Penetapan Ahli Waris yang Ahli Warisnya Warga Negara Asing

Pada dasarnya di Indonesia terdapat 2 (dua) peraturan yang mengatur mengenai pewarisan, yaitu pewarisan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan berdasarkan Kitab Hukum Islam (KHI). Dalam artikel kali ini akan kami bahas mengenai pewarisan terhadap ahli waris yang status kewarganegaraannya adalah Warga Negara Asing (WNA) berdasarkan ketentuan dalam KUHPer. Perlu diketahui bahwa pewaris merupakan orang yang mewariskan hartanya kepada ahli waris sedangkan ahli waris adalah orang yang mendapatkan hak waris dari pewaris. Pasal 830 KUHPer menyatakan bahwa pewarisan hanya terjadi karena kematian. Pasal 832 ayat (1) dan Pasal 833 ayat (1) KUHPer menyatakan bahwa:
Pasal 832 ayat (1)
Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang diluar perkawinan, dan suami atau istri yang hidup terlama menurut peraturan-peraturan berikut ini.
Pasal 833 ayat (1)
Para ahli waris dengan sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.
Selain itu, dalam ketentuan Pasal 852 KUHPer juga dinyatakan bahwa :
“Anak-anak atau keturunan-keturunan, sekalipun dilahirkan dan berbagai perkawinan, mewarisi harta peninggalan para orangtua mereka, kakek dan nenek mereka, atau keluarga-keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, tanpa membedakan jenis kelamin atau kelahiran yang lebih dulu.
Mereka mewarisi bagian-bagian yang sama besarnya kepala demi kepala, bila dengan yang meninggal mereka semua bertalian keluarga dalam derajat pertama dan masing-masing berhak karena dirinya sendiri; mereka mewarisi pancang demi pancang, bila mereka semua atas sebagian mewarisi sebagai pengganti.“
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat diketahui bahwa ahli waris yang kewarganegaraannya WNA juga berhak mendapatkan warisan dengan catatan memiliki hubungan darah atau hubungan hukum yang sah sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Kemudian, hal yang menjadi problema yaitu ketikan warisan yang akan diwariskan terhadap ahli waris WNA berupa tanah dengan status hak milik, dimana dalam ketentuan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka WNA tidak diperbolehkan memiliki tanah dan/atau bangunan dengan status hak milik di Indonesia. Atas peraturan tersebut, UUPA juga menawarkan solusi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA yang menyatakan sebagai berikut:
“Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu didalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanah jatuh pada negara dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka bagi ahli waris WNA diberikan kesempatan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun untuk mengubah status kepemilikan tanah dan/atau bangunan tersebut. WNA yang menjadi ahli waris dapat menurunkan status kepemilikan tanah menjadi hak pakai atau mengalihkan kepemilikan tanah dan/atau bangunan tersebut kepada WNI. Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun tidak dilakukan perubahan, maka tanah tersebut akan menjadi tanah negara.[1]
WNA yang menjadi ahli waris dapat membuat Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) sebagaimana ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung/MA RI, pada tanggal 8 Mei 1991, No. MA/kumdil/171/V/K/1991 yang menyatakan bahwa:
- Untuk surat keterangan waris notaris diperuntukkan bagi WNI keturunan Eropa / Barat, dan juga WNI keturunan Tionghoa.
- Untuk surat ahli waris dari kelurahan atau desa, diperuntukkan bagi penduduk asli. yang tentu saja disaksikan oleh pihak Lurah / Camat dan diketahui oleh pihak Camat.
- Untuk Balai Harta Peninggalan / BHP, akan diperuntukkan bagi golongan Timur Asing, bukan Tionghoa.
Beberapa dokumen yang digunakan untuk mengurus Surat Pembuatan Keterangan Waris bagi WNA keturunan yaitu sebagai berikut:
- Surat permohonan;
- Surat Kuasa dari Ahli Waris yang telah dilegalisir oleh notaris;
- Akta Perkawinan yang telah dilegalisir oleh notaris;
- Akta Kematian yang telah dilegalisir oleh notaris;
- Akta kelahiran anak yang telah dilegalisir oleh notaris.
- Surat Keterangan Wasiat yang dikeluarkan oleh Pusat Daftar Wasiat Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI.
- Identitas dari para pihak atau ahli waris. Disertai dengan KTP, KK yang telah dilegalisir oleh notaris.
[1] http://misaelandpartners.com/hak-waris-wna/
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim Pertanyaanhukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.
