Permohonan Kepada Pengadilan Agama

Peradilan Agama memiliki peranan penting dalam masalah hukum di  Negara ini. Salah satunya yaitu dalam hal menangani masalah perdata.Dalam suatu perkara tentunya ada dua pihak yang saling menggugat dan di gugat serta ada yang meminta haknya atau pemohon yang sering kita dengar dengan istilah  permohonan.Bukan hanya terkait gugat menggugat, di Pengadilan Agama seseorang juga dapat mengajukan permohonan. Macam-macam permohonan yang dapat diajukan di Pengadilan Agama yaitu sebagai berikut.

A. Permohonan Waris

Berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 (UU 7/1989) tentang Peradilan Agama (UU 3/2006) disebutkan bahwa pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :

  1. Perkawinan;
  2. Waris;
  3. Wasiat;
  4. Hibah;
  5. Wakaf;
  6. Zakat;
  7. Infaq;
  8. Shadaqah; dan
  9. Ekonomi syariah.

Hal tersebutlah yang mendasari permohonan penetapan waris di Pengadilan Agama. Penjelasan Pasal 49 huruf b menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan waris adalah penetuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penetuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut, serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris.

Permasalahan mengenai waris dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu gugatan dan permohonan. Gugatan diajukan apabila terjadi sengketa terhadap objek waris, sedangkan permohonan diajukan untuk mendapatkan penetapan dari Pengadilan Agama. Proses untuk mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama bisa ditempuh dengan cara mengajukan surat permohonan yang di tandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan ke Ketua Pengadilan Agama yang meliputi tempat tinggal Pemohon. Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 118 HIR/142 Rgb.

B. Permohonan Isbat Nikah

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam  disebutkan bahwa dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. Itsbat nikah sendiri artinya adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke pengadilan untuk dinyatakan sah-nya pernikahan dan memiliki kekuatan hukum. Sesuai dengan ketentuadalam Kompilasi Hukum Islam, Itsbat Nikah hanya dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, bukan melalui Kantor Urusan Agama (KUA). Apabila telah dikeluarkan putusan penetapan Itsbat Nikah, maka secara hukum perkawinan tersebut telah tercatat yang berarti adanya jaminan ataupun perlindungan hukum bagi hak-hak suami/istri maupun anak-anak dalam perkawinan tersebut.

C. Permohonan Cerai

Pengajuan permohonan cerai talak diajukan oleh pemohon yaitu si suami atau kuasanya. Permohonan cerai talak berbeda dengan cerai gugat. Apabila permohonan cerai diajukan oleh si suami maka disebut permohonan cerai talak, sedangkan apabila sebaliknya yaitu diajukan oleh si istri maka disebut cerai gugat. Hal yang kita bicarakan disini yaitu mengenai permohonan cerai talak oleh si suami. Prosedur yang harus dilakukan oleh si suami yaitu :

  1. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syari’ah (Pasal 118 HIR, 142 RBg j.o Pasal 66 UU 7/1989)
  2. Permohonan dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada pengadilan agama/mahkamah syari’ah tentang tata cara membuat surat permohonan (Pasal 119 HIR, 143 R.Bg j.o Pasal 58 UU 7/1989)
  3. Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak merubah posita dan petitum. Jika termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon.
  4. Permohonan dapat diajukan ke pengadilan agama/mahkamah syari’ah :
    1. Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (Pasal 66 ayat (UU 7/1989)
    2. Bila termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (2) UU 7/ 1989)
    3. Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iyah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (Pasal 66 ayat (3) UU 7/ 1989)
  5. Permohonan tersebut memuat :
    1. Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;
    2. Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);
    3. Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita)
  6. Permohonan soal penguasan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (Pasal 66 ayat (5) UU 7/1989)
  7. Membayar biaya perkara (Pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg. Jo Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara cuma-cuma (prodeo) (Pasal 237 HIR, 273 R.Bg)

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.