Perbedaan Laporan dan Pengaduan Masyarakat
Tindak pidana merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan melanggar suatu aturan yang berlaku di daerah atau wilayah tertentu yang diduga melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Seseorang yang mengalami, mendengar atau mengetahui terjadinya suatu tindak pidana dapat memberikan informasi tersebut kepada pihak Kepolisian dalam bentuk laporan atau pengaduan tindak pidana. Laporan dan pengaduan adanya tindak pidana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Meninjau ketentuan Pasal 103 jo Pasal 108 KUHAP dijelaskan bahwa:
Pasal 103 KUHAP:
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh palapor atau pengadu.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
- Dalam hal laporan atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus disebutkan sebagai catatan dalam laporan atau pengaduan tersebut.[1]
Pasal 108 KUHAP:
- Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan penyidik baik lisan maupun tertulis.
- Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyidik atau penyelidik.
- Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana, wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh pelapor atau pengadu
- Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik.
- Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang bersangkutan.[2]
Dalam KUHAP dinyatakan ketentuan beberapa jenis delik tertentu hanya dapat dituntut setelah menerima pengaduan dari pihak tertentu, yaitu dengan dasar anggapan bahwa kepentingan perseorangan di dalam beberapa jenis delik tertentu akan lebih dirugikan daripada kepentingan umum dengan tidak diadakannya penuntutan. Harus diketahui bahwa delik aduan hanya terdiri atas kejahatan, sedangkan tidak ada delik aduan terhadap tindak pidana pelanggaran.
Laporan Tindak Pidana
Pasal 1 Angka 24 KUHAP menyatakan bahwa laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.[3] Dengan kata lain, suatu peristiwa yang telah dilaporkan kepada pejabat yang berwenang tentang adanya suatu tindak pidana, baik orang lain yang menyaksikan maupun orang yang mengalami suatu tindak pidana agar untuk segera ditindaklanjuti oleh pejabat yang berwenang. Laporan terkait dengan adanya suatu tindak pidana berisi hal-hal sebagai berikut:
- Berisi tentang waktu laporan disampaikan
- Berisi identitas Pelapor
- Berisi uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana/peristiwa yang dilaporkan, waktu kejadian, tempat kejadian, kronologis kejadian, nama korban dan nama pelaku, kerugian modus operandi
- Laporan diajukan secara tertulis harus ditandatangani oleh Pelapor
- Laporan yang diajukan secara lisan harus dicatat olehh Penyidik dan ditandatangani oleh Pelapor dan Penyidik
- Setelah menerima laporan, Penyidik memberikan tanda penerimaan laporan.
Berkaitan dengan uraian tersebut, laporan dapat diajukan dalam bentuk tertulis maupun lisan. Setelah memberikan laporan, Pelapor akan mendapatkan surat tanda diterimanya laporan tindak pidana tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 Ayat (6) KUHAP. Laporan terkait adanya tindak pidana, juga dapat mengalami daluarsa atau gugurnya masa waktu untuk mengajukan penuntutan, berikut penjelasannya:
- Untuk pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dengan alat cetak, jangka waktu daluwarsa adalah satu tahun, lewat satu tahun Jaksa kehilangan hak menuntut;
- Untuk kejahatan yang ancaman pidananya dibawah tiga tahun, jangka waktu daluwarsa adalah enam tahun;
- Untuk kejahatan yang ancaman kejahatannya diancam di atas tiga tahun, jangka waktu daluwarsanya adalah dua belas tahun;
- Untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, jangka waktu daluwarsanya delapan belas tahun;
- Bagi yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun masa daluwarsa dikurangi sepertiganya.[4]
Pengaduan Tindak Pidana
Dalam Pasal 1 Angka 25 KUHAP, menyebutkan bahwa Pengaduan adalah pemberitahuan resmi disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.[5] Pengertian yang terdapat dalam Pasal 1 Angka 25 KUHAP, diketahui bahwa pemberitahuan dari seseorang yang terkait atau korban yang dirugikan terhadap tindak pidana yang telah terjadi kepada pihak yang berwajib agar segera ditindak lanjuti.
