Pencurian Listrik

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan (selanjutnya disebut UU Ketenagalistrikan) menyatakan bahwa ketenagalistrikan adalah segala sesuatu yang menyangkut penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik. Sedangkan yang disebut dengan tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika atau isyarat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Ketenagalistrikan. Pada dasarnya tujuan adanya pembangunan ketenagalistrikan yaitu untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Ketenagalistrikan. Penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah berdasarkan prinsip otonomi daerah sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) UU Ketenagalistrikan.
Rakyat sebagai konsumen yang memanfaatkan listrik untuk kepentingan sehari-hari memiliki hak dan kewajiban sebagaimana ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) dan (2) UU Ketenagalistrikan yang menyatakan sebagai berikut:
- Konsumen berhak untuk:
- mendapat pelayanan yang baik;
- mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;
- memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar;
- mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan
- mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
- Konsumen wajib:
- melaksanakan pengamanan terhadap bahaya yang mungkin timbul akibat pemanfaatan tenaga listrik;
- menjaga keamanan instalasi tenaga listrik milik konsumen;
- memanfaatkan tenaga listrik sesuai dengan peruntukannya;
- membayar tagihan pemakaian tenaga listrik; dan
- menaati persyaratan teknis di bidang ketenagalistrikan.
Namun, dalam prakteknya masih terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam hal melaksanakan kewajiban masing-masing pihak, salah satunya yaitu pencurian aliran listrik. Pencurian terhadap aliran tenaga listrik dapat dikenakan ancaman sanksi pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49, Pasal 51 ayat (3) dan Pasal 53 UU Ketenagalistrikan yang menyatakan sebagai berikut:
Pasal 49
- Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
- Setiap orang yang melakukan usaha penyediaan tenaga listrik tanpa izin operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
- Setiap orang yang menjual kelebihan tenaga listrik untuk dimanfaatkan bagi kepentingan umum tanpa persetujuan dari Pemerintah atau pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 51 ayat (3)
Setiap orang yang menggunakan tenaga listrik yang bukan haknya secara melawan hukum dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 53
Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha jasa penunjang tenaga listrik tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap orang yang melakukan kegiatan atau perbuatan yang memenuhi unsur sebagaimana ketentuan dalam Pasal 49 dan Pasal 53 UU Ketenagalistrikan, maka dapat dikenakan ancaman pidana sebagaimana pasal yang dikenal padanya. Selain itu, listrik juga termasuk sebagai objek pencurian sebagaimana dijelaskan dalam bukunya R. Soesilo yang berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal” hal. 249-250. Berdasarkan hal tersebut, maka pencurian listrik juga dapat dikenakan Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan sebagai berikut:
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900-,
Ancaman pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP telah disesuaikan dengan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP menjadi ukuman penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp.900.000,- (sembilan ratus ribu rupiah).
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanKontrol Harga Minyak : Peran KPPU dalam Kenaikan Harga...
Pembebasan Tanah untuk Ibu Kota Negara yang Baru

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.