Penutupan atau Pembubaran Perseroan Terbatas (PT)
Pada dasarnya ketentuan mengenai penutupan atau pembubaran Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Ketentuan Pasal 142 sampai dengan Pasal 152 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang telah mengalami perubahan dalam ketentuan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU PT). Pasal 142 UU PT menyatakan bahwa pembubaran PT terjadi berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
- Berdasarkan keputusan RUPS;
- karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
- berdasarkan penetapan pengadilan;
- dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
- karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
- karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembubaran PT wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator dan PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan PT dalam rangka likuidasi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 142 ayat (2) UU PT. Apabila pembubaran terjadi berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) karena jangka waktu berdirinya PT telah ditetapkan dalam anggaran dasar atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan pengadilan niaga dan RUPS tidak menunjuk likuidator, maka yang bertindak sebagai likuidator adalah Direksi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 142 ayat (3) UU PT.
Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, dapat mengajukan usul pembubaran PT kepada RUPS sebagaimana ketentuan dalam Pasal 144 ayat (1) UU PT. Keputusan RUPS dalam hal akan dilakukannya pembubaran terhadap PT harus dilakukan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89 juncto Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8) dan ayat (9) UU PT yaitu dengan cara musyawarah dan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
- RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar;
- Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua;
- RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
- Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga;
- Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri;
- Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) harisebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan;
- RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan.
Apabila pembubaran PT terjadi karena jangka waktu berdirinya PT yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir, maka dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir RUPS menetapkan penunjukan likuidator sebagaimana ketentuan dalam Pasal 145 ayat (1) dan ayat (2) UU PT. Setelah jangka waktu berdirinya PT yang ditetapkan dalam anggaran dasar berakhir, maka Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama PT sebagaimana ketentuan dalam Pasal 145 ayat (3) UU PT. Maka selanjutnya, yaitu akan dilakukan pemberesan harta kekayaan oleh likuidator sebagaimana kewajiban likuidator.
Pasal 143 UU PT menyatakan bahwa pembubaran PT tidak mengakibatkan PT kehilangan badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pembubaran Perseroan, likuidator wajib memberitahukan pihak-pihak yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 147 UU PT yaitu:
- Kepada semua kreditor mengenai pembubaran Perseroan dengan cara mengumumkan pembubaran Perseroan dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia; dan
- pembubaran Perseroan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan bahwa Perseroan dalam likuidasi.
Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia harus memuat hal-hal sebagai berikut:
- Pembubaran Perseroan dan dasar hukumnya;
- Nama dan alamat likuidator;
- tata cara pengajuan tagihan; dan
- jangka waktu pengajuan tagihan (60 hari terhitung sejak tanggal diumumkan).
Sedangkan pemberitahuan kepada Menteri Hukum dan HAM wajib dilengkapi dengan bukti sebagaimana ketentuan dalam Pasal 147 ayat (4) UU PT diantaranya:
- Dasar hukum pembubaran Perseroan; dan
- Pemberitahuan kepada kreditor dalam surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
Pasal 148 ayat (1) UU PT menyatakan bahwa apabila pemberitahuan kepada Kreditor dan Menteri Hukum dan HAM belum dilakukan, maka pembubaran perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga. Apabila tidak dilakukannya pemberitahuan karena kelalaian likuidator, maka likuidator secara tanggung renteng dengan PT bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga sebagaimana ketentuan dalam Pasal 148 ayat (2) UU PT.
Dalam hal likuidator memperkirakan bahwa utang PT lebih besar daripada kekayaan PT, likuidator wajib mengajukan permohonan pailit PT, kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain, dan semua kreditor yang diketahui identitas dan alamatnya, menyetujui pemberesan dilakukan di luar kepailitan. Kemudian likuidator menerbitkan pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara Republik Indonesia mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi. Atas pengumuman tersebut, Kreditor dapat mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana ketentuan dalam Pasal 149 ayat (3) UU PT. Apabila hal tersebut ditolak oleh likuidator, maka kreditor dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan. Namun, apabila harta kekayaan PT lebih besar dari utangnya, sehingga tersisa harta kekayaan PT, maka likuidator membagikan sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham sebagaimana ketentuan dalam Pasal 149 ayat (1) huruf d UU PT. Pembagian sisa harta kekayaan hasil likuidasi tersebut dibagikan kepada pemegang saham sebatas nilai saham yang dimilikinya.[1] Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 143 ayat (1) UU PT, pembubaran PT tidak akan kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Berdasarkan hal tersebut, maka PT dapat dinyatakan benar-benar telah dibubarkan setelah menyelesaikan proses likuidasi dan pertanggung jawaban likuidator telah diterima oleh RUPS atau pengadilan.
[1] http://repository.unair.ac.id/13790/10/10.%20Bab%203.pdf
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.