Perlindungan Hukum Bagi Hewan Peliharaan
Perlindungan hukum bagi hewan peliharaan menjadi hal yang banyak dipertanyakan belakangan ini. Hal tersebut dikarenakan kejahatan terhadap hewan belakangan ini terasa lebih sering terjadi dengan banyaknya kasus-kasus viral mengenai penyiksaan hewan. Sebagai contoh dapat dilihat pada kasus anjing yang dilempar ke buaya, kucing ‘blender’ atau pemakan kucing hamil di Bengkulu.
Indonesia telah mengatur mengenai perlindungan hewan ternak sebagaimana Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah disahkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut ‘UU PKH’). Dalam UU PKH tersebut terdapat pengaturan terkait dengan perlindungn hewan dari penganiayaan.
Berdasarkan Pasal 1 Angka 3 UU PKH, “hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang di habitatnya”. Lebih lanjut pada Pasal 1 Angka 4 UU PKH, “hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu”. Terdapat juga istilah satwa liar, yaitu, “semua binatang yang hidup di darat, air, dan/atau udara yang masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia”.
Hewan peliharaan dapat dibedakan menjadi hewan peliharaan ternak atau non ternak. Hewan peliharaan ternak adalah sebagaimana dalam Pasal 1 Angka 5 UU PKH, yaitu “ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian”. Hewan peliharaan non ternak adalah hewan peliharaan di luar dari hewan ternak.
UU PKH tidak hanya mengatur mengenai perlakuan pada hewan ternak saja, melainkan terdapat ketentuan-ketentuan untuk melindungi kesejahteraan hewan secara keseluruhan. Pasal 66 UU PKH mengatur sebagai berikut:
- “Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan; penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan; pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan.
- Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manusiawi yang meliputi:
- penangkapan dan penanganan satwa dari habitatnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang konservasi;
- penempatan dan pengandangan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan dapat mengekspresikan perilaku alaminya;
- pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiayaan dan penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan;
- pengangkutan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa takut dan tertekan serta bebas dari penganiayaan;
- penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan;
- pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiyaan, dan penyalahgunaan; dan
- perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan.
- Ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan kesejahteraan hewan diberlakukan bagi semua jenis hewan bertulang belakang dan sebagian dari hewan yang tidak bertulang belakang yang dapat merasa sakit.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai kesejahteraan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.”
Lebih lanjut, Pasal 66A UU PKH menyatakan sebagai berikut:
- “Setiap Orang dilarang menganiaya dan/ atau menyalahgunakan Hewan yang mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif.
- Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib melaporkan kepada pihak yang berwenang.”
Pelanggaran terhadap Pasal 66A UU PKH adalah dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana Pasal 91B UU PKH yaitu:
- “Setiap Orang yang menganiaya dan/atau menyalahgunakan Hewan sehingga mengakibatkan cacat dan/atau tidak produktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak RpS.000.000,00 (lima juta rupiah).
- Setiap Orang yang mengetahui adanya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (l) dan tidak melaporkan kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 66A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat I (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan dan denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).”
Di luar dari UU PKH, ketentuan perlindungan terhadap hewan peliharaan juga diatur pada Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan sebagai berikut:
- “Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
- barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
- barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.
- Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
- Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.
- Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.”
Di samping itu juga terdapat ketentuan Pasal 540 KUHP yang mana menyatakan:
- “Diancam dengan pidana kurungan paling lama delapan hari atau pidana denda paling banyak dua ribu dua ratus lima puluh rupiah:
- barang siapa menggunakan hewan untuk pekerjaan yang terang melebihi kekuatannya;
- barang siapa tanpa perlu menggunakan hewan untuk pekerjaan dengan cara yang menyakitkan atau yang merupakan siksaan bagi hewan tersebut;
- barang siapa menggunakan hewan yang pincang atau yang mempunyai cacat lainnya, yang kudisan, luka-luka atau yang jelas sedang hamil maupun sedang menyusui untuk pekerjaan yang karena keadaannya itu tidak sesuai atau yang menyakitkan maupun yang merupakan siksaan bagi hewan tersebut;
- barang siapa mengangkut atau menyuruh mengangkut hewan tanpa perlu dengan cara yang menyakitkan atau yang merupakan siksaan bagi hewan tersebut;
- barang siapa mengangkut atau menyuruh mengangkut hewan tanpa diberi atau disuruh beri makan atau minum.
- Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat satu tahun setelah ada pemidanaan yang menjadi tetap karena pelanggaran yang sama karena salah satu pelanggaran pada pasal 302, dapat dikenakan pidana kurungan paling lama empat belas hari.”
Selain ketentuan pidana, pemilik hewan peliharaan dapat mengajukan gugatan perdata perbuatan melanggar hukum apabila hewan peliharaannya mendapatkan perlakuan penganiayaan berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas, perlindungan terhadap hewan peliharaan (khususnya non ternak) dalam hal terjadi penganiayaan masih tergolong lemah karena ancaman hukumannya yang tidak terlalu besar dan masih banyaknya adu anjing, industri daging anjing dan kucing, sampai pemeliharaan pribadi satwa liar sebagai hewan peliharaan, seperti orangutan. menurut World Animal Protection, sebagian besar undang-undang kesejahteraan hewan Indonesia dimotivasi oleh kekhawatiran mengenai industri peternakan dan kesehatan masyarakat, dibandingkan penderitaan hewan secara umum.[1]
Sebagai perbandingan di Belanda yang merupakan salah satu negara yang sangat peduli dengan kesejahteraan hewan memiliki aturan mengenai program CNVR (Kumpulkan, Netralkan, Vaksinasi, dan Kembalikan), program sterilisasi nasional yang didanai pemerintah, hal itu untuk mengendalikan populasi satwa liar di antaranya anjing liar. Selain itu, banyak pemerintah kota di Belanda menaikkan pajak untuk anjing yang dibeli di toko, namun memberi insentif kepada orang-orang agar mengadopsi anjing tunawisma dari tempat penampungan. Selanjutnya, Belanda membentuk pasukan polisi hewan yang memantau kejahatan terhadap hewan. Tugas lain dari pasukan tersebut juga menyelamatkan hewan yang bermasalah.[2]
Penulis: Mirna R., S.H., M.H., CCD.
Editor: R. Putri J., S.H., M.H., CTL. CLA.
Sumber:
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagaimana telah disahkan menjadi Undang-Undang berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang;
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- https://www.kompas.com/wiken/read/2022/04/30/164404481/daftar-8-negara-yang-paling-peduli-satwa-bagaimana-dengan-indonesia?page=all; dan
- https://www.beritasatu.com/internasional/1052200/jadi-negara-pertama-yang-bebas-anjing-liar-ini-yang-dilakukan-belanda
[1] Artika Rachmi Farmita, Daftar 8 Negara yang Paling Peduli Satwa, Bagaimana dengan Indonesia? https://www.kompas.com/wiken/read/2022/04/30/164404481/daftar-8-negara-yang-paling-peduli-satwa-bagaimana-dengan-indonesia?page=all (diakses 27 Agustus 2023).
[2] Surya Lesmana, Jadi Negara Pertama yang Bebas Anjing Liar, Ini yang Dilakukan Belanda, https://www.beritasatu.com/internasional/1052200/jadi-negara-pertama-yang-bebas-anjing-liar-ini-yang-dilakukan-belanda (diakses 27 Agustus 2023).
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Penyelenggaraan Klub Belajar Bersama Persiapan Ujian Profesi Advokat
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.