Pengampuan yang Salah Satu Subyeknya Warga Negara Asing (WNA)

Pengampuan dalam hukum di Indonesia diatur dalam Pasal 433 KUH Perdata yang menyebutkan sebagai berikut:

“Setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan”

Selanjutnya, Pasal 436 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, mengatur bahwa yang berwenang untuk menetapkan pengampuan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman orang yang akan berada dibawah pengampuan. Oleh karena itu, pengampuan harus diajukan dengan permohonan.

Di dalam pengampuan, terdapat 2 (dua) pihak, yaitu Orang yang ditaruh dibawah pengampuan disebut curandus dan orang yang menjadi pengampu yang disebut curator. Menurut Pasal 434 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata orang-orang yang berhak untuk mengajukan pengampuan adalah :

  1. Untuk keborosan oleh setiap anggota keluarga sedarah dan sanak keluarga dalam garis ke samping sampai derajat ke-4 dan istri atau suaminya.
  2. Untuk lemah akal budinya oleh pihak yang bersangkutan sendiri apabila ia merasa tidak mampu untuk mengurus kepentingannya sendiri.
  3. Untuk kekurangan daya berpikir oleh :
  4. Setiap anggota keluarga sedarah dan istri atau suami
  5. Jaksa, dalam hal ia tidak mempunyai istri atau suami maupun keluarga sedarah di wilayah Indonesia.

Dengan demikian, orang-orang selain tersebut di atas tidak dapat menjadi pengampu.

Menjadi suatu pertanyaan ketika pengampuan dilakukan terhadap Warga Negara Asing atau justru Warga Negara Asing yang mengajukan pengampuan. Berbeda dengan pengangkatan anak yang mengharuskan Warga Negara Indonesia untuk mendapatkan rekomendasi dari Kedutaan Besar anak tersebut berasal, pengampuan terhadap Warga Negara Asing dilakukan tanpa harus mendapatkan rekomendasi tersebut. Permohonan dilakukan sebagaimana di atur pada Pasal 436 KUH Perdata, yaitu di tempat curandus tinggal, sebab pada proses persidangan Hakim akan melihat atau mengunjungi tempat tinggal curandus tersebut untuk mengetahui kondisi curandus yang sebenarnya (Pemeriksaan Setempat).

Pengampuan mulai berlaku sejak hari diucapkannya putusan atau ketetapan pengadilan. Apabila salah satu subyek dalam pengampuan baik curandos atau curatele merupakan Warga Negara Asing maka persyaratan pengajuan pengampuan akan berbeda dengan pengampuan yang kedua subyeknya Warga Negara Indonesia. Tata cara pengajuan permohonan pengampuan adalaha sebagai berikut :

  1. Bila Pengadilan Negeri berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda.
  2. Pengadilan Negeri setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal yang lalu, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan (calon curandus). Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusannya No. 1753 K/Pdt/2005 tertanggal 27 April 2006 menyatakan Penetapan Pengadilan Negeri Medan tertanggal 9 September 2000 No. 517/Pdt-P/2000/PN-Mdn, tidak sah dan tidak berkekuatan hukum karena Judex Facti dinilai salah menerapkan hukum materil, khususnya tentang syarat untuk menetapkan seseorang di bawah pengampuan, yaitu harus didengar baik para keluarga sedarah atau semenda maupun calon kurandus sendiri.
  3. Pemeriksaan tidak akan berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga sedarah.
  4. Bila Pengadilan Negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan, berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka Pengadilan dapat memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata cara lebih lanjut, dalam hal yang sebaliknya, Pengadilan Negeri harus memerintahkan pemeriksaan saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas.
  5. Setelah mengadakan pemeriksaan tersebut, bila ada alasan, Pengadilan Negeri dapat mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang orang yang dimintakan pengampuan.
  6. Putusan atas suatu permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan Kesimpulan Jaksa.
  7. Semua penetapan dan putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam penetapan atau keputusan ini, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkan dalam Berita Negara.

 

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.