Penyalahgunaan Keadaan Dalam Perjanjian
Perjanjian merupakan hal lumrah yang dilakukan oleh beberapa pihak untuk menyepakati suatu hal tertentu. Walaupun dalam perjanjian dikenal adanya asas kebebasan berkontrak sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPer), perjanjian yang dibuat harus memenuhi unsur dan syarat sahnya suatu perjanjian serta tidak melanggar kaidah hukum yang berlaku. Apabila dalam suatu perjanjian ditemukan suatu hal yang melanggar kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat, maka perjanjian tersebut dapat batal demi hukum dan/atau dapat dibatalkan. Melanggar kaidah hukum dapat disama artikan dengan tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPer diantaranya yaitu harus memenuhi syarat subyektif yang terdiri dari kecakapan para pihak dan adanya kesepakatan, serta syarat obyektif yang terdiri dari adanya suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Tidak terpenuhinya syarat subyektif mengakibatkan perjanjian batal demi hukum, sedangkan tidak terpenuhinya syarat obyektif mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Pasal 1321 KUHPer menyebutkan 3 (tiga) alasan untuk pembatalan perjanjian yaitu :
- kekhilafan/kesesatan (dwaling) juncto pasal 1322 KUHPerdata;
- paksaan (dwang), juncto pasal 1323, 1324, 1325, 1326 dan 1327 KUHPerdata;
- penipuan (bedrog) juncto pasal 1328 KUHPerdata.
Seiring dengan perkembangannya, hal-hal yang dapat membatalkan suatu perjanjian tidak hanya disebabkan oleh 3 (tiga) alasan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1321 KUHPer, tetapi juga karena adanya penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) yang sebelumnya hanya diterapkan dalam negara dengan sistem common law. Namun, sejak bulan Januari Tahun 1992 Negara Belanda yang dikenal dengan penganut sistem hukum civil law menerapkan dalam sistem hukumnya bahwa perjanjian dapat dibatalkan apabila satu pihak dalam melakukan perjanjian tersebut berada dalam keadaan darurat aatau terpaksa atau dalam keadaan dimana pihak lawannya mempunyai keadaan psikologis yang lebih kuat dan menyalahgunakan keadaan tersebut dalam membuat perjanjian. Hal ini dicantumkan dalam Buku III Pasal 44 ayat (1) Nieuw Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut NBW).
Penyalahgunaan keadaan ini berkaitan dengan syarat subyektif perjanjian, sehingga dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu :
- Penyalahgunaan keunggulan ekonomis, yaitu dimana satu pihak memiliki keunggulan ekonomis daripada pihak yang lain, sehingga pihak lain tersebut terpaksa mengadakan perjanjian;
- Penyalahgunaan keunggulan kejiwaan, yaitu apabila salah satu pihak menyalahgunakan ketergantungan relatif, seperti hubungan kepercayaan dokter dengan pasien, pendeta dengan jemaat, atau orang tua dengan anak, atau salah satu pihak menyalahgunakan keadaan jiwa yang istimewa dari pihak lain, seperti kurangnya Pendidikan, adanya gangguan jiwa, kondisi badan yang tidak baik dan sebagainya yang mengakibatkan pihak lain tersebut dalam keadaan demikian terpaksa mengadakan perjanjian.
Pada dasarnya tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai penyalahgunaan keadaan sebagai salah satu hal yang dapat membatalkan perjanjian. Namun, terdapat yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 3641 K/Pdt/2001 yang menyatakan sebagai berikut :
“Bahwa azas kebebasan berkontrak tidak bersifat mutlak yang berarti dalam keadaan tertentu Hakim berwenang melalui tafsiran hukum untuk meneliti serta menyatakan bahwa kedudukan para pihak dalam suatu perjanjian berada dalam keadaan yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya seolah-olah perjanjian terjadi secara sepihak. Mengingat sistem hukum perjanjian yang bersifat terbuka, maka pada waktu terjadi suatu perjanjian yang berlaku tidak hanya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Hukum Adat saja, tetapi nilai-nilai hukum lainnya yang hidup dikalangan rakyat lainnya sesuai dengan kepatutan, keadilan perikemanusiaan seperti penyalahgunaan keadaan atau larangan penyalah gunaan ekonomi yang berlaku secara berdampingan dan saling mengisi sehingga merupakan suatu datu kesatuan. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dimaksud mempunyai pengaruh yang dapat dipakai sebagai upaya terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disepakati.”
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa saat ini penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian juga bagian dari hal yang dapat membatalkan perjanjian. Faktor-faktor yang dapat dianggap sebagai ciri penyalahgunaan keadaan yaitu :
- Adanya keadaaan ekonomis yang menekan, kesulitan keuangan yang mendesak; atau
- Adanya hubungan atasan-bawahan, keunggulan ekonomis pada salah satu pihak, hubungan majikan-buruh, orang tua/wali-anak belum dewasa; ataupun
- Adanya keadaan lain yang tidak menguntungkan, seperti pasien yang membutuhkan pertolongan dokter ahli;
- Perjanjian tersebut mengandung hubungan yang timpang dalam kewajiban timbal-balik antara para pihak (prestasi yang tak seimbang), seperti pembebasan majikan dari menanggung resiko dan menggesernya menjadi tanggungan buruh;
- Kerugian yang sangat besar bagi salah satu pihak.
Menurut Dr. Faizal Kurniawan, S.H.,M.H.,LL.M, persyaratan penyalahgunaan keadaan, yaitu sebagai berikut :
- Keadaan khusus, seperti keadaan yang mendesak, ketergantungan, kecerobohan, kondisi mental yang tidak normal atau ketiadaan pengalaman;
- Suatu hal yang nyata, pengetahuan, salah satu pihak tahu atau seharusnya tahu bahwa ada keadaan khusus yang memotivasi pihak pertama;
- Penyalahgunaan, pihak tersebut harus sudah mengusulkan pembentukan kontrak meskipun hal-hal yang dia tahu atau seharusnya tahu bisa membuat dia tidak dapat memiliki kontrak tersebut;
- Kausalitas, diperlukan syarat bahwa kontrak tidak akan terjadi jika tidak ada penyalahgunaan keadaan.
Sedangkan untuk pembuktian ada tidaknya penyalahgunaan keadaan, indikator yang dapat menjadi patokan adalah :
- Dari aspek formulasi perjanjian, prestasi dan kontra prestasi yang dibebankan kepada para pihak tidak berimbang secara mencolok dan bahkan tidak patut; dan
- Dari aspek proses ditutupnya perjanjian, hal itu terjadi dikarenakan adanya pihak yang menyalahgunakan keadaan sebagai akibat memiliki posisi tawar yang lebih tinggi, baik berupa kelebihan secara ekonomi ataupun psikologis.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.