Perkawinan di Luar Negeri

Dalam kehidupan tentu akan menimbulkan hubungan keterikatan antara manusia. Salah satu bentuk keterikatan antara manusia secara lahir dan batin yakni melalui Perkawinan. Pasal 1 Undang-undang nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ( UU Perkawinan), “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kehidupan modern seperti sekarang ini, menjadikan gaya hidup sebagai bentuk trend bagi warga negara Indonesia yang mempunyai banyak uang untuk melangsungkan perkawinannya di luar negeri. Perkawinan yang dilakukan di luar negeri diatur menurut Pasal 56 ayat (1) UU Perkawinan
“Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua orang warganegara Indonesia (WNI) atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing (WNA) adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang ini”.
Adanya Perkawinan yang dilakukan diluar negeri, ada pendapat dari Prof. Zulfa Djoko Basuki seorang pakar hukum perdata internasional, dalam pendapatkannya Prof Zulfa mengaitkan perkawinan di luar negeri ini dengan Pasal 16 AB (Algemene Bepalingen van wetgeving), yang menyebutkan bagi “warga negara Indonesia dimanapun ia berada akan tunduk pada hukum Indonesia“. Untuk sahnya perkawinan diperlukan 2 (dua) syarat, yaitu syarat formil dan syarat materill. Syarat formil diatur dalam pasal 18 AB yakni tunduk pada hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan (lec loci selebration), dan syarat Materill misalnya mengenai persetujuan dari kedua pasangan, mendapat ijin orang tua, mengenai batas usia minimal perkawinan untuk pria dan wanita berumur 19 (Sembilan belas) tahun, berlaku hukum nasional yakni hukum perdata (dalam hal ini Indonesia)[1].
Perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda, dalam UU Perkawinan mengenal istilah tersebut dengan istilah Perkawinan Campuran. Menurut Pasal 57 UU perkawinan definisi “perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Jika pasangan merupakan WNI yang akan menggelar perkawinan di luar negeri, kedua pasangan harus memenuhi persyaratan dan tatacara yang harus diikuti yang kemudian akan diserahkan ke Kantor Kedutaan Besar Negara yang akan dijadikan tempat berlangsungnya pernikahan. Mengenai persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut[2]:
- Surat izin dari orang tua atau wali
- Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)
- Surat pernyataan bahwa belum pernah menikah, dan bagi yang telah berstatus janda atau duda dapat melampirkan Surat Keterangan Belum Menikah Lagi.
- Surat pengantar dari RT/RW tempat berdomisili sesuai KTP
- Surat pengantar dari lurah atau kepala desa
- Bagi calon pengantin muslim harus ke KUA kecamatan. Membawa fotokopi KTP, KK, dan KTP orangtua, serta foto berlatar biru 4×6, 3×4, 2×3 masing-masing 3 lembar
- Visa ke negara tujuan yang approved
- Paspor
- Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga
- Akta lahir yang sudah diterjemahkan
Kemudian setelah melengkapi syarat-syarat berkas tersebut, pasangan tersebut harus melakukan langkah selanjutnya yakni sebagai berikut:
- Jika calon pasangan beragama Islam dapat langsung mendaftarkan diri ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk memperoleh Surat Keterangan Numpang Nikah. Apabila calon pasangan adalah non-Muslim dapat mendaftarkan diri ke kantor Catatan Sipil.
- Kemudian mendatangi Kantor Kedutaan Besar Negara tujuan, untuk meminta izin dan Kedubes akan menterjemahkan berkas persyaratan Perkawinan sesuai bahasa nasional Negara tujuan.
- Setelah mendapatkan izin dari Kedubes barulah Kedubes akan mengubungi instansi Perkawinan dinegara tujuan
- Bagi perkawinan campuran, maka WNI sebelum Perkawinan berlangsung wajib melaporkan peristiwa Perkawinan yang akan Anda laksanakan kepada konsulat jenderal Indonesia di negara tersebut.[3]
Mengenai perkawinan WNI yang berada di luar negeri, maka dalam didasarkan pasal 56 ayat (1) UU Perkawinan. Mengenai Persyaratan dan tata caranya terdapat dalam ketentuan Pasal 38 Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil disebutkan bahwa:
(1) Perkawinan WNI di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia setelah dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dengan memenuhi persyaratan:
- Kutipan akta perkawinan dari negara setempat; dan
- Dokumen Perjalanan Republik Indonesia suami dan istri
(2) Dalam hal negara setempat tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan:
- Surat keterangan telah terjadinya perkawinan dari pemuka agama atau penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; dan
- Dokumen Perjalanan Republik Indonesia suami dan istri.
Mengenai keharusan untuk mencatatkan perkawinan yang dilaksanakan di luar negeri ketika pulang ke Indonesia, hal itu diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU Perkawinan,
“Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali diwilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka”.
Dalam ketentuan pasal 56 UU perkawinan, telah dijelaskan mengenai perkawinan yang dilangsung diluar Indonesia yakni antara pasangan WNI atau WNI dengan WNA dinyatakan Sah asalkan perkawinan tersebut tidak melanggar ketentuan hukum tentang pelaksanaan perkawinan di Negara dimana perkawinan itu dilangsungkan, dan untuk WNI sendiri tetap mengikuti dan patuh terhadap ketentuan perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan. Dan pada ayat (2) nya disebutkan bahwa, apabila pasangan tersebut telah pulang ke Indonesia maka paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib untuk mencatatkan surat bukti perkawinannya tersebut ke kantor pencatatan perkawinan di wilayah tempat tinggal mereka. Ketentuan pencatatan ini juga diatur dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Undang-undang nomor 23 tahun 2006 yang diubah Undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (UU Administrasi Penduduk) yang berbunyi “Perkawinan Warga Negara Indonesia diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia”.
Namun adanya perbedaan mengenai batas waktu untuk melakukan pencatatan bukti perkawinan apabila telah pulang ke Indonesia, pada ketentuan Pasal 37 ayat (4) UU Administrasi Penduduk batas waktunya dipersingkat menjadi 30 hari, “Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di tempat tinggalnya paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia”. Maka mengenai batas waktu pencatatan perkawinan yang dilakukan diluar negeri di pencatatan perkawinan tunduk pada ketententuan pasal 37 ayat (4) UU Administrasi Penduduk karena UU Administrasi Penduduk lebih khusus mengatur mengenai pencatatan penduduk (Lex Specialis). Mengenai pencatatan yang dilakukan di instansi pencatatan perkawinan terdapat dua instansi pelayanan yakni,
- Bagi pasangan muslim, pencatatan perkawinan dilakukan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan/wilayah tempat tinggal, atau
- Bagi pasangan non-muslim, pencatatan perkawinan di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) domisili pasangan.
- Persyaratan dalam mencatatkan perkawinan tersebut harus memenuhi berkas-berkas berikut:
- Akta Perkawinan atau marriage certificate dari negara asal yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dan telah disuperlegalisasi oleh Perwakilan RI setempat
- Surat Keterangan Menikah dari KBRI negara tersebut
- Fotokopi akta lahir suami dan istri
- Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga
- Fotokopi paspor suami
- Pasfoto berdampingan ukuran 4×6 dengan latar belakang merah sebanyak 3 lembar
[1] Ketentuan Pasal 6-11, Undang-Undang nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
[2] https://indonesia.go.id/layanan/kependudukan/sosial/mendaftarkan-pernikahan-yang-berlangsung-di-luar-negeri
[3] Pasal 4, Undang-undang nomor 24 tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 23 tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanTrias Politica Checks and Balances
Penembakan Brigadir J dan Otopsi Dalam Tindak Pidana

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.