Penangkapan Pentolan Khilafatul Muslimin
Polisi kembali menangkap dua orang dari organisasi masyarakat (Ormas) Khilafatul Muslimin. Keduanya ditangkap di dua lokasi berbeda yakni di Kota Medan, Sumatera Utara dan Kota Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 11 Juni 2022. Hingga hari Minggu 12 Juni 2022, total tersangka yang diamankan sebanyak lima orang.[1] Seluruhnya diduga telah melakukan tindak pidana menghasut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau faham yang bertentangan dengan Pancasila serta penyampaian informasi (pemberitaan bohong) yang berakibat keonaran di kalangan masyarakat.[2]
Khilafatul Muslimin (KM) didirikan oleh Abdul Qadir Hasan Baraja pada tahun 1997. KM berkantor di Jalan Wage Rudolf Supratman, Teluk Bitung, Bandar Lampung, yang juga alamat dari Hasan Baraja. Sejauh ini KM menjadikan Bandar Lampung sebagai ibu kota kekhalifahan Islam untuk sementara, dan tentu saja bisa dirubah.[3] Berdirinya pergerakan KM tidak terlepas dari pemahamannya terhadap firman Allah swt, utamanya Q.S.al-Nisa’ [4] :59 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulnya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kepolisian menilai bahwa ormas ini memiliki latar belakang serta kedekatan dengan sejumlah organisasi teroris. Selain itu, polisi juga menduga bahwa mereka berpotensi menimbulkan kejahatan tersebut. Sementara itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta supaya pemerintah daerah mewaspadai gerakan organisasi Khilafatul Muslimin. BNPT juga menilai bahwa organisasi itu berpotensi melahirkan terorisme.[4] Hasan Baraja tidak hanya mendirikan KM pada tahun 1997 saja. Pasalnya, ia juga ikut mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) di Lampung pada tahun 1970. Selain itu, untuk genealogi KM dikatakan tidak bisa dilepaskan dari NII. Hal itu dikarenakan sebagian besar tokoh kunci dalam gerakan ini adalah mantan kelompok NII.
Berkaitan dengan penangkapan terhadap pemimpin dan anggota KM, kesemuanya dapat diduga melanggar ketentuan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c Jo. Pasal 82A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU 16/2017)
Kasus penangkapan terhadap pemimpin dan para anggota KM diduga dapat dikenakan Pasal 59 Ayat (4) Huruf C Jo Pasal 82A Ayat (2) UU 16/2017. Adapun Pasal 59 Ayat (4) berbunyi sebagai berikut:
yang berbunyi:
- Ormas dilarang:
- menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
- melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan/atau
- menganut, mengembangkan, serta. menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Dalam ketentuan di atas, mengatur mengenai larangan ormas, hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi berbagai aktivitas ormas yang terkadang kemunculannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apabila ormas tersebut tetap bandel, maka pemerintah bisa mengusulkan pembubaran. Sebelum dibubarkan ormas tersebut harus mendapat peringan tertulis dulu. Sanksi hukum terhadap organisasi yang melanggar kewajiban dan tidak mematuhi larangan dapat dikenakan sanski administratif dan sanksi pidana. Dalam hal ini, apabila benar terbukti KM melanggar ketentuan Pasal ketentuan Pasal 82A Ayat (2) berbunyi sebagai berikut:
- Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (UU 1/1946)
Berkaitan dengan penangkapan tersebut diatas, tersangka diduga dapat dikenakan ketentuan Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946. Mengenai Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:
- Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
- Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Sementara dalam Pasal 15 UU 1/1946 berbunyi sebagai berikut:
Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun.
Ketentuan di atas merupakan pencabutan dan penambahan atas ketentuan dalam Pasal 171 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan bagian dari bab V mengenai ketertiban umum dalam buku II KUHP mengenai kejahatan. Rumusan Pasal 14 Ayat (1) dan (2) dan Pasal 15 UU 1/1946 mensyaratkan adanya tiga unsur. Ketiga unsur tersebut adalah unsur menyiarkan atau menyebarkan, unsur kedua berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangan, dan unsur ketiga adalah keonaran.
Pertama unsur menyiarkan. Dalam penjelasan Pasal 14 diartikan sama dengan verspreiden yang dalam bahasa Indonesia disepadankan dengan kata menyebarkan. Kata menyiarkan dimaknai memberitahukan kepada khalayak umum artinya berita atau kabar bohong atau yang patut diduga bohong tersebut harus disiarkan atau disebarkan kepada khalayak umum. Unsur yang kedua adalah berita bohong atau yang patut diduga bohong dan kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan tambahan atau dikurangi. Unsur ketiga adalah keonaran. Unsur ini merupakan bahaya atau kerugian (harm) yang merupakan akibat yang ditimbulkan dari penyiaran berita bohong atau kabar angin atau kabar yang disiarkan dengan ditambahkan atau dikurangkan tersebut.[5]
Dengan demikian, apabila benar terbukti dan memenuhi unsur dari 2 (dua) produk hukum sebagaimana dijelaskan di atas, maka tersangka (pemimpin dan para anggota kelompok KM) dapat dikenakan sanksi pidana yang mana unsur-unsurnya berkaitan dengan melanggar larangan organisasi kemasyarakatan dan penyebaran berita bohong kepada masyarakat terkait dengan ideologi yang dilarang di Indonesia dalam UU Ormas.
[1] Irfan Ma’aruf, Dua Pentolan Khilafatul Muslimin Kembali Diciduk Polisi di Medan dan Bekasi, https://nasional.okezone.com/read/2022/06/12/337/2610101/dua-pentolan-khilafatul-muslimin-kembali-diciduk-polisi-di-medan-dan-bekasi?page=1
[2] Senanews.id, Pentolan Khilafatul Muslimin Kembali Ditangkap, Polisi: Keduanya Penggerak dan Penyebar Ideologi, https://senanews.id/pentolan-khilafatul-muslimin-kembali-ditangkap-polisi-keduanya-penggerak-dan-penyebar-ideologi/
[3] Ilham Mundzir, Sikap Muslim Terhadap Modernitas: Kasus Gerakan Khilafatul Muslimin di Lampung, Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman Afkaruna, Vol.9 No.1 Januari – Juni 2013.
[4] Chyntia Sami Bhayangkara, Siapa Abdul Qadir Baraja? Pimpinan Tertinggi Khilafatul Muslimin yang Ditangkap Polisi, https://www.suara.com/news/2022/06/07/102435/siapa-abdul-qadir-baraja-pimpinan-tertinggi-khilafatul-mslimin-yang-ditangkap-polisi
[5] Moeljatno, Kejahatan-Kejahatan terhadap Ketertiban Umum (Open Bare Orde), (Jakarta: Bina Aksara, 1984).
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanResensi Buku: Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik,...
Prinsip Proporsional dalam Perjanjian
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.