Penjualan Aset Perseoran Terbatas

Perseroan Terbatas merupakan salah satu pengendali pertumbuhan perekonomian di Indonesia dalam menjalankan usaha ternama dalam hal pendapatan pajak oleh Negara serta penerimaan-penerimaan negara yang tidak termasuk pajak, hadirnya Perseroan Terbatas di Indonesia juga menguntungkan bagi masyarakat luas, terutama dalam hal terbukanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya karena perusahaan yang berbentuk badan hukum atau perseroan memiliki modal yang besar sehingga usaha yang dijalankan juga besar dan membutuhkan tenaga kerja yang bersar pula. Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT) menyebutkan bahwa:

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya

Perbuatan hukum Perseroan Terbatas tidak terlepas dari perantaraan orang (manusia) karena Perseroan Terbatas merupakan badan hukum bukanlah mahluk hidup sebagaimana seperti manusia yang memiliki akal dan pikiran, untuk itu Perseroan Terbatas memerlukan organ-organ yang mana merupakan unsur esensialia yang harus ada pada organ Perseroan Terbatas dimana nantinya akan menjalankan segala aktivitas Perseroan Terbatas, baik mewakili dalm melakukan perbuatan hukum maupun menjalankan manajemen operasional perusahaan. Dalam Pasal 1 Angka 2 UUPT menyatakan Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris.

Seperti disebutkan di atas bahwa organ-organ Perseroan Terbatas terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris yang dimana ketiga organ tersebut memiliki fungsi, tugas, dan tanggung jawab masing-masing. Ketiga organ Perseroan tersebut di atas kekuasaan tertinggi ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dimana RUPS tidak dapat dipisahkan dari perseroan. Melalui RUPS, para pemegang saham sebagai pemilik Perseroan melakukan kontrol terhadap kepengurusan yang dilakukan Direksi maupun terhadap kekayaan serta kebijakan kepengurusan yang dijalankan menejemen perseroan.[1] Pasal 1 Angka 4 UUPT menyebutkan bahwa:

Rapat Umum Pemegang Saham selanjutnya disebut RUPS sebagai organ perseroan mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau dewan komisaris, namun dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas dan atau anggaran dasar Perseroan Terbatas yang bersangkutan.

Terhadap kekayaan yang dimiliki oleh perseroan terbatas merupakan kewajiban para pendiri atau pemegang saham untuk menyetor sahamnya masing-masing, baik berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Aset yang dimiliki oleh perseroan merupakan kekayaan perseroan yang dicatatkan di dalam buku besar akuntansi perusahaan baik berbentuk materiil maupun immateriil. Perlu diketahui tidak sedikit aset perseroan telah mengalami penyusutan nilai karena memiliki masa yang sudah cukup tua sehingga perseroan bermaksud untuk mengalihkan aset tersebut dengan penjualan, terkadang terdapat Perseroan mengalihkan asetnya dengan alasan bahwa aset tersebut tidak begitu diperlukan untuk menunjang operasional atau alasan-alasan lain yang masih dalam kepentingan perseroan.[2]

Tindakan pengalihan aset merupakan salah satu solusi untuk menghemat biaya perawatan aset apalagi aset yang tidak berfungsi dengan baik untuk menunjang operasional perusahaan sehingga Perseroan mengambil keputusan untuk menjual. Pengalihan aset dengan cara menjual merupakan hal yang sangat riskan atau penuh dengan resiko karena aset perusahaan merupakan harta kekayaan perusahaan yang diperoleh, baik dari pemegang saham yang disetorkan pada awal pendirian perseroan dengan perhitungan nilai nominal saham per lembarnya maupun diperoleh dari penghasilan atau keuntungan perusahaan dengan cara pembelian aset-aset atau dalam bentuk lainnya, sehingga pengalihan kekayaan perusahaan dengan cara penjualan aset harus dilaksanakan dengan penuh kehatia-hatian dan memenuhi prosedur yang ditentukan di dalam anggaran dasar perseroan atau undang-undang perseroan.[3]

Terkait dengan penjualan aset perusahaan, kewenangan tersebut diberikan kepada Direksi sebagaimana telah diatur di dalam anggaran dasar. Perbuatan hukum pengalihan kekayaan perseroan telah diatur sebagaimana ketentuan yang ditegaskan dalam Pasal 102 Ayat (1) UUPT, yang berbunyi :

(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:

  1. Mengalihkan kekaayaan Perseroan; atau
  2. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan

Yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satus sama lain maupun tidak.

