Pengawasan Terhadap Praktek Perlindungan Konsumen Dibidang Usaha Yang Dimonopoli Oleh Pemerintah

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang kemudian mengalami perubahan dalam Pasal 118 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut UU Larangan Monopoli) menyatakan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Larangan Monopoli. Praktek monopoli merupakan suatu hal yang dilarang di Indonesia, kecuali dalam hal diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.

Praktek monopoli yang diperbolehkan di Indonesia diatur dalam ketentuan Pasal 51 UU Larangan Monopoli yang menyatakan sebagai berikut:

“Monopoli dan/atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.”

Hal tersebut sejalan dengan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) yang menyatakan bahwa :

Pasal 33 ayat (2)

“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara”

            Pasal 33 ayat (3)

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka regulasi di Indonesia menempatkan bahwa pengelolaan cabang-cabang produksi penting dan bumi, air, serta kekayaan alam lainnya menjadi hak pengelolaan langsung oleh negara.[1]

Beberapa contoh perusahaan-perusahaan yang dimonopoli oleh pemerintah Indonesia yaitu PT. Pelindo I-IV (Kepelabuhanan), PT. Angkasa Pura I-II (Penerbangan), PT. PLN (Listrik), PT. KAI (Kereta Api), PT. PGN (Gas Negara), PT. Telkom Tbk (Layanan Teknologi).[2] Kemudian berkaitan dengan pokok pembahasan artikel kali ini, mengenai pengawasan terhadap praktek perlindungan konsumen dibidang usaha yang dimonopoli oleh pemerintah pada dasarnya tidak ditemukan pengaturan secara khusus. Perlindungan terhadap konsumen secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen). Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, hak-hak konsumen yang dijamin oleh undang-undang yaitu sebagai berikut:

  1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai konsidi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
  9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Untuk menjamin hak-hak konsumen sebagaimana ketentuan dalam Pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, pemerintah mengatur mengenai pembinaan dan pengawasan. Pasal 29 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen dilakukan oleh Menteri Perdagangan dan/atau Menteri Teknis terkait. Sedangkan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.

Pasal 45 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa sebagaimana ketentuan dalam Pasal 45 ayat (4) UU Perlindungan Konsumen. Pasal 47 UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa:

“Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen.”

Dalam menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen di Daerah Tingkat II yang memiliki tugas dan wewenang sebagaimana ketentuan dalam Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen diantaranya:

  1. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
  2. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  3. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
  4. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;
  5. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  6. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  7. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  8. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang itu;
  9. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
  10. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
  11. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen
  12. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  13. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Sedangkan penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 48 UU Perlindungan Konsumen.

[1] Putu Samawati, Monopoli BUMN dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha, Malang: Tunggal Mandiri, 2018, hal. 68.

[2] Dr. Teddy Anggoro, CRA, Monopoli dan BUMN, https://kppu.go.id/wp-content/uploads/2020/09/Materi-TeddyAnggoro-MonopoliBUMN.pdf diakses pada tanggal 5 November 2021.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.