Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk Atau Makanan

Belakangan ini influencer yang suka mereview produk atau makanan sedang menjadi sorotan, bahkan hingga dibahas oleh Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam saat rapat bersama Menteri Perdagangan dan jajaran Kementerian Perdagangan serta Bulog di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada hari Senin, 3 Maret 2025.

Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyatakan bahwa terdapat influencer makanan yang menimbulkan keresahan bagi konsumen maupun produsen sehingga ia meminta pemerintah membuat regulasi yang melindungi pelaku usaha dari review yang menjatuhkan.

Lantas perlukah influencer dibatasi dalam mereview produk atau makanan?

Fenomena Influencer

Perkembangan sosial media memungkinkan semua orang untuk menyampaikan opininya ke hadapan publik untuk mendapat tanggapan dari masyarakat luas. Segelintir orang yang berhasil menarik perhatian dari postingannya hingga memiliki banyak pengikut kemudian secara otomatis mendapatkan gelar ‘influencer’.

Permasalahannya adalah, ketika seseorang sudah terlalu sering setuju dengan pendapat influencer tertentu, dia akan cenderung mempercayai pendapat-pendapat yang akan dilontarkan influencer tersebut di kemudian hari tanpa melakukan kajian mendalam terhadap opini tersebut.

Salah satu contoh terbaik dari hal ini adalah jika anda pernah menonton video youtuber Ferry Irwandi berjudul “Rokok Tidak Berbahaya!”. Video tersebut merupakan tamparan bagi netizen yang suka menulis komentar tanpa menonton video sampai akhir, juga bagi netizen yang mempercayai ucapan influencer begitu saja tanpa meneliti ucapan influencer tersebut lebih lanjut meskipun influencer tersebut bukanlah seorang ahli di bidang kesehatan.

Begitu pula yang terjadi pada influencer yang melakukan review produk tertentu atau terhadap makanan. Pengikut yang sudah terlanjur sangat percaya akan cenderung membeli produk yang direkomendasikan oleh influencer tersebut daripada produk yang belum pernah direview. Bahkan pengikutnya akan cenderung menghindari produk yang pernah mendapat review negatif dari influencer tersebut.

Seberapa Besar Dampak dari Review Negatif Influencer

Terhadap pendapat Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam, terdapat pro dan kontra dari masyarakat. Banyak masyarakat menilai hal tersebut tidak urgent, namun bagi pengusaha makanan yang pernah menjadi ‘korban’ review negatif sangat mendukung pendapat untuk membuat aturan pembatasan bagi influencer.

Nyatanya fenomena influencer saat ini telah mengubah pola pikir konsumen dalam memutuskan untuk membeli suatu produk atau makanan. Saat ini banyak sekali pengusaha atau produsen yang menyiapkan anggaran khusus untuk influencer dalam memasarkan produknya karena tidak dapat dipungkiri banyak calon konsumen hanya mengandalkan informasi dari influencer untuk mengetahui adanya produk yang bagus.

Pada zaman sekarang, calon konsumen tinggal duduk manis dan menerima suapan informasi dari beranda sosial medianya. Akhirnya informasi yang dia terima ini dapat sangat mempengaruhi dirinya. Tergantung apakah dia orang yang akan langsung percaya atau akan tetap menguji coba sendiri.

Sayangnya ketika orang lain, bahkan beberapa orang telah mencoba dan mengatakan suatu produk tidak bagus, maka besar kemungkinan orang yang mendengar pendapat tersebut akan takut untuk mencoba membeli.

Pada akhirnya hal ini dapat menimbulkan ketergantungan usaha pada influencer, dimana ketika influencer mereview negatif, bisa jadi hal itu adalah akhir bagi usaha tersebut.

Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk Atau Makanan

Lantas perlukah influencer dibatasi dalam mereview produk atau makanan? Bukankah hal tersebut juga akan membatasi kebebasan berekspresi yang diatur pada Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Jika kasusnya seperti kasus Codeblu dan Clairmont dimana terdapat dugaan Codeblu meminta sejumlah uang untuk melakukan take down terhadap unggahan negatif mengenai program Clairmont untuk panti asuhan, maka sebenarnya telah ada aturan yang mengatur hal tersebut yaitu Pasal 369 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang tindak pidana pemerasan dengan ancaman pencemaran nama baik yang menyatakan:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa seorang supaya memberikan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang atau menghapuskan piutang, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

Jika hal tersebut dilakukan melalui media sosial, maka dapat memenuhi unsur Pasal 45 Ayat (10) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 (selanjutnya disebut ‘UU ITE’) yang menyatakan:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:
a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27B ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Lalu bagaimana dengan kasus-kasus usaha yang gulung tikar setelah direview rasanya tidak enak atau produknya tidak cocok bagi influencer sehingga menyurutkan niat orang lain untuk membeli? Untuk hal ini merupakan kebebasan berpendapat yang sejauh ini tidak dibatasi oleh aturan hukum pidana yang berlaku meski pun tidak menutup kemungkinan bagi pemilik usaha untuk melakukan gugatan secara perdata.

Dengan demikian, sebaiknya bagi influencer yang hendak melakukan review, perlu juga untuk memperhatikan etika atau nilai moral yang hidup dalam masyarakat, karena ketika review itu membuat penjualan suatu usaha berkurang, ia tidak hanya merugikan pemilik usaha namun juga pegawai yang berpenghasilan dari usaha tersebut dan keluarganya.

Sebenarnya aturan yang ada saat ini telah cukup melindungi kepentingan pengusaha atau produsen. Perkembangan penyaluran informasi yang sangat masif akan menyebabkan kritik semakin sulit dihindari, sehingga hal ini memang merupakan tantangan tersendiri bagi pengusaha di masa kini dan masa mendatang.

Lebih lanjut, dikutip dari Kompas.com, saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sedang menyiapkan regulasi terkait review produk oleh influencer untuk menghindari adanya konflik kepentingan dan saling serang antara influencer (reviewer) dan produsen. Kita tunggu saja akan seperti apa aturannya nanti.

 

Penulis: Mirna R., S.H., M.H., C.C.D.

Editor: R. Putri J., S.H., M.H., C.T.L., C.L.A.

 

Sumber:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024;

4. https://money.kompas.com/read/2025/03/03/180000726/dpr-kritik-kemendag-konten-review-negatif-makanan-rugikan-usaha-kecil; dan

5. https://money.kompas.com/read/2025/03/05/084929726/dpr-sebut-kreator-konten-review-makanan-meresahkan-bpom-siapkan-aturan-baru.

 

Baca juga:

Unsur-unsur Tindak Pidana Pemerasan

Pusat Data Nasional Diretas, Menkominfo Pasrah Tak Bayarkan Uang Tebusan; Ini Pidana yang Mengancam Peretas

Influencer Mempromosikan Judol? Bisa Dijerat 3 Pasal Ini!

Tonton juga:

 

Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk | Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk | Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk| Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk | Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk| Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk| Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk| Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk| Perlukah Influencer Dibatasi Dalam Mereview Produk|

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.