Perjanjian Ekstradisi

Proses globalisasi yang semakin berkembang pada saat ini mengakibatkan negara-negara harus semakin terlibat aktif dalam dunia internasional. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal itu adalah mengadakan kerjasama dengan negara lain baik itu bilateral ataupun multilateral yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan kerjasama yang akan dilakukan oleh negara yang mengadakan kerjasama itu sendiri. Salah satu bentuk perwujudan dalam menjaga hubungan kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian (internasional). Salah satu perjanjian yang cukup memiliki arti yang penting adalah perjanjian mengenai ekstradisi melihat bagaimana mobilisasi masyarakat dunia sekarang yang meningkat dengan pesat.
Dalam pengertiannya secara umum ekstradisi adalah sebagai akibat dari hak suaka (asylum) yaitu tujuan politik dan merupakan sarana untuk mencapai kekuasaan. Ekstradisi ini dipraktekkan guna menembus batas wilayah negara dalam arti agar hukum pidana nasional dapat diterapkan terhadap para penjahat perang yang melarikan diri ke negara lain atau agar keputusan pengadilan terhadap seorang penjahat yang melarikan diri keluar negeri dapat dilaksanakan. Kata ekstradisi berasal dari bahasa latin Extradere yang terdiri dari kata ex artinya keluar dan Tradere artinya menyerahkan.[1]
Istilah ekstradisi ini lebih dikenal atau biasanya digunakan terutama dalam penyerahan pelaku kejahatan dari suatu negara ke negara peminta dapat dilakukan secara formal baik berdasarkan atas perjanjian ekstradisi yang sudah ada sebelumnya ataupun berdasarkan prinsip timbal balik atau hubungan baik, atas seseorang yang dituduh melakukan kejahatan (tersangka, terdakwa, tertuduh) atau seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana yang telah mempunyai kekuatan mengikat yang pasti (terhukum, terpidana). Black’s Law Dictionary mendefinisikan ekstradisi sebagai “The official surrender of an alleged by one state or nation another having jurisdiction over the crime charge”. (Penyerahan resmi dari seorang yang dituduhkan oleh satu negara bagian atau bangsa lain yang memiliki yurisdiksi atas tuduhan kejahatan itu).[2]
Dari beberapa pengertian diatas, mengenai ekstradisi itu sendiri dapat diketahui beberapa unsur yaitu:
- Unsur subyek, yaitu negara diminta (requested country) dan negara peminta (requesting country);
- Unsur obyek, yaitu orang yang diminta, yang biasa berstatus sebagai tersangka, tertuduh, terdakwa, ataupun terhukum (fugitive offender);
- Unsur prosedur atau tata cara, yaitu harus dilakukan menurut prosedur atau tata cara atau formalitas tertentu;
- Unsur tujuan, yaitu untuk tujuan mengadili dan atau penghukumannya.
Pada umumnya ekstradisi dari seorang pelaku kejahatan yang melarikan diri dari sesuatu negara ke negara lain dapat dilakukan jika negara-negara tersebut telah mengadakan perjanjian khusus tentang ekstradisi. Jika tidak ada perjanjian semacam itu, maka negara yang diminta untuk mengekstradisi tidak mempunyai kewajiban untuk menyerahkan pelaku kejahatan tersebut. Ini sudah merupakan kebiasaan bahwa negara-negara yang bersangkutan harus membuat perjanjian bilateral mengenai ekstradisi.
Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang dibuat oleh 2 subjek hukum internasional, yang dalam hal ini yaitu negara, yang masing-masing mempunyai kapasitas hukum untuk membuat perjanjian internasional. Permintaan ekstradisi dapat didasari dengan perjanjian bilateral, yang didalamnya membahas mengenai ketentuan ekstradisi itu sendiri. Perjanjian ekstradisi yang telah ditetapkan selanjutnya diteruskan dengan upaya membuat penyeragaman prosedur melalui perjanjian bilateral dan perjanjian multilateral. Negara-negara pihak dapat membuat perjanjian bilateral maupun multilateral agar dapat memberi kemudahan mengenai penerapan prinsip-prinsip yang termuat dalam ekstradisi.
