Penetapan Tersangka Orang Yang Telah Meninggal

Pembahasan mengenai penetapan tersangka terhadap orang yang telah meninggal dalam artikel ini berkaitan dengan kasus yang terjadi pada tanggal 7 Desember 2020 lalu, yaitu bentrok yang terjadi antara Polisi dengan anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Tol Cikampek, Jawa Barat. Peristiwa bentrok tersebut menyebabkan 6 (enam) orang anggota FPI meninggal dunia.[1] Berdasarkan keterangan Polisi, peristiwa tersebut bermula saat petugas kepolisian tengah mengusut dugaan rencana pengerahan masa pendukung Rizieq Shihab selaku Ketua FPI ke Mapolda Metro Jaya, namun menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menyebutkan dalam perjalanan mobil yang berisi anggota FPI beberapa kali menabrak mobil polisi dan melakukan penyerangan terhadap polisi dengan menggunakan senjata tajam dan senjata api.[2] Karena merasa terancam, kemudian Polisi melakukan penembakan hingga menewaskan 6 (enam) orang anggota FPI.[3] Kemudian, pada tangal 14 Desember 2020, Bareskrim Polri menggelar rekonstruksi kasus penembakan tersebut. Setelah melalui proses pemeriksaan, kemudian pada tanggal 4 Maret 2021 Bareskrim Polri menetapkan 6 (enam) orang anggota FPI yang sudang meninggal sebagai tersangka penyerangan terhadap Polisi.[4] Hal ini menimbulkan polemik, lantaran tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut telah meninggal dunia, sehingga mengundang beberapa komentar dari beberapa pemerhati hukum, diantaranya yaitu :
- Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai penetapan enam almarhum laskar FPI sebagai tersangka oleh pihak kepolisian bertentangan dengan aturan yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP);[5]
- Pakar hukum dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyebut bahwa langkah penetapan tersangka terhadap orang yang sudah meninggal tidak lazim dalam hukum acara pidana sehingga juga memancing munculnya kecurigaan di masyarakat.[6]
- Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto mengatakan, kepolisian dan penyidik harus tetap objektif, terukur, proper dan proporsional dalam menetapkan status tersangka terhadap orang atau subyek hukum yang sudah meninggal dunia. Didik Mukrianto mempertanyakan apakah orang yang sudah meninggal layak ditetapkan sebagai tersangka dan dapat dilakukan penuntutan serta proses hukum selanjutnya?[7]
Dilain sisi Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono juga menyampaikan bahwa Bareskrim Polri akan menghentikan kasus dugaan penyerangan 6 (enam) anggota FPI terhadap anggota polisi, dengan begitu penyidikan serta status tersangka 6 (enam) anggota FPI akan gugur sebagaimana ketentuan dalam Pasal 77 KUHP.[8] Dengan demikian, seluruh penyidikan perkara tersebut dan status tersangka pada 6 (enam) anggota FPI sudah tidak berlaku dimata hukum.[9]
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) menyatakan bahwa tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti pemulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Penetapan tersangka dilakukan oleh penyidik sebagaimana kewenangannya yang diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) KUHAP. Penetapan tersangka dapat dilakukan jika seseorang diduga berdasarkan bukti permulaan yang cukup melakukan tindak pidana. Bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP mengenai definisi tersangka dijelaskan lebih lanjut dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyatakan bahwa :
“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana“
Pasal 184 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa yang termasuk sebagai alat bukti yang sah dalam Hukum Acara Pidana, diantaranya adalah :
- Keterangan saksi;
- Keterangan ahli;
- Surat;
- Petunjuk;
- Keterangan Terdakwa.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka apabila terdapat minimal 2 (dua) bukti yang dapat dijadikan sebagai bukti permulaan. Menurut pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 21/PUU-XII/2014 hal ini ditetapkan untuk menghindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi peyidik untuk menetapakan seseorang sebagai tersangka. Tahapan-tahapan sebelum seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan Kepolisian Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana (selanjutnya disebut Perkap 6/2019) yang menyatakan sebagai berikut :
(10) Kegiatan penyidikan tindak pidana terdiri atas :
- Penyelidikan
- Dimulainya penyidikan;
- Upaya paksa;
- Pemeriksaan;
- Penetapan Tersangka:
- Pemberkasan;
- Penyerahan Berkas Perkara;
- Penyerahan tersangka dan barang bukti; dan
- Penghentian penyidikan.
Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d merupakan tahapan-tahapan penyidik dalam proses penetapan tersangka. Lebih lanjut dalam Pasal 66 Peraturan Kepolisian Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia (selanjutnya disebut Perkap 12/2009) dinyatakan bahwa tata cara penetuan tersangka, yaitu sebagai berikut:
- Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti;
- Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yarng cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara;
- Pejabat yang berwenang untuk menandatangani surat penetapan seseorang berstatus sebagai tersangka serendah-rendahnya sebagai berikut:
- Direktur Reserse/Kadensus pada Bareskrim Polri dan melaporkan kepada Kabareskrim Polri;
- Kasat Reserse pada tingkat Polda dan melaporkan kepada Direktur Reserse/Kadensus Polda;
- Kepala Bagian Reskrim pada tingkat Polwil dan melaporkan kepada Kapolwil;
- Kepala Satuan reskrim pada tingkat Polres dan melaporkan kepada Kapolres;
- Kepala Polsek dan melaporkan kepada Kapolres
- Surat penetapan seseorang berstatus sebagai tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib ditembuskan kepada kepada atasan
Berdasarkan ketentuan mengenai tata cara penetapan tersangka sebagaimana yang telah diuraikan tersebut, maka berkaitan dengan penetapan tersangka almarhum 6 (enam) anggota FPI harus dilakukan dengan prosedur dalam peraturan perundang-undangan. Bahwa benar jika polisi telah mendapatkan bukti permulaan sebagaimana yang telah diberitakan media dan telah melakukan gelar perkara pada tanggal 14 Desember 2020 lalu. Namun, hal yang menjadi polemik yaitu kenyataan bahwa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut merupakan orang yang sudah meninggal. Hal ini menjadi sorotan beberapa pakar hukum yang menganggap bahwa penetapan tersangka oleh kepolisian terhadap almarhum 6 (enam) anggota FPI bertentangan dengan aturan yang tertuang dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yang menyatakan sebagai berikut :
“Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.”
Penetapan tersangka tersebut, dianggap berlebihan oleh Abdul Fickar Hadjar selaku Ahli Hukum Pidana Universitas Trisakti.[10] Kemudian Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Tangerang juga menyampaikan bahwa penetapan tersangka 6 (enam) anggota FPI tidak memiliki dasar dan terkesan mengada-ngada, sehingga dinilai dapat menciderai rasa keadilan bukan hanya terhadap keluarga tersangka, melainkan juga masyarakat luas.[11] Walaupun pada dasarnya tidak ada ketentuan yang mengatur mengenai larangan penetapan tersangka terhadap orang yang telah meninggal, namun R.Soesilo dalam bukunya yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” hal. 79 menjelaskan bahwa dalam Pasal 77 KUHP terletak suatu prinsip penuntutan hukuman harus ditujukan kepada diri pribadi orang, jika orang yang dituduh melakukan peristiwa pidana meninggal dunia, maka tuntutan atas peristiwa tersebut habis begitu saja, artinya tuntutan tersebut tidak dapat diarahkan kepada ahli warisnya. Berdasarkan hal tersebut, maka penuntutan terhadap almarhum 6 (enam) anggota FPI tidak dapat dilanjutkan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 77 KUHP.
[1] https://republika.co.id/berita/qpfplq396/ppp-penetapan-tersangka-6-anggota-fpi-tidak-tepat
[2] https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/10/10171131/kronologi-tewasnya-6-laskar-fpi-menurut-keterangan-rizieq-shihab?page=all
[3] Ibid.
[4] https://nasional.kompas.com/read/2021/03/04/12314291/polri-tetapkan-6-laskar-fpi-yang-tewas-jadi-tersangka-berkas-segera
[5] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210304093428-12-613535/ahli-hukum-nilai-polisi-ngaco-tetapkan-tersangka-6-laskar-fpi
[6] https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56276471
[7] https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/04/03/2021/6-laskar-fpi-sudah-meninggal-jadi-tersangka-dpr-bingung-sama-polisi/
[8] https://republika.co.id/berita/qpfplq396/ppp-penetapan-tersangka-6-anggota-fpi-tidak-tepat
[9] https://nasional.kompas.com/read/2021/03/04/14452401/polri-gugurkan-status-tersangka-6-anggota-laskar-fpi-yang-tewas
[10] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210304093428-12-613535/ahli-hukum-nilai-polisi-ngaco-tetapkan-tersangka-6-laskar-fpi
[11] https://nasional.okezone.com/read/2021/03/04/337/2372124/pakar-hukum-nilai-penetapan-tersangka-6-laskar-fpi-yang-tewas-langgar-kuhp?page=1
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.