Penyitaan Honor Rossa

Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Polri), menyita honor salah satu Penyanyi terkenal di Indonesia yakni Rossa pada saat manggung di acara DNA Pro. Penyitaan honor tersebut disebabkan adanya dugaan hasil pencucian uang yang dilakukan oleh DNA Pro.[1] DNA Pro sendiri merupakan salah satu platform aplikasi robot trading yang merupakan produk dari PT. DNA Pro Akademi. Beberapa hari lalu, platform trading ini (DNA Pro) diduga melakukan penipuan yang diperkirakan total kerugiannya sebesar Rp 97 miliar rupiah, yang melibatkan beberapa Artis salah satunya adalah Rossa yang diperiksa sebagai saksi.
Menurut keterangan dari Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Gatot Repli Handoko menyebutkan 3 (tiga) alasan penyitaan tersebut, adalah uang honor tersebut bersumber dari kejahatan aktivitas trading ilegal DNA Pro, sebagai alat bukti kejahatan DNA Pro dan uang berasal dari korban trading abal-abal.[2] Namun, hal ini kemudian diklarifikasi oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Pori Brigjen Pol Whisnu Hermawan mengaku bahwa Rossa tidak menyerahkan uang hasil manggungnya ke pihak kepolisian dikarenakan Rossa mengisi acara tersebut didasari dengan kontrak profesional.
Terlepas mengenai adanya klarifikasi dari pihak Bareskrim Polri dalam hal penyitaan terhadap suatu barang bukti yang berkaitan dengan suatu tindak pidana, perlu diketahui mengenai penyitaan itu sendiri. Penyitaan adalah tindakan hukum dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik untuk menguasai secara hukum atas suatu barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak yang diduga terkait erat dengan tindak pidana yang sedang terjadi.[3] Terdapat pendapat dari J.C.T Simorangkir yang menjelaskan mengenai penyitaan sebagai berikut
“Penyitaan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang menguasai sementara waktu barang-barang baik yang merupakan milik terdakwa ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu tindak pidana dan berguna untuk pembuktian. Jika ternyata kemudian bahwa barang tersebut tidak ada hubungannya dengan kejahatan yang dituduhkan, maka barang tersebut akan dikembalikan kepada pemiliknya.”[4]
Mengenai Penyitaan sendiri, diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Penyitaan didefinisikan dalam Pasal 1 Angka 16 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.
Dari maksud Pasal 1 Angka 16 KUHAP terkait Penyitaan dapat diketahui bahwa penyitaan termasuk tahap penyidikan, penyitaan bersifat pengambil alihan atau penyimpanan dibawah penguasaan penyidik atas suatu benda milik orang lain, benda yang disita itu berupa benda bergerak dan tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud dan penyitaan itu untuk kepentingan pembuktian. Berkaitan dengan tujuan dilakukannya penyitaan, merujuk pendapat dari M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa:
“Tujuan penyitaan, untuk kepentingan “pembuktian”, terutama ditujukan sebagai barang bukti di muka sidang peradilan. Kemungkinan besar tanpa barang bukti, perkara tidak dapat diajukan ke sidang pengadilan. Oleh karena itu, agar perkara tadi lengkap dengan barang bukti, penyidik melakukan penyitaan untuk dipergunakan sebagai bukti dalam penyidikan, dalam penuntutan dan pemeriksaan persidangan pengadilan.”[5]
Pasal 38 Ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa penyitaan dilakukan oleh Penyidik dengan surat izin ketua Pengadilan negeri setempat. Berkaitan dengan dugaan pencucian uang yang dilakukan oleh DNA Pro dan dikaitkan dengan Penyitaan honor Rossa, dilihat dalam ketentuan KUHAP yang mengatur dan memberikan kewenangan kepada penyidik untuk melakukan tindakan penyitaan terhadap benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang tertuang dalam pasal pasal 39 ayat 1 KUHAP yaitu:
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
- Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian yang diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
- Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
- Benda yang dipergunakan untuk mengahalang-halangi penyidikan tindak pidana;
- Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
- Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
Dalam keadaan tertangkap tangan, penyidik diberi kewenangan untuk melakukan penyitaan atas benda yang meliputi:
- Benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dipakai sebagai barang bukti (Pasal 40 KUHAP).
- Paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos, dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda yang diperuntukan kepada tersangka, harus diberikan surat tanda penerimaan (Pasal 41 KUHAP).[6]
Selain penyitaan terhadap benda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Ayat (1) KUHAP tersebut, juga terdapat penyitaan surat-surat. Pengertian surat atau tulisan lain adalah surat atau tulisan yang disimpan atau dikuasai oleh orang tertentu, dimana orang itu yang menyimpan atau menguasai surat itu, diwajibkan merahasiakannya oleh undang-undang, misalnya seorang notaris. Surat atau tulisan yang meyangkut rahasia negara tidak takluk.[7] Pengaturan tentang Penyitaan surat terdapat dalam ketentuan Pasal 47 KUHAP, Pasal 49 KUHAP dan Pasal 131 KUHAP serta Pasal 132 KUHAP. Lebih lanjut, M. Yahya Harahap menerangkan bahwa:
“Mengenai syarat dan cara penyitaannya yaitu hanya dapat disita atas persetujuan mereka yang dibebani kewajiban oleh undang-undang untuk merahasiakan. Misalnya akta notaris atau sertifikat, hanya dapat disita atas persetujuan notaris atau pejabat agraria yang bersangkutan. Jika dalam melakukan penyitaan mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakan surat atau tulisan tidak menyetujui untuk dilakukan penyitaan maka penyitaan dapat dilakukan atas izin khusus dari Ketua pengadilan negeri.”[8]
Sebenarnya apabila dikaitkan dengan kasus Penyitaan honor Rossa sebagai pengisi acara di DNA Pro, apabila dilihat dari ketentuan dalam KUHAP dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), tidak menjelaskan secara jelas mengenai penghasilan yang didapatkan dari suatu perjanjian pembayaran jasa dapat dilakukan penyitaan. Melainkan dalam Pasal 2 Ayat (1) UU TPPU menjelaskan secara rinci mengenai harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana. Rossa sebagai penerima atas uang yang diduga hasil kejahatan DNA Pro, dapat saja dipidana apabila memenuhi unsur yang terdapat dalam Pasal 5 UU TPPU yang berbunyi:
“Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Dalam unsur tersebut, terdapat kata “… yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana”, unsur tersebut dapat terpenuhi apabila Rossa memang telah mengetahui atau menduga bahwa kekayaan DNA Pro yang digunakan untuk membayar jasanya adalah berasal dari tindak kejahatan. Berkaitan dengan penyitaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Penjelasan UU TPPU menyebutkan sebagai berikut:
“Dalam konsep antipencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila Harta Kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian Harta Kekayaan hasil tindak pidana.”
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan harta kekayaan dalam TPPU disebutkan dalam Pasal 1 butir 13 UU TPPU sebagai:
“Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.”
Berbeda dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mengatur terkait perampasan harta pada pihak ketiga, yang mana diatur dalam pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan:
“Putusan pengadilan mengenai perampasan barang-barang bukan kepunyaan terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikat baik akan dirugikan.”
Di dalam UU TPPU tidak diatur secara tegas mengenai perampasan terhadap harta pihak ketiga dan terkait kerugian terhadap pihak ketiga atas perampasan uang yang tidak diketahuinya berasal dari tindak pidana tersebut.
[1] Kadek Melda Luxiana, Penyitaan Honor Nyanyi Rossa dari DNA Pro Dinilai Tak Bijaksana, https://news.detik.com/berita/d-6051017/penyitaan-honor-nyanyi-rossa-dari-dna-pro-dinilai-tak-bijaksana
[2] Nur Afitria Cika Handayani, 3 Alasan Polisi Sita Honor Manggung Rossa Rp 172 Juta Gegara Kasus DNA Pro, https://www.suara.com/entertainment/2022/04/25/152225/3-alasan-polisi-sita-honor-manggung-rossa-rp-172-juta-gegara-kasus-dna-pro?page=2
[3] Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan Hukum Progresif, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
[4] J.C.T. Simorangkir, Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta, 1983.
[5] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan dan Penuntutan), Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
[6] Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti dalam Proses Pidana, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 1989.
[7] M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP, Edisi Kedua, Jakarta, Penerbit Sinar Grafika, 2012.
[8] Ibid.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.