. Sanksi skorsing hanya dapat diberikan setelah sanksi teguran secara tertulis atau peringatan keras dengan surat telah dijatuhkan kepada seorang Teradu;
      2. Selama seorang Teradu dijatuhkan sanksi skorsing, yang bersangkutan tetap dapat menyelesaikan tugas-tugas selaku Kurator atau Pengurus yang telah diembannya sebelum sanksi skorsing dimaksud dijatuhkan. Namun demikian yang bersangkutan tidak dibenarkan menerima penunjukan baru selaku Kurator atau Pengurus PKPU selama periode sanksi tersebut.
    4. Pemberhentian sebagai anggota Ikatan. Sanksi pemberhentian sebagai anggota Ikatan hanya dapat diambil setelah sanksi skorsing dari keanggotaan Ikatan telah dijatuhkan kepada seorang Teradu.

Sementara itu Bob Hasan selaku Kuasa Hukum  PT Hanson Internasional Tbk mengatakan Hakim Pengawas telah memerintahkan membuat rapat kreditor untuk mendengarkan kesaksian ahli atau  mengetahui kondisi kepailitan bisa diajukan kembali dalam proposal perdamaian.[7] Terkait dengan kasus tersebut, pada tanggal 23 November 2020 ratusan kreditor PT Hanson Internasional Tbk, telah melakukan aksi damai mendesak Majelis Hakim Pengadilan Niaga agar mengabulkan tuntutan kreditor dan meminta majelis hakim mengganti para kurator dalam perkara tersebut.[8] Sementara Bob Hasan menyatakan bahwa sebagai kuasa hukum akan melakukan investigasi terhadap kekuatan tangan-tangan tak terlihat (invicible hands) tersebut. Bila ditemukan bukti kuat, maka pihaknya akan melaporkan kepada pihak kepolisian. Apabila dikemudian hari kurator terbukti tidak independen atau syarat kepentingan, maka kurator dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 234 ayat (2) UU KPKPU serta juga dapat dikenakan sanksi atas pelanggaran kode etik kurator.

[1] Sriti Hesti Astiti, Pertanggungjawaban Pidana Kurator Berdasarkan Prinsip Independensi Menurut Hukum Kepailitan, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.5, No. 2, Surabaya : Universitas Airlangga, Juli 2016, hal. 281

[2] Ibid, hal. 284

[3] Ibid, hal. 285.

[4] https://rri.co.id/nasional/hukum/934367/kreditor-minta-kurator-pt-hanson-diganti?utm_source=terbaru_widget&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign

[5] Ibid.

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] https://hukum.rmol.id/read/2020/12/01/464021/pengadilan-niaga-jakpus-diminta-tindak-tegas-kurator-nakal-pt-hanson

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.