Penembakan Brigadir J dan Otopsi Dalam Tindak Pidana
Publik sedang digegerkan dengan berita penembakan terhadap Brigadir J pada tanggal 8 Juli 2022 di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.[1] Banyak pihak yang mempertanyakan terkait kejadian tersebut, mulai dari kronologi, bukti, hingga kondisi jenazah. Berita di lapangan menyampaikan bahwa keluarga dilarang untuk membuka peti jenazah pada saat jenazah diantarkan ke rumah duka, bahkan hingga orang tua diminta untuk menandatangani dokumen sebelum dibukanya peti jenazah.[2] Tidak hanya itu, Indonesia Police Watch bahkan mempertanyakan otopsi yang dilakukan terhadap jenazah, mengingat dalam kronologi yang disampaikan Almarhum adalah sebagai pelaku dan bukan korban.[3]
Otopsi merupakan suatu tindak medis untuk melakukan bedah pada jenazah guna mengetahui penyebab kematian. Black’s law dictionary memberikan pengertian autopsy sebagai:
“The dissection of a dead body for the purpose of inquiring into the cause of death.”
Disamping otopsi dan autopsy, dikenal juga istilah obduction yang memiliki arti pemeriksaan mayat atau bedah mayat. Ketentuan terkait dengan bedah mayat terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia (selanjutnya disebut “PP 18/1981”), yang dicabut oleh Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2021 Tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh (selanjutnya sebut “PP 53/2021”), namun PP 53/2021 tidak mengatur terkait dengan bedah mayat itu sendiri. Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan Jaringan Tubuh Manusia (selanjutnya disebut “PP 18/1981”) memberikan pengertian bedah mayat sebagai:
“Bedah mayat klinis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk mengetahui dengan pasti penyakit atau kelainan yang menjadi sebab kematian dan untuk penilaian hasil usaha pemulihan kesehatan”
Disamping bedah mayat klinis, terdapat pula bedah mayat anatomis yang diperuntukkan untuk keperluan akademik.
Pengaturan terkait otopsi yang berkaitan dengan tindak pidana diatur dalam Pasal 133 dan Pasal 134 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut “KUHAP”). Kedua pasal tersebut hanya mengatur otopsi terhadap korban. Adapun dalam Pasal 134 diatur bahwa otopsi yang benar-benar dibutuhkan harus dilakukan dengan pemberitahuan kepada pihak keluarga, dan jika pihak keluarga menolak maka penyidik wajib untuk memberikan pengertian sejelas-jelasnya kepad keluarga korban.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya dan pula berdasar pada keterangan dari Polri pada tanggal 11 Juli 2022 malam hari, dijelaskan bahwa Brigadir J ditembak oleh Bharada E saat istri Kadiv Propam Ferdy Sambo berteriak mendapat tindakan asusila dari Brigadir J.[4] Perkembangan demi perkembangan disampaikan oleh pihak POLRI, namun belum ada perkembangan berita tentang siapa yang menjadi pelaku dan atau korban dalam hal ini. Manakala Brigadir J terbukti melakukan tindak pidana asusila, dan Bharada E yang merupakan anggota POLRI melakukan penembakan, maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai tembakan di tempat saat terjadinya tindak pidana. Penembakan di tempat sendiri dapat dilihat ketentuannya dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian (selanjutnya disebut “Perkap 1/2009”), yaitu dalam Pasal 8 ayat (1) yang mengatur:
“Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika:
- tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
- anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
- anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.”
Selanjutnya dalam Pasal 3 Perkap 1/2009 mengatur:
“Untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan.”
Oleh karena itu, jika memang benar penembakan dilakukan terhadap Brigadir J karena yang bersangkutan melakukan tindak pidana, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai terduga pelaku dan bukan korban.
Dalam kedokteran, terdapat beberapa jenis otopsi yang dapat dilakukan oleh dokter selain otopsi forensik, yaitu:[5]
- Otopsi Mediko Legal yang dilakukan dengan alasan antara lain:
- Kematian yang tidak diketahui sebabnya.
- Kematian yang mendadak, tidak alami, dan tidak bisa dijelaskan.
- Kematian terkait dengan kekerasan.
- Kematian terjadi saat operasi atau sebelum pasien sadar dari pengaruh bius.
- Kematian dicurigai akibat diracun, overdosis obat, pembunuhan, atau bunuh diri.
- Orang yang meninggal mengalami sakit parah, tapi tidak bertemu dengan tim medisnya pada saat-saat terakhirnya.
- Otopsi Klinis yang dilakukan dengan alasan sebagai berikut:
- Kematian yang tidak diketahui sebabnya.
- Kematian yang mendadak, tidak alami, dan tidak bisa dijelaskan.
- Kematian terkait dengan kekerasan.
- Kematian terjadi saat operasi atau sebelum pasien sadar dari pengaruh bius.
- Kematian dicurigai akibat diracun, overdosis obat, pembunuhan, atau bunuh diri.
- Orang yang meninggal mengalami sakit parah, tapi tidak bertemu dengan tim medisnya pada saat-saat terakhirnya.
- Otopsi untuk tujuan akademis
Selanjutnya terkait dengan pemberitahuan atau ijin keluarga, PP 18/1981 telah mengatur bahwa bedah mayat harus dilakukan dengan persetujuan keluarga kecuali penyebab kematian dikarenakan adanya virus yang menular.
[1] https://nasional.tempo.co/read/1611731/brigadir-j-tewas-jumat-baru-diungkap-senin-polri-karena-ada-momen-idul-adha
[2] https://www.kompas.tv/article/308926/pengakuan-ayah-brigadir-j-saya-disuruh-tanda-tangan-baru-peti-jenazah-boleh-dibuka-saya-tolak?page=all#google_vignette
[3] https://www.kompas.tv/article/309046/ipw-pertanyakan-alasan-otopsi-brigadir-j-sebut-bedah-mayat-untuk-korban-kejahatan-bukan-pelaku
[4] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220713191758-12-821180/dalih-polri-soal-beda-kronologi-kasus-brigadir-j-itu-namanya-update
[5] https://hellosehat.com/sehat/informasi-kesehatan/jenis-autopsi/
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanPerkawinan di Luar Negeri
Resensi Buku Hak Menguasai Negara Dalam Privatisasi BUMN oleh...
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.