Penghentian Penyidikan Kasus Narkoba Ardhito Pramono

Selebriti yang dikenal sebagai aktor sekaligus musisi yakni Ardhito Pramono, telah ditetapakan menjadi tersangka kasus dugaan penyalahgunaan narkotika jenis ganja. Penangkapan terhadap Ardhito Pramono tersebut, dilakukan pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2022 di tempat salah satu rumah di Klender, Jakarta Timur.[1] Polisi kemudian melakukan pemeriksaan barang bukti dan urin. Hasil pemeriksaan di antaranya hasil barbuk di laboratorium terhadap barang bukti ganja dinyatakan positif mengandung tetrahydrocannabinol atau ganja.[2]
Setelah ditangkap pada tanggal 12 Januari 2022, dan ditahan serta menjalani proses hukum, saat ini kasus Ardhito Pramono dihentikan dengan alasan penghentian kasus tersebut telah sesuai dengan hasil rekomendasi Tim Asesmen Terpadu BNNP DKI Jakarta. Dalam rekomendasi tersebut, Ardhito dikategorikan sebagai pengguna narkotika, msekipun kasus dihentikan Ardhito tetap menjalani masa rehabilitasi selama 6 (enam) bulan.[3]
Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (UU Narkotika) menyebutkan bahwa :
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat. Keberadaan UU Narkotika bertujuan untuk menjamin ketersediaan guna kepentingan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah Penyalahgunaan Narkotika, serta pemberantasan peredaran gelap narkotika. Narkotika di satu sisi, merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama.
Penyalahgunaan narkotika masih seringkali terjadi dan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Dalam UU Narkotika terdapat 2 (dua) istilah untuk menggambarkan seseorang yang menyalahgunaan narkotika, yakni Pasal 1 Angka 13 UU Narkotika menyebutkan bahwa Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Kemudian terdapat pengertian yang dimuat dalam Pasal 1 Angka 15 UU Narkotika menyebutkan bahwa Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.[4]
UU Narkotika saat ini, mengatur agar Pecandu atau Penyalahguna Narkotika diwajibkan untuk menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 UU Narkotika. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Sementara rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.[5]
Pasal 103 Ayat (1) UU Narkotika, memberikan arahan bagi Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika untuk menjalani rehabilitasi, sebagaimana disebutkan bahwa:
- Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:
- memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
- menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika.
Dilihat dari ketentuan Pasal 103 Ayat (1) UU Narkotika tersebut, bagi Pecandu Narkotika yang baik yang terbukti atau tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika hakim dapat memerintahkan untuk dilakukannya perawatan melalui rehabilitasi. Maka, ketentuan ini terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 Tentang Penempatan Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabiltasi Medis dan Rehabilitasi Sosial (SEMA 04/2011) dan SEMA Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika Di Dalam Lembaga Rehabiltasi Medis dan Rehabilitasi Sosial (SEMA 03/2011).
Ketentuan SEMA tersebut, mengatur Hakim pada saat memberikan putusan untuk memperhatikan hal-hal yang diatur dalam SEMA tersebut. Sementara berkaitan dengan Penyalahguna Narkotika wajib dilakukan rehabilitasi, termuat dalam Pasal 127 UU Narkotika yang menyebutkan bahwa:
- Setiap Penyalah Guna:
- Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;
- Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
- Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
- Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
- Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Penyalahguna yang dikategorikan dalam golongan I, II, dan III yang terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dalam hal ini ketentuan Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 103 UU Narkotika memiliki peran bagi Hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana bagi Penyalahguna Narkotika di tiap-tiap golongan tersebut. Selain mengacu pada ketentuan dalam UU Narkotika, terdapat pula peranan Tim Asessmen Terpadu yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11 Tahun 2014 Tata Cara Penanganan Tersangka Dan/Atau Terdakwa Pecandu Narkotika Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi (Perkap BNN 11/2014).
Tim Asessmen Terpadu terdiri dari Tim Dokter dan Tim Hukum yang ditetapkan oleh Pimpinan satuan kerja setempat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota. Dalam Pasal 12 Ayat (1) dan (2) Perkap BNN 11/2014 mengatur mengenai tugas dan wewenang dari Tim Asesmen Terpadu yang berkaitan dengan rekomendasi rehabiltasi bagi penyalahgunaan narkotika, sebagaimana disebutkan bahwa:
- Tim Asesmen Terpadu mempunyai tugas untuk melakukan:
- asesmen dan analisis medis, psikososial, serta merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi seseorang yang ditangkap dan/atau tertangkap tangan.
- analisis terhadap seseorang yang ditangkap dan/atau tertangkap tangan dalam kaitan peredaran gelap Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika.
- Tim Asesmen Terpadu mempunyai kewenangan untuk melakukan:
- atas permintaan Penyidik untuk melakukan analisis peran seseorang yang ditangkap atau tertangkap tangan sebagai Korban Penyalahgunaan Narkotika, Pecandu Narkotika atau pengedar Narkotika;
- menentukan kriteria tingkat keparahan penggunaan Narkotika sesuai dengan jenis kandungan yang dikonsumsi, situasi dan kondisi ketika ditangkap pada tempat kejadian perkara; dan
- merekomendasi rencana terapi dan rehabilitasi terhadap Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Mengenai penghentian penyidikan dalam kasus Arditho, terdapat Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif  (Perpol 8/2021). Dalam ketentuan ini mengatur terkait dengan penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif. Salah satu tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah tindak pidana narkotika. Sehingga penanganan perkara tersebut dapat diberikan penghentian penyidikan berdasarkan ketentuan ini, dengan memperhatikan syarat-syarat yang terdapat dalam Perpol 8/2021. Salah satu syarat yang termasuk dalam ketentuan tersebut adalah hasil asessmen dari Tim Asessmen Terpadu.[6]
Dengan demikian, penghentian proses penyidikan tersebut didasari oleh hasil asessmen yang dilakukan oleh Tim Asessmen Terpadu terhadap Ardhito Pramono. Hasil asessmen tersebut menyatakan Arditho dikategorikan sebagai Pecandu atau Penyalahguna Narkotika dan diwajibkan untuk melakukan rehabilitasi baik medis maupun sosial. Berkaitan dengan pelaksanaan rehabilitasi haruslah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan rehabilitasi yang termuat dalam UU Narkotika, SEMA 04/2010 dan SEMA 03/2011 seta Perkap BNN 11/2014 yang mengatur mengenai rekomendasi untuk dilakukan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
[1] CNN Indonesia, Kronologi Penangkapan Ardhito Pramono terkait Ganja versi Polisi, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220112164800-12-745769/kronologi-penangkapan-ardhito-pramono-terkait-ganja-versi-polisi
[2] Zulfa Ayu Sundari, Jadi Tersangka, Begini Kronologi Penangkapan Ardhito Pramono Terkait Ganja,
[3] Novita Ayuningtyas, Kasus Narkoba Ardhito Pramono Dihentikan, Ini 4 Faktanya, https://hot.liputan6.com/read/4912797/kasus-narkoba-ardhito-pramono-dihentikan-ini-4-faktanya
[4] Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
[5] Pasal 1 Angka 16 dan 17 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
[6] Pasal 9 Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanDikabulkannya Pengujian Atas Penjelasan Pasal 30 UU Fidusia Oleh...
Keabsahan Tindakan Direktur yang Telah Habis Masa Jabatannya

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.