Pemegang Jabatan Pada 3 (Tiga) Kekuasaan
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Salah satu ciri negara hukum yang dalam bahasa inggris disebut the rule of law atau dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtstaat adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.[1] Salah satu upaya dalam melakukan pembatasan kekuasaan yaitu dengan cara pembagian kekuasaan. Menurut Montesquieu dalam bukunya “L’Esprit des Lois” (1748) yang mengikuti jalan pikiran John Locke membagi kekuasaan negara dalam 3 (tiga) cabang, yaitu :
- Kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang;
- Kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana;
- Kekuasaan yudikatif sebagai kekuasaan kehakiman.[2]
Klasifikasi pembagian kekuasaan Montesquieu tersebut kemudian dikenal dengan pembagian kekuasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif (the legislative function), eksekutif (the executive or administrative function), dan yudisial (the judicial function). Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut pembagian kekuasan Montesquieu atau yang dikenal dengan istilah “Trias Politica”.[3] Prof. Jimly Asshiddiqie dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II” hal. 23-24 menjelaskan mengenai beberapa bukti bahwa Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan tersebut setelah melakukan 4 (empat) kali amandemen terhadap UUD 1945, diantaranya:
- Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke DPR. Bandingkan saja antara ketentuan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan. Kekuasaan untuk membentuk undang-undang yang sebelumnya berada ditangan Presiden, sekarang beralih ke Dewan Perwakilan Rakyat;
- Diadopsikannya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang sebagai produk legislative oleh Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya tidak dikenal adanya mekanisme semacam itu, karena pada pokoknya undang-undang tidak dapat diganggu gugat dimana hakim dianggap hanya dapat menerapkan undang-undang dan tidak boleh menilai undang-undang;
- Diakuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyat itu tidak hanya terbatas pada MPR, melainkan semua lembaga negara baik secara langsung atau tidak langsung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat. Presiden, Anggota DPR dan DPD sama-sama dipilih secara langsung oleh rakyat dan karena itu sama-sama merupakan pelaksana langsung prinsip kedaulatan rakyat;
- Dengan demikian, MPR juga tidak lagi berstatus sebagai lembaga tertinggi negara, melainkan merupakan lembaga (tinggi) negara yang sama derajatnya dengan lembaga-lemabaga (tinggi) negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MK dan MA;
- Hubungan-hubungan antar lembaga (tinggi) negara itu bersifat saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan check and balances.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemisahan 3 (tiga) kekuasaan di Indonesia terbagi diantaranya:
A. Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif Indonesia terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).[4] Lembaga legislatif memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu:
- fungsi pengaturan (legislasi), yaitu berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi sepanjang hal tersebut disetujui oleh rakyat, sebab cabang kekuasaan yang dianggap berhak mengatur pada dasarnya adalah lembaga perwakilan rakyat, maka peraturan yang paling tinggi dibawah undang-undang dasar haruslah dibuat dan ditetapkan oleh parlemen dengan persetujuan bersama dengan eksekutif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20 UUD 1945.[5]
- fungsi pengawasan (control), yaitu pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah dibuat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 20A ayat (1) UUD 1945.[6]
- fungsi perwakilan (repesentasi), yaitu fungsi legislatif dalam hal mewakili aspirasi rakyat, dimana DPR merupakan perwakilan rakyat secara nasional yang berada di pusat dan DPRD yang berada didaerah, sedangkan DPD merupakan perwakilan daerah yang dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.[7]
Tata cara pemilihan terhadap lembaga legislatif yaitu dilakukan melalaui pemilihan umum terhadap DPR dan DPD sebagaimana ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1) UUD 1945. Sedangkan MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD terpilih.
B. Lembaga Eksekutif
Lembaga Eksekutif merupakan pelaksana dalam pemerintahan yang dijabat oleh Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 4 UUD 1945 menyatakan bahwa :
- Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar;
- Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan pemerintahan dibantu oleh Menteri. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan melalui pemilihan umum secara langsung oleh rakyat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945. Kewenangan Presiden yang diberikan langsