Penggelapan Dokumen Perusahaan

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (selanjutnya disebut UU Dokumen Perusahaan) menyatakan bahwa dokumen perusahaan adalah data, catatan, dan/atau keterangan yang dibuat dan/atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis diatas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca atau didengar. Pasal 2 UU Dokumen Perusahaan menyebutkan bahwa dokumen perusahaan terdiri dari dua jenis, yaitu dokumen keuangan dan dokumen lainnya, yang meliputi :

  1. Dokumen keuangan yang terdiri dari catatan, bukti pembukuan, dan data pendukung administrasi keuangan, yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 UU Dokumen Perusahaan;
  2. Dokumen lainnya terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang
    mempunyai nilai guna bagi perusahaan meskipun tidak terkait langsung dengan
    dokumen keuangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 UU Dokumen Perusahaan;

Dokumen perusahaan tidak hanya dalam bentuk secara tertulis di kertas, melainkan juga dapat dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya.

Dokumen perusahaan merupakan bagian penting perusahaan sehingga wajib disimpan dan dijaga. Apabila suatu dokumen perusahaan tidak dijaga sebagaimana mestinya dikhawatirkan terjadi kerusakan, hilang atau dapat pula digelapkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Penggelapan atas suatu barang dapat dikenakan ancaman pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 372 sampai dengan Pasal 375 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 372 KUHP menyatakan bahwa:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Namun, secara spesifik dalam hal penggelapan dokumen perusahaan diatur dalam ketentuan Pasal 374 KUHP yang menyatakan sebagai berikut:

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, unsur-unsur dalam ketentuan Pasal 374 juncto Pasal 372 KUHP, yaitu :

  1. Adanya subjek hukum yang melakukan;
  2. Melakukan penggelapan yaitu dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang milik orang lain yang berada dalam kekuasaannya;
  3. Penguasaan barang tidak dilakukan karena kejahatan;
  4. Penguasaaan disebabkan karena adanya hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu;

Apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur tersebut, maka ia diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Ketentuan dalam Pasal 372 dan Pasal 374 KUHP merupakan delik biasa yang kemudian dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 83/PUU-XV/2017 yang menyatakan bahwa Pasal 374 bukan merupakan delik aduan.

Contoh kasus mengenai penggelapan dokumen yaitu kasus yang terjadi kepada terpidana Ho Choliq Hanafi. Dalam kasus tersebut Ho merupakan Direktur di PT Kharisma Jaya Sakti yang bertanggung jawab atas dokumen-dokumen dan asset perusahaan. Singkat cerita pada tahun 2014 PT mengalami kerugian, sehingga diadakan rapat perusahaan. Dalam rapat tersebut, untuk kepentingan operasional, perusahaan menghentikan sementara Ho sebagai Direktur PT Kharisma Jaya Sakti. Kemudian pada tanggal 26 Agustus 2014 diadakan RUPS yang mengundang seluruh pemilik saham, namun Ho tidak hadir. Hasil dari RUPS yaitu menghentikan Ho sebagai Direktur secara definitive. Namun, usut punya usut ternyata dokumen-dokumen penting perusahaan dibawa oleh Ho ke Surabaya sehingga menyebabkan PT kesulitan untuk melakukan pengurusan dan mengembangkan usahanya. Atas kejadian tersebut Ho ditetapkan sebagai terpidana karena melanggar ketentuan dalam Pasal 374 KUHP mengenai penggelapan karena adanya hubungan kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah sebagaimana Putusan Nomor 2217/Pid.B/2015/PN.Sby, kemudian dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 377/PID/2016/PT.SBY dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 613 K/PID/2017.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.