Pencabutan Gugatan Perdata: Syarat, Prosedur, dan Akibat

Manusia dalam berinterkasi satu sama lainnya dalam kehidupan masyarakat sering menimbulkan konfilk. Konflik ini adakalanya dapat diselesaikan secara damai, tetapi adakalanya konflik tersebut menimbulkan ketegangan yang terus-menerus sehingga menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Agar dalam mempertahankan hak masing-masing pihak itu tidak melampaui batas-batas dari norma yang ditentukan, maka perbuatan sekehendaknya sendiri haruslah dihindarkan. Penyelesaian konflik melalui pengadilan secara privat adalah dalam bentuk gugatan. Menurut Darwin Prints, gugatan adalah suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh Penggugat melalui putusan pengadilan. Sementara itu Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa gugatan itu adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrighting). [1]

Ada kalanya penggugat yang telah memasukkan gugatan menyadari bahwa terdapat kesalahan dalam gugatannya, dimana kesalahan tersebut merupana kesalahan yang fatal yang mengakibatkan penggugat atas kehendaknya sendiri atau atas saran dari hakim yang memeriksa perkara melakukan pencacbutan gugatan sewaktu proses pemeriksaan belum atau telah berlangsung. Alasan pencabutan gugatan sangat bervariasi, diantaranya disebabkan gugatan yang diajukan tidak sempurna, atau dalil gugatan tidak kuat, atau barangkali dalil gugatan bertentangan dengan hukum dan sebagainya[2]. Herzeine Inlandsch Reglement (“HIR”) dan Reglement Buiten Govesten (“RBg”) tidak mengatur ketentuan mengenai pencabutan gugatan. Landasan hukum untuk pencabutan gugatan dalam praktik peradilan diatur dalam ketentuan Pasal 271 dan Pasal 272 Reglement op de Rechsvordering (“Rv”). Pasal 271 Rv mengatur bahwa penggugat dapat mencabut perkaranya tanpa persetujuan tergugat dengan syarat pencabutan tersebut dilakukan sebelum gugatan  menyampaikan jawabannya.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1841 K/Pdt/1984 yang menegaskan bahwa pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila:

  1. Selama proses pemeriksaan perkara di persidangan belum berlangsung, penggugat berhak mencabut gugatan tanpa persetujuan tergugat,
  2. Setelah proses pemeriksaan berlangsung, pencabutan masih boleh dilakukan, dengan syarat harus ada persetujuan pihak tergugat.

Selain itu pencabutan gugatan dapat dilakukan pada saat tergugat belum menyampaikan jawaban atau setelah jawaban disampaikan.

  1. Sebelum tergugat menyampaikan jawaban

Hak mencabut gugatan yang paling murni dan mutlak menjadi hak penuh penggugat sebenarnya terjadi pada saat baru pada tahap pendaftaran dan pendistribusian kepada majelis, dan proses belum berlanjut pada tahap pemanggilan. Akan tetapi, berdasarkan Pasal 271 Rv dan praktik pengadilan, perluasan hak tersebut dapat meningkat sampai tahap selama tergugat belum mengajukan jawaban.

  1. Setelah tergugat menyampaikan jawaban

Pasal 271 Rv menyatakan bahwa setelah ada jawaban maka pencabutan gugatan hanya dapat terjadi dengan persetujuan pihak tergugat. Apabila pencabutan gugatan tidak dibatasi jangka waktunya, penggugat dapat saja bertindak sewenang-wenang kepada tergugat dengan mencabut gugatan dan mengajukan gugatan kembali dengan terlebih dahulu telah mempelajari jawaban dari tergugat. Oleh karena itu, ketentuan harus adanya persetujuan tergugat dalam hal pencabutan gugatan setelah adanya jawaban, sebenarnya bertujuan untuk melindungi kepentingan tergugat.