Adanya suatu perjanjian bilateral mengenai ekstradisi ini berhubungan dengan hak secara hukum untuk meminta ekstradisi dari seorang tertuduh atau terhukum dan kewajiban untuk menyerahkannya kepada negara yang memintanya dapat diakui hanya jika ada perjanjian mengenai ekstradisi diantara mereka yang mengatur tentang hal itu. Saat ini ada kecenderungan, bahwa meskipun tidak ada perjanjian ekstradisi antar negara, negara-negara secara sukarela (voluntary) dapat menyerahkan para pelaku kejahatan satu sama lain dalam rangka kepentingan yang luas dari masyarakat internasional untuk memerangi kejahatan.[3]
Contoh dari perjanjian bilateral ini adalah perjanjian ekstradisi antara Republik Indonesia dengan Republik Korea yang sudah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2007. Kesediaan pemerintah Republik Indonesia menjalin kerjasama perjanjian ekstradisi ini didasarkan pada kemungkinan kedua negara saling membantu menangkap buronan perkara pidana, pelaku kejahatan yang terkait dengan perbankan, keuangan dan/atau kejahatan lain. Investasi yang semakin banyak dilakukan oleh Korea Selatan di Indonesia baik yang berbentuk bangunan, lembaga pendidikan dan lembaga keuangan perbankan juga dari segi budaya seperti film, drama dan musik memungkinkan terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat saling merugikan.
Bentuk lain dari perjanjian ekstradisi mengenai ekstradisi adalah perjanjian internasional multilateral mengenai ekstradisi. Perjanjian seperti ini akan diatur dalam suatu perjanjian internasional multilateral regional. Konvensi Ekstradisi Liga Arab yang dibuat pada tanggal 14 September 1952 merupakan salah satu contoh dari perjanjian ekstradisi multilateral regional. Terdapat juga perjanjian internasional yang di dalamnya mengandung pengaturan mengenai ekstradisi yakni Konvensi UNCAC yang sudah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tanggal 18 April 2006 tentang Pengesahan United Nations Covention Against Corruption, 2003 (UNCAC, 2003).
Prosedur pelaksanaan esktradisi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi (UU Ekstradisi). Dalam hal Indonesia sebagai negara yang diminta maka negara peminta mengajukan permintaan pencarian, penangkapan dan penahanan sementara atas orang yang dicari kepada Kapolri atau Jaksa Agung Republik Indonesia. Polri atau Kejaksaaan melakukan pencarian dan melakukan penangkapan dan penahanan sementara sesuai dengan permintaan negara peminta. Kemudian Menteri Kehakiman Republik Indonesia melakukan pengecekan tentang kelengkapan berkas permintaan ekstradisi tersebut. Setelah itu Presiden Republik Indonesia mengambil keputusan dan mengeluarkan suatu ketentuan yang mengatur tentang apakah permintaan ekstradisi tersebut dikabulkan atau ditolak.
Apabila perjanjian atau konvensi tidak diatur dalam hukum, ekstradisi dapat dilaksanakan atas dasar suatu tata krama oleh negara terhadap negara lain yang disebut ekstradisi terselubung (Disguished Extradition). Ini diartikan sebagai penyerahan pelaku kejahatan tidak sepenuhnya sesuai dengan proses dan prosedur ekstradisi. Di Indonesia, terdapat ketentuan yang mengatur mengenai apabila tidak terdapat suatu perjanjian ekstradisi, ekstradisi dapat dilakukan dengan hubungan baik dan jika kepentingan Negara Republik Indonesia menghendakinya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Ekstradisi.
Namun, dalam hal tidak adanya perjanjian ekstradisi akan menyulitkan antar negara untuk mengekstradisi seorang Pelaku tindak pidana. Sehingga mengenai perjanjian ekstradisi diperlukan sebagai dasar hukum yang jelas selain diatur dalam hukum tertulis yang ada di tiap-tiap negara. Dengan demikian perjanjian ekstradisi merupakan suatu hal yang penting dalam penegakan hukum pidana internasional. Dengan adanya hasil konvensi yang telah diratifikasi dan perjanjian bilateral yang dibuat antar negara masing-masing, menunjukkan bahwa ektradisi bagi dunia Internasional merupakan wujud dari penegakan hukum internasional dalam menjaga keamanan dan keutuhan dunia.
[1] Siswanto, Ekstradisi & Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2009.
[2] Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, West, 2009
[3] Wildani Angkasari, Tinjauan Yuridis Perjanjian Ekstradisi Terhadap Kejahatan Ekonomi Dalam Kepentingan Nasional Indonesia, Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 1, April 2014.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPermohonan Dengan Adanya Termohon
Putusan Mahkamah Agung Berkaitan Dengan Penjaminan Kehalalan Vaksin Covid-19

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.