Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) & Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) dalam Omnibus Law

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan) yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Dengan adanya perjanjian kerja, maka timbullah hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha. Perjanjian kerja dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Ketentuan mengenai PKWT dan PKWTT diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan yang kemudian mengalami beberapa perubahan dalam Pasal 81 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Cipta Kerja) atau yang biasa dikenal dengan istilah Omnibus Law. Inti dari perubahan peraturan mengenai PKWT dan PKWTT UU Ketenagakerjaan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja diantaranya sebagai berikut :
- PKWT dilaksanakan berdasarkan atas jangka waktu dan selesainya pekerjaan sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian kerja;
- Bagi pekerja yang terikat PKWT berpotensi selamanya menjadi PKWT, sehingga tidak ada jaminan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja lama akan ditarik sebagai pekerja PKWTT;
- PKWT berpotensi dilakukan secara lisan, karena dengan dihapusnya ketentuan Pasal 57 ayat (2) UU Ketenagakerjaan maka tidak ada konsekuensi terhadap pengusaha apabila PKWT dilakukan secara lisan;
- Apabila dalam PKWT terdapat masa percobaan kerja, maka masa percobaan kerja tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung;
- PKWT dibedakan menjadi 5 (lima), yaitu :
- Pekerjaan sekali selesai atau yang bersifat sementara;
- Perkerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
- Pekerjaan yang bersifat musiman;
- Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan;
- Pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap
- Sedangkan terhadap PKWTT, tidak ditemukan perubahan-perubahan yang berarti.
Berikut akan dijabarkan mengenai pasal-pasal yang mengalami perubahan dalam UU Cipta Kerja:
A. Pasal 56 UU Ketenagakerjaan
Sebelum dirubah :
Pasal 56
- Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
- jangka waktu; atau
- selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Setelah mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja :
Pasal 56
- Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas:
- jangka waktu; atau
- selesainya suatu pekerjaan tertentu;
- Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan perjanjian kerja;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerja waktu tertentu berdasarkan jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan penjabaran tersebut dapat kita ketahui bahwa perubahan yang terjadi dalam ketentuan Pasal 56 yaitu ditambahkannya ketentuan dalam ayat (3) dan ayat (4) mengenai jangka waktu PKWT yang didasarkan atas perjanjian kerja. Untuk menghindari kerugian pada pihak pekerja, maka tentu diperlukan bargain position yang kuat dari pihak pekerja. Hal tersebut tentu sulit melihat angka pengangguran di Indonesia dan kondisi saat ini. Peraturan Pemerintah tentu harus mengatur batas maksimum jangka waktu tersebut.
B. Pasal 57 UU Ketenagakerjaan
Sebelum dirubah :
Pasal 57
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu;
- Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Setelah mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja :
Pasal 57
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin;
- Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Dalam perubahannya ketentuan dalam Pasal 57 ayat (2) UU Ketenagakerjaan dihapuskan, sehingga berdasarkan hal tersebut, apabila PKWT tidak memenuhi unsur dalam ketentuan Pasal 57 ayat (1) tidak dapat lagi beralih menjadi PKWTT. Adanya perubahan ini memberikan peluang kepada pengusahan untuk melakukan PKWT secara lisan. Sebagaimana kita ketahui, bahwa perjanjian kerja secara lisan merupakan perjanjian yang kemungkinan besar dapat merugikan pekerja/buruh. Hal ini dikarenakan apabila terjadi perselisihan dikemudian hari, pekerja/buruh akan sulit untuk mengumpulkan alat bukti.
C. Pasal 58 UU Ketenagakerjaan
Sebelum dirubah :
Pasal 58
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja;
- Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.
Setelah mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja :
Pasal 58
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja;
- Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan tersebut batal demi hukum dan masa kerja tetap dihitung.
Perubahan yang terjadi dalam ketentuan Pasal ini yaitu dalam ketentuan Pasal 58 ayat (2) UU Ketenagakerjaan yang pada kalimat akhir Pasal 58 ayat (2) ditambahkan frasa “dan masa kerja tetap dihitung”. Perubahan dalam pasal 58 ayat (2) UU Ketenagakerjaan cukup menguntungkan bagi pekerja untuk menjamin hak-hak pekerja khususnya terkait upah dan masa kerja.
D. Pasal 59 UU Ketenagakerjaan
Sebelum dirubah :
Pasal 59
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
- pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
- pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
- pekerjaan yang bersifat musiman; atau
- pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui;
- Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun;
- Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan;
- Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
- Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
Setelah mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja :
Pasal 59
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:
- pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
- pekerjaaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama;
- pekerjaan yang bersifat musiman;
- pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan; atau
- pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap;
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Peraturan Pemerintah.
- Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu sebagai berikut:
Perubahan yang terjadi dalam ketentuan Pasal 59 yaitu ditambahkannya ketentuan huruf e dalam Pasal 59 ayat (1), dihapuskannya ketentuan Pasal 59 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6). Ketentuan dalam Pasal 59 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) yang dihapuskan yaitu terkait perpanjangan atau pembaharuan PKWT. Dengan dihapusnya ketentuan tersebut, maka memotong proses panjang bagi pekerja/buruh untuk menjadi PKWTT, sehingga apabila pengusaha tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 59 ayat (1) dan (2), maka peerjanjian secara otomatis menjadi PKWTT. Namun, hal ini juga berpeluang bagi pengusaha untuk melakukan PKWT dengan pekerja/buruh selamanya sehingga pekerja/buruh tidak dapat menjadi PKWTT dan mendapatkan kepastian atas suatu pekerjaan yang ia tekuni.
E. Pasal 60 UU Ketenagakerjaan
Ketentuan dalam Pasal 60 UU Ketenagakerjaan tidak mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja, sehingga ketentuan Pasal 60 UU Ketenagakerjaan masih tetap berlaku. Ketentuan dalam Pasal 60 UU Ketenagakerjaan menyatakan hal-hal sebagai berikut :
Pasal 60
- Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan;
- Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.
F. Pasal 61 UU Ketenagakerjaan
Sebelum dirubah :
Pasal 61
- Perjanjian kerja berakhir apabila :
- pekerja meninggal dunia;
- berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
- adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
- adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja;
- Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah;
- Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh;
- Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh;
- Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Perjanjian kerja berakhir apabila :
Setelah mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja :
Pasal 61
- Perjanjian kerja berakhir apabila:
- pekerja/buruh meninggal dunia;
- berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
- selesainya suatu pekerjaan tertentu;
- adanya putusan pengadilan dan/atau putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
- adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja;
- Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah;
- Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan, hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh;
- Dalam hal pengusaha orang perseorangan meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh;
- Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/buruh berhak mendapatkan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
- Perjanjian kerja berakhir apabila:
Perubahan yang terjadi dalam ketentuan Pasal 61 yaitu adanya tambahan ketentuan Pasal 61 ayat (1) huruf c. Kemudian, diantara ketentuan Pasal 61 ddan Pasal 62 ditambahkan ketentuan Pasal 61 A yang menyatakan sebagai berikut :
- Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/ buruh;
- Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
G. Pasal 62 UU Ketenagakerjaan
Ketentuan dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan tidak mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja, sehingga ketentuan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan masih tetap berlaku. Ketentuan dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan menyatakan hal-hal sebagai berikut :
“Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.”
H. Pasal 63 UU Ketenagakerjaan
Ketentuan dalam Pasal 63 UU Ketenagakerjaan tidak mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja, sehingga ketentuan Pasal 63 UU Ketenagakerjaan masih tetap berlaku. Ketentuan dalam Pasal 63 UU Ketenagakerjaan menyatakan hal-hal sebagai berikut :
- Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan;
- Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan :
- nama dan alamat pekerja/buruh;
- tanggal mulai bekerja;
- jenis pekerjaan; dan
- besarnya upah.
I. Pasal 64 UU Ketenagakerjaan
Ketentuan dalam Pasal 64 UU Ketenagakerjaan dihapuskan melalui perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja.
J. Pasal 65 UU Ketenagakerjaan
Selain ketentuan dalam Pasal 64 yang dihapus, ketentuan dalam Pasal 65 UU Ketenagakerjaan juga dihapuskan melalui perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja
K. Pasal 66 UU Ketenagakerjaan
Sebelum dirubah :
- Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi;
- Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan lang-sung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
- adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
- perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
- perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
- perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini;
- Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan;
- Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
Setelah mengalami perubahan dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja :
Pasal 66
- Hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, baik perjanjian kerja waktu tertentu maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
- Pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya;
- Dalam hal perusahaan alih daya mempekerjakan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian kerja tersebut harus mensyaratkan pengalihan pelindungan hak-hak bagi pekerja/buruh apabila terjadi pergantian perulsahaan alih daya dan sepanjang objek pekerjaannya tetap ada;
- Perusahaan alih daya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk badan hukum dan wajib memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat;
- Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat;
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pelindungan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Ketentuan dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan mengalami perubahan secara keseluruhan. Ketentuan dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan ini merupakan ketentuan terkait dengan hubungan kerja outsourcing. Ketentuan mengenai outsourcing akan dibahas lebih lanjut dalam artikel selanjutnya.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.