Penggunaan Mata Uang Asing dalam Transaksi di Indonesia

Pasar muamalah di Kota Depok, Jawa Barat ramai diperbincangkan belakangan ini karena dalam transaksinya menggunakan mata uang asing, yaitu dinar dan dirham.[1] Berdasarkan keterangan dari salah satu pedagang di Pasar Muamalah Depok, ia mengatakan bahwa benar jika di Pasar tersebut dibebaskan menggunakan pembayaran pakai apa saja, salah satunya yaitu diperkenankan bertransaksi menggunakan mata uang dinar dan dirham.[2] Mendengar kabar tersebut, pada tanggal 28 Januari 2021 Bank Indonesia menanggapi dan menegaskan bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45) juncto Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (selanjutnya disebut UU Mata Uang), Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia.[3] Bank Indonesia mengajak masyarakat dan berbagai pihak untuk menjaga kedaulatan Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia.[4] Namun, terhadap kejadian yang terjadi di Pasar Muamalah tersebut, belum ada informasi lebih lanjut apakah penemuan penggunaan mata uang asing dalam transaksi di Pasar Muamalah akan diproses secara hukum.

Pasal 1 angka 1, Pasal 1 angka 2, dan Pasal 2 ayat (1) UU Mata Uang menyatakan sebagai berikut :

Pasal 1 angka 1

Mata Uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Rupiah.

Pasal 1 angka 2

Uang adalah pembayaran yang sah

Pasal 2 ayat (1)

Mata Uang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Rupiah.

Selain itu, Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang menyatakan bahwa Rupiah wajib digunakan dalam :

    1. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
    2. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
    3. transaksi keuangan lainnya

yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan hal tersebut, maka menggunakan mata uang Rupiah merupakan satu-satunya alat pembayaran yang sah yang berlaku di wilayah Indonesia. Penyimpangan terhadap ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang diancam dengan hukuman pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 UU Mata Uang yang menyatakan sebagai berikut :

  1. Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
    1. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
    2. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
    3. transaksi keuangan lainnya
  2. Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiahsebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Namun, kewajiban penggunaan mata uang Rupiah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang tidak berlaku dalam hal-hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 21 ayat (2) UU Mata Uang yaitu sebagai berikut :

    1. transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara;
    2. penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;
    3. transaksi perdagangan internasional;
    4. simpanan di bank dalam bentuk valuta asing; atau
    5. transaksi pembiayaan internasional.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing diperkenankan menggunakan mata uang asing sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d UU Mata Uang.

Berkaitan dengan kasus yang terjadi di Pasar Muamalah Kota Depok yang menggunakan mata uang asing sebagai alat transaksi pada dasarnya merupakan sebuah penyimpangan dari ketentuan dalam Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang. Terhadap praktek tersebut dapat dikenakan ancaman pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) UU Pidana yaitu berupa pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

[1] https://megapolitan.kompas.com/read/2021/01/30/08484511/viral-transaksi-pakai-dinar-dirham-di-pasar-muamalah-depok-dan-tanggapan?page=all

[2] Ibid.

[3] Ibid.

[4] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.