Pengadilan yang Berwenang Memutus Perkara Perbankan Syariah

Perbankan syariah di Indonesia saat ini berkembang dengan pesat.[1] Perbankan syariah yang menganut prinsip syariah, menjadikan segala hal yang berkaitan dengan perbankan syariah harus dilakukan berdasarkan ketentuan dan prinsip syariah, salah satunya yaitu dalam hal penyelesaian persoalan dalam perbankan syariah. Perkembangan perbankan syariah yang begitu signifikan tentunya membawa konsekuensi  kemungkinan akan terjadinya suatu masalah yang dapat menimbulkan sengketa dalam kegiatan transaksi perbankan.[2] Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan dalam perbankan syariah. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang saat ini telah diubah untuk kedua kalinya dalam Undang-Undang 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (selanjutnya disebut UU Peradilan Agama) menyatakan bahwa:

“Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

  1. Perkawinan;
  2. Waris;
  3. Wasiat;
  4. Hibah;
  5. Wakaf;
  6. Zakat;
  7. Infaq;
  8. Shadaqah; dan
  9. Ekonomi syariah

Penjelasan pasal 49 huruf i UU Peradilan Agama menyatakan bahwa:

“Yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi:

  1. Bank syari’ah;
  2. Lembaga keuangan mikro syari’ah.
  3. Asuransi syari’ah;
  4. Reasuransi syari’ah;
  5. Reksa dana syari’ah;
  6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
  7. Sekuritas syari’ah;
  8. Pembiayaan syari’ah;
  9. Pegadaian syari’ah;
  10. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan
  11. Bisnis syari’ah.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa perselisihan dalam perbankan syariah menjadi kewenangan dari Pengadilan Agama sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49 UU Peradilan Agama. Hal tersebut juga selaras dengan ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Hal ini berbeda dengan penyelesaian perselisihan pada perbankan konvensional yang kewenangan penyelesaiannya berada dibawah Pengadilan Negeri.

Salah satu contoh kasus dalam perbankan syariah yaitu perkara sengketa ekonomi syariah yang terdaftar di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya pada Tanggal 01 Februari 2016 dengan Nomor register 175/Pdt.G/2016/PA.Tmk tentang gugatan wanprestasi. Dalam kasus ini, Tergugat lalai dalam melaksanakan kewajibannya membayar hutang sejak tahun 2014 hingga tahun 2016. Adapun duduk perkaranya, bahwa antara Penggugat dan Tergugat pada tanggal 25 April 2014, telah sepakat dan setuju melakukan perjanjian Pembiayaan Murabahah dengan memberikan modal pembiayaan kepada Tergugat sebesar Rp. 64.400.000,-. Dalam akad No.2790/PEM/MBA/04/2014. Berdasarkan perjanjian tersebut, Tergugat  diwajibkan melakukan pembayaran pokok dan margin sebesar Rp. 1.788.889,-/ bulan. Namun, Tergugat lalai dalam melakukan pembayaran sejak pembayaran bulan ke-tujuh. Penggugat kemudian melakukan somasi kepada Tergugat, namun tergugat belum bisa membayar kewajibannya hingga akhirnya Penggugat mendaftarkan perselisihan tersebut di Pengadilan Agama Kota Tasikmalaya. Namun, sayangnya dalam putusan Nomor Register 175/Pdt.G/2016/PA.Tmk hakim menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima (Niet Onvanklijke Verklaard) dikarenakan menurut Aparat Kelurahan Tergugat sudah pindah, namun dalam gugatan alamat Tergugat tidak dirubah oleh Penggugat sampai sidang ketiga. Sehingga Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat telah melanggar salah satu syarat formil gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak jelas (obscuur libel) dan cacat formil dan harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvanklijke Verklaard).

[1] https://business-law.binus.ac.id/2015/02/17/penyelesaian-sengketa-perbankan-syariah-di-indonesia-bagian-1-dari-2-tulisan/

[2] Dhian Indah Astanti, dkk, Penegakan Hukum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Jurnal Humani, Vol. 9, No. 2, Semarang : Universitas Semarang, November 2019, hal. 205

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.