Tata cara pencabutan gugatan berpedoman pada ketentuan Pasal 272 Rv, yaitu :

  • Pihak yang berhak melakukan pencabutan gugatan Dalam Praktik Peradilan

Pihak yang berhak melakukan pencabutan gugatan adalah penggugat sendiri secara pribadi, hal ini dikarenakan penggugat sendiri yang paling mengetahui hak dan kepentingannya dalam kasus yang bersangkutan. Selain penggugat sendiri, pihak lain yang berhak adalah kuasa yang ditunjuk oleh penggugat. Penggugat memberikan kuasa kepada pihak lain dengan surat kuasa khusus sesuai Pasal 123 HIR dan di dalam surat kuasa tersebut dengan tegas diberi penugasan untuk mencabut gugatan.

  • Pencabutan gugatan atas perkara yang belum diperiksa dilakukan dengan surat

Pencabutan gugatan atas perkara yang belum diperiksa mutlak menjadi hak penggugat dan tidak memerlukan persetujuan dari tergugat. Pencabutan gugatan dilakukan dengan surat pencabutan gugatan yang ditujukan dan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri (“PN”). Setelah menerima surat pencabutan gugatan, Ketua PN menyelesaikan administrasi yustisial atas pencabutan.

  • Pencabutan gugatan atas perkara yang sudah diperiksa dilakukan dalam sidang

Apabila pencabutan gugatan Dalam Praktik Peradilan dilakukan pada saat pemeriksaan perkara sudah berlangsung, maka pencabutan gugatan harus mendapatkan persetujuan dari tergugat. Majelis Hakim akan menanyakan pendapat tergugat mengenai pencabutan gugatan tersebut. Apabila tergugat menolak pencabutan gugatan, maka Majelis Hakim akan menyampaikan pernyataan dalam sidang untuk melanjutkan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan memerintahkan panitera untuk mencatat penolakan dalam berita acara sidang, sebagai bukti otentik atas penolakan tersebut. Apabila tergugat menyetujui pencabutan, maka Majelis Hakim akan menerbitkan penetapan atas pencabutan tersebut.

Pencabutan gugatan yang belum diperiksa di persidangan, maka dapat diajukan kembali sebagai perkara baru. Pengadilan wajib menerima dan mendaftarkannya setelah penggugat membayar biaya perkara dan selanjutnya diperiksa melalui proses persidangan. Pencabutan gugatan memiliki akibat hukum yang diatur dalam Pasal 272 Rv, yaitu:

  • Pencabutan mengakhiri perkara

Pencabutan gugatan bersifat final mengakhiri penyelesaian sengketa. Tidak menjadi soal apakah pencabutan dilakukan terhadap gugatan yang belum diperiksa.

  • Tertutup segala upaya hukum bagi para pihak

Putusan pencabutan gugatan mengikat (binding) sebagaimana layaknya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka hak para pihak untuk mengajukan segala bentuk upaya hukum menjadi tertutup.

  • Para pihak kembali kepada keadaan semula

Demi hukum, para pihak kembali pada keadaan semula, sebagaimana halnya sebelum gugatan diajukan, seolah-olah diantara mereka tidak pernah terjadi sengketa

  • Biaya perkara dibebankan kepada penggugat

Selain itu menurut M. Yahya Harahap akibat dari pencabutan gugatan ialah[3], apabila Pencabutan gugatan yang disetujui Tergugat di depan pengadilan, dikonstruksi sebagai kesepakatan berdasarkan Pasal 1330 KUH Perdata, dan analog dengan putusan perdamaian yang digariskan Pasal 130 HIR. Dengan demikian pencabutan gugatan merupakan penyelesaian sengketa yang mengikat (binding) dan bersifat final (mengakhiri) kepada Penggugat dan Tergugat. Oleh karena itu, perkara yang dicabut atas persetujuan tergugat itu tidak menghalangi Penggugat untuk mengajukan gugatan lagi, sebab tidak ada unsur nebis in idem di dalamnya.

 

[1] H. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata (di Lingkungan Peradilan Agama), Jakarta, Kencana, 2005, Hal1

[2] M. Yahya Harahap, S.H., “Hukum Acara Perdata (Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan)”, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.: 81.

[3] M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal 90

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.