 

Dalam ketentuan tersebut, pengalihan kekayaan perseroan disebutkan apabila melebihi dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak, wajib untuk mendapatkan persetujuan RUPS. Sementara dalam ketentuan Pasal 102 Ayat (4) UUPT, meskipun tanpa persetujuan RUPS tindakan hukum pengalihan kekayaan tetap mengikat, yang berbunyi:

(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tanpa persetujuan RUPS, tetap mengikat Perseroan sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik.

Apabila mencermati bunyi pasal tersebut di atas, perbuatan hukum pengalihan kekayaan perseroan yang melebihi 50 % (lima puluh persen) memungkinkan dapat dilakukan tanpa persetujuan RUPS dengan syarat sepanjang pihak lain dalam perbuatan hukum tersebut beritikad baik. Berkaitan dengan hal tersebut, pengalihan kekayaan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1) UUPT tidak berlaku atas dasar pelaksanaan kegiatan usaha Perseroan yang sesuai dengan maksud dan tujuan serta bidang usaha yang disebutkan dalam anggaran dasarnya. Misalnya, penjualan rumah oleh perusahaan real estate, penjualan surat berharga antar bank, dan penjualan barang dagangan (inventori) oleh perusahaan distribusi atau perusahaan dagang, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 102 ayat (3) UUPT dan penjelasannya.

Sebagai catatan, apabila suatu Perseroan ingin melakukan penjualan aset, terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi sebagai berikut:

  1. Persyaratan internal perseroan ini merupakan persyaratan yang digariskan oleh perseroan secara internal dan berlaku juga secara internal. Ketentuan internal perseroan dapat dilihat dalam anggaran dasarnya atau dokumen-dokumen internal lainnya, seperti share holder agreement. Dalam anggaran dasar, biasanya ditentukan bahwa jika perseroan ingin mengalihkan asetnya yang dianggap penting, hal tersebut dapat dilakukan oleh Presiden Direktur atau Dewan Direksi dengan persetujuan Dewan Komisarisnya atau atas persetujuan RUPS.
  2. Persyaratan eksternal perseroan adalah setiap persyaratan yang telah dibuat oleh perseroan dengan pihak luar, yang harus dipenuhi oleh perseroan jika hendak mengalihkan aset-asetnya.
  3. Persyaratan eksternal non perseroan adalah persyaratan atau formalitas yang diharuskan oleh hukum atas transaksi-transaksi peralihan hak, tanpa memperhatikan apakah transaksi yang bersangkutan dilakukan oleh perseroan atau pribadi.
  4. Persyaratan dan UUPT Berdasarkan Pasal 88 ayat (1) UUPT bahwa Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan. Keputusan RUPS tersebut sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dan jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dan jumlah suara tersebut Pasal 88 Ayat (3) UUPT. Peralihan aset juga harus diumumkan dalam dua surat kabar harian terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.[4]

Tanggung jawab Direksi terhadap perbuatan hukum penjualan aset perseroan, dibebankan secara penuh kepada Direksi. Apabila terhadap transaksi penjualan aset perseroan tersebut mengalami kerugian yang diderita oleh perseroan, maka Direksi wajib bertanggung jawab penuh secara pribadi, dimana masing-masing anggota Direksi wajib mengganti kerugian perseroan dengan harta kekayaan pribadinya.

 

[1] M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 306

[2] Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas, Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 49

[3] Musriansyah & Sihabudin, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham Dalam Penjualan Aset Perseroan Berdasarkan Pasal 102 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 2, Nomor 2, Desember 2017

[4] Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 190

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.