Dalam tindak pidana aduan tuntutan itu baru dapat dilakukan apabila terdapat dasar pengaduan (permintaan) dari orang yang terkena/korban atau yang merasa dirugikan karena terjadinya tindak pidana tersebut ataupun orang yang berhak mengadu. Jadi tidak semua delik atau tindak pidana dapat diadukan ke pejabat yang berwenang. Sebab dalam tindak pidana aduan baru dapat dilakukan tindakan atau proses atas dasar pengaduan atau permintaan dari orang yang terkena atau korban dari tindak pidana tersebut.[6]
Dalam tindak pidana aduan dibedakan atas 2 (dua) bagian, yaitu tindak pidana aduan absolut dan tindak pidana aduan relatif. Disebut dengan tindak pidana aduan absolut karena merupakan tindak pidana yang tidak dapat dituntut. Apabila tidak ada pengaduan dari pihak korban atau yang dirugikan atau yang dipermalukan pada tindak pidana tersebut, sebab dalam tindak pidana aduan absolut yang dituntut bukan hukumannya tetapi merupakan peristiwanya, maka dalam tuntutan tersebut harus berbunyi “saya minta agar peristiwa ini segera dituntut”.[7] Disebut dengan tindak pidana aduan relatif karena merupakan suatu tindak pidana yang penututannya ke depan sidang pengadilan, hanya dapat dilakukan atas pengaduan dari pihak yang dirugikan atau mendapat malu dengan tindak pidana tersebut. Pengaduan dalam hal ini dapat dicabut sewaktu-waktu dalam tempo 3 (tiga) bulan sejak dimasukkannya pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 KUHAP.
Dalam melakukan pengaduan terkait adanya suatu tindak pidana, perlu memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan isi dari pengaduan tersebut, sebagai berikut:
- Berisi tentang waktu aduan disampaikan
- Berisi identitas Pengadu
- Berisi uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana/peristiwa yang diadukan, waktu kejadian, tempat kejadian, kronologis kejadian, nama korban dan nama pelaku, kerugian, modus operandi.
- Aduan yang diajukan secara tertulis ditandatangani oleh Pengadu
- Aduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh penyelidik dan ditandatangani oleh Pengadu dan Penyidik
- Setelah menerima aduan, Penyidik memberikan tanda penerimaan aduan
Dalam pengaduan terkait tindak pidana juga perlu memperhatikan daluwarsa suatu tindak pidana yang diatur dalam Pasal 74 KUHP yang menjelaskan bahwa pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu 6 (enam) bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam waktu 9 (sembilan) bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia dan jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu tersebut belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu tersebut.
Dari uraian di atas apabila pengaduan dilakukan lebih dari enam bulan sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan (jika bertempat tinggal di Indonesia) atau lebih dari 9 (sembilan) bulan (jika berada di luar Indonesia) maka tindak pidana yang diajukan tersebut menjadi kadaluwarsa.
Perbedaan Laporan dan Pengaduan Tindak Pidana
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa perbedaan antara laporan dan pengaduan adanya tindak pidana, sebagai berikut:
- Laporan dapat diajukan terhadap segala tentang perbuatan pidana, sedangkan pengaduan hanya mengenai tindak pidana tertentu dan harus adanya pengaduan dari pihak terkait atas tindak pidana tersebut;
- Laporan dapat diajukan oleh setiap orang yang mengetahui, melihat dan menyaksikan atau menjadi korban tindak pidana oleh karena hak atau kewajibannya. Sementara pengaduan hanya dapat dilakuan oleh orang tertentu saja yang mengalami tindak pidana tersebut atau orang mengalami kerugian atas pidana tersebut yang disebut dalam undang-undang tertentu;
- Dalam laporan isinya tentang pemberitahuan saja tanpa disertai permohonan sedangkan pengaduan isinya mengenai pemberitahuan dan disertai dengan permohonan untuk segera melakukan tindakan hukum;
- Laporan dapat diajukan kapan saja selama tidak melewati masa kadaluwarsa tindak pidana, sementara pengaduan hanya dapat diajukan dalam waktu tertentu saja. Jangka waktu pengaduan hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu enam bulan sesudah yang mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan;
- Laporan yang sudah masuk di kepolisian tidak dapat dicabut atau ditarik kembali, sementara pengaduan dapat dicabut atau ditarik kembali. Hal ini disebabkan oleh pengaduan berisi permintaan dari orang yang mengalami tindak pidana agar pelaku tindak pidana dituntut. Orang yang melakukan pengaduan menjadi syarat dalam melakukan penuntutan tindak pidana tersebut
Dengan demikian uraian terkait dengan perbedaan laporan dan pengaduan tindak pidana sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Pada dasarnya, setiap orang yang mengalami, melihat atau menjadi korban tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan/pengaduan kepada penyidik Kepolisian. Dengan adanya laporan dan pengaduan tersebut serangkaian proses hukum akan ditindak lanjuti dan menjadi dasar dalam membuat terang suatu peristiwa pidana.
[1] Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hlm. 1
[5] Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
[6] Duwi Handoko, Asas-Asas Hukum Pidana Dan Hukum Penitensier Di Indonesia, Hawa Dan Ahwa, Pekanbaru, 2017, hlm. 72.
[7] Ismu Gunadi Dan Jonaedi Efendi, Cepat Dan Mudah Memahami Hukum Pidana, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 61.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanResensi Buku: Teori Umum Tentang Hukum dan Negara oleh...
Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Dilarang Masuk Dalam Proses...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.