Perbedaan Kewenangan Lembaga Penjaminan Simpanan dan Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan di Bidang Perbankan

Perbankan merupakan salah satu jasa dalam sektor keuangan yang berpengaruh terhadap perekenomian negara. Sistem dalam perbankan yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Berdasarkan Pasal 37 B ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) menyatakan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Pasal 37 B ayat (2) juga menyatakan bahwa untuk menjamin dana masyarakat dibentuk suatu lembaga independen yang disebut Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut LPS). LPS dibentuk pada tahun 2004 sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan yang kemudian mengalami Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU LPS). Selain LPS juga terdapat lembaga lain yang memiliki kewenangan dibidang perbankan yaitu Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK). OJK dibentuk pada tahun 2011 sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut UU OJK).

LPS dan OJK merupakan lembaga yang sama-sama memiliki peran penting di bidang perbankan. Keduanya dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank, mendapat laporan dari bank dan menjatuhkan sanksi kepada bank. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah yang membedakan kewenangan diantara kedua lembaga tersebut khususnya dalam bidang perbankan? Berikut ini adalah perbedaan kewenangan antara LPS dan OJK.

Tabel 1.1 Perbedaan LPS dan OJK

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Dasar HukumUndang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan yang kemudian mengalami Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-UndangUndang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
FungsiBerdasarkan Pasal 4 UU LPS:

  1. menjamin simpanan nasabah penyimpan; dan
  2. turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan Pasal 5 UU OJK, fungsi OJK yaitu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
TugasBerdasarkan Pasal 5 UU LPS, LPS memiliki tugas :

  1. Dalam menjalankan fungsi menjamin simpanan nasabah, LPS mempunyai tugas:
  1. merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan; dan
  2. melaksanakan penjaminan simpanan
  1. Dalam menjalankan fungsi turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, LPS mempunyai tugas sebagai berikut:
  1. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan;
  2.  merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik; dan
  3. melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
Berdasarkan Pasal 6 UU OJK, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:

  1. kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;
  2. kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan
  3. kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

  1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.

Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang:

  1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  5. melakukan penunjukan pengelola statute;
  6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; dan
  8. memberikan dan/atau mencabut:
  1. izin usaha;
  2. izin orang perseorangan;
  3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
  4. surat tanda terdaftar;
  5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
  6. pengesahan;
  7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
  8. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan.
Kewenangan Berdasarkan Pasal 6 UU LPS, kewenangan LPS yaitu sebagai berikut :

  1. menetapkan dan memungut premi penjaminan;
  2. menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta;
  3. melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS;
  4. mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank;
  5. melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data sebagaimana dimaksud pada huruf d;
  6. menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim;
  7. menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu;
  8. melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan; dan
  9. menjatuhkan sanksi administratif.

Sedangkan, kewenangan terhadap penanganan Bank Gagal yaitu sebagai berikut :

  1. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS;
  2. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan;
  3. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan
  4. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.
Kewenangan OJK dibidang perbankan diatur dalam Pasal 7 UU OJK yang menyebutkan sebagai berikut :

  1. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi:
  1. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan
  2. kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
  1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi:
  1. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
  2. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
  3. sistem informasi debitur;
  4. pengujian kredit (credit testing); dan
  5. standar akuntansi bank;
  1. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian bank, meliputi:
  1. manajemen risiko;
  2. tata kelola bank;
  3. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
  4. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
  1. pemeriksaan bank.
SifatIndependen sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (3) UU LPSIndependen sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 UU OJK
Pertanggung JawabanBerdasarkan Pasal 2 ayat (4) UU LPS, LPS bertanggung jawab kepada PresidenOJK wajib lapor terhadap DPR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 38 UU OJK
Lingkup Perlindungan Terhadap Nasabah BankPasal 16 UU LPS menyatakan bahwa LPS membayar klaim penjaminan kepada Nasabah apabila Bank dinyatakan gagalBerdasarkan Pasal 28 sampai Pasal 30 terkait perlindungan konsumen terdiri atas edukasi untuk mencegah kerugian, adanya pelayanan pengaduan konsumen, serta pembelaan hukum oleh OJK
Alasan melakukan pemeriksaan kepada bankLPS dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank dengan alasan :

  1. pemeriksaan perhitungan premi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 14 ayat (3) UU LPS;
  2. Bank yang akan dan/atau telah dicabut izin usahanya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 ayat (2) UU LPS;
  3. Bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 UU LPS; dan
  4. Bank gagal yang berdampak sistematik maupun yang tidak berdampak sistematik
Penjelasan Pasal 29 UU OJK menyebutkan bahwa OJK dapat melakukan verifikasi dan pemeriksaan dalam rangka penyelesaian pengaduan konsumen
Dapat menjatuhkan sanksi kepada bank dalam hal
  1. Tidak membayar premi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 92 ayat (1) UU LPS
  2. Tidak menyampaikan laporan secara berkala sesuai dengan format yang ditentukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 92 ayat (1) UU LPS
OJK dapat menjatuhkan sanksi terhadap bank, apabila bank melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dalam sektor jasa keuangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 huruf i UU OJK
Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada bankSanksi Administratif berupa denda administratif dan/atau bunga sebagaimana ketentuan dalam Pasal 92 ayat (2) UU LPSSanksi Administratif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 9 huruf g UU OJK, sanksi yang dikenakan terhadap bank menurut Pasal 53 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan (selanjutnya disebut POJK 1/2013) berupa :

  1. Peringatan tertulis;
  2. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
  3. Pembatasan kegiatan usaha;
  4. Pembekuan kegiatan usaha; dan
  5. Pencabutan izin kegiatan usaha.

 

Berdasarkan tabel tersebut dapat kita ketahui mengenai perbedaan kewenangan antara LPS dan OJK. Perbedaan secara umum kewenangan LPS dan OJK dalam perbankan yaitu LPS sebagai lembaga penjamin dan menjaga stabilitas sistem perbankan, sedangkan kewenangan OJK yaitu sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan perbankan.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.