Peralihan Saham Karena Pewarisan
Pewarisan dimaknai sebagai pemindahan harta peninggalan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam hukum waris yang berlaku di Indonesia baik itu hukum waris perdata, hukum waris islam maupun hukum waris adat menempatkan anak-anak dari pewaris sebagai golongan ahli waris yang utama, dalam arti sanak saudara yang lain tidak menjadi ahli waris apabila pada saat meninggal dunia pewaris memiliki anak-anak.[1] Ketentuan mengenai pewarisan di Indonesia bersifat plural. Secara umum ketentuan mengenai pewarisan di Indonesia diatur dalam hukum waris perdata, hukum waris islam dan hukum waris adat.
Proses peralihan harta kekayaan dari orang yang telah mati kepada yang masih hidup dalam Hukum Waris terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
- Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan pada orang yang masih hidup. Dalam pengertian ini unsur yang penting ialah unsur harta kekayaan dan unsur orang yang masih hidup. Unsur meninggalnya orang tidak perlu dipersoalkan sebabnya;
- Harta Warisan, yaitu adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris setelah dikurangi dengan semua Harta warisan ini menjadi hak ahli waris;
- Ahli Waris, yaitu setiap orang yang berhak atas harta peninggalan pewaris.[2]
Dari unsur yang tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk menjadi ahli waris hanya cukup ditentukan dengan adanya hubungan darah atau hubungan perkawinan. Kegiatan dalam hal pewarisan tidak terlepas dari kehidupan masyarakat yang terus berkembang, terlihat pada jenis harta kekayaan yang menjadi objek dari pewarisan ialah berupa saham dari suatu perseroan yang merupakan benda tidak berwujud dan terdapat ketentuan khusus dalam peralihannya.[3]
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) disebutkan bahwa modal dasar Perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 Ayat (1) UUPT. Maka dapat diketahui, saham menjadi modal dasar dari pembentukan suatu badan hukum dari Perseroan yang termuat dalam anggaran dasar perseroan terbatas. Saham merupakan benda bergerak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 60 Ayat (1) UUPT, hal ini juga dijelaskan dalam bagian penjelasan Pasal 60 Ayat (1) UUPT bahwa disebutkan bahwa kepemilikan atas saham sebagai benda bergerak memberikan hak kebendaan (vermogensrecht) kepada pemiliknya. Menurut pendapat Hatta Isnaini menyatakan bahwa:
Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak atas sesuatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun.
Berkaitan dengan kepemilikan atas saham, mengacu pada ketentuan Pasal 48 UUPT yang menjadi dasar kepemilikan saham sebagaimana berbunyi sebagai berikut:
- Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.
- Persyaratan kepemilikan saham dapat ditetapkan dalam anggaran dasar dengan memperhatikan persyaratan yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Dalam hal persyaratan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah ditetapkan dan tidak dipenuhi, pihak yang memperoleh kepemilikan saham tersebut tidak dapat menjalankan hak selaku pemegang saham dan saham tersebut tidak diperhitungkan dalam kuorum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Saham sebagai modal dari berdirinya suatu perseroan terbatas diperoleh dari modal yang disetorkan oleh pendiri perseroan itu sendiri yang dapat beralih dalam hal pemegang hak atas saham telah meninggal dunia. Secara implisit, beberapa pasal dalam UUPT menjelaskan mengenai saham dan persyaratan dari beralihnya kepemilikan saham dari pemilik saham yang telah meninggal kepada ahli warisnya. Beralihnya saham sebagai objek pewarisan tidak diatur secara eksplisit dalam UUPT, namun dalam Pasal 57 UUPT disebutkan bahwa:
(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:
- keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemegang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;
- keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Organ Perseroan; dan/atau
- keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal pemindahan hak atas saham disebabkan peralihan hak karena hukum, kecuali keharusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkenaan dengan kewarisan.
Dari rumusan pasal tersebut di atas, pemindahan hak atas saham sebagai akibat dari peristiwa pewarisan tidak harus mendapatkan persetujuan dari organ perseroan yaitu Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris, namun untuk kondisi tertentu harus mendapatkan persetujuan dari instansi terkait sebagaimana dalam Pasal 57 Ayat (1) Huruf c UUPT yaitu keharusan mendapat persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang. Tidak jelas apa kaitan pemindahan hak karena kewarisan dengan persetujuan instansi yang berwenang.[4]Berkaitan dengan hal tersebut dapat dimaknai bahwa dengan dimungkinkannya pemindahan hak atas saham sebagai akibat dari pewarisan maka saham dapat menjadi objek waris.
Pada praktiknya, memiliki prosedur yang harus dipenuhi oleh Ahli Waris dengan memperhatikan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan. Oleh karena itu, dalam proses peralihannya mengharuskan pemegang saham penjual menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada pemegang saham klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya, dan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penawaran dilakukan ternyata pemegang saham tersebut tidak membeli, pemegang saham penjual dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada pihak ketiga.
Peralihan hak atas saham dilakukan dengan akta pemindahan hak. Akta pemindahan hak atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan. Akta tersebut dapat berupa akta yang dibuat di hadapan notaris maupun akta bawah tangan. Apabila saham perseroan terbatas dimiliki oleh lebih dari satu orang (misalnya karena pewarisan), maka harus ditunjuk salah satu dari mereka yang mana untuk mewakili pemegang saham. Selanjutnya, direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham, tanggal, dan hari pemindahan hak tersebut dalam daftar pemegang saham atau daftar khusus. Direksi juga memberitahukan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatat dalam daftar perseroan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pencatatan pemindahan hak. Pemberitahuan perubahan susunan pemegang saham kepada Menteri Hukum dan HAM termasuk juga perubahan susunan pemegang saham yang disebabkan karena warisan, pengambilalihan, atau pemisahan. Apabila pemberitahuan belum dilakukan, Menteri Hukum dan HAM menolak permohonan persetujuan atau pemberitahuan yang dilaksanakan berdasarkan susunan dan nama pemegang saham yang belum diberitahukan tersebut.
[1] Ika Febriasari, Kedudukan Keponakan Sebagai Ahli Waris Pengganti Dalam Sengketa Waris Melawan Anak Angkat Penerima Wasiat Wajibah, Jurnal Al-Adl, Volume X Nomor 1, Januari 2018
[2] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hlm. 267
[3] Amadeo Tito Sebastian & Habib Adjie, Hak Ahli Waris Warga Negara Asing Atas Obyek Waris Berupa Saham Perseroan Terbatas Penanaman Modal Dalam Negeri, Jurnal Al’Adi Volume X Nomor 2, Juli 2018
[4] M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 272
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPerubahan Penanaman Modal Dalam Negeri Menjadi Penanaman Modal Asing
Uang Puluhan Juta Dimakan Rayap, Bagaimana Proses Penukarannya?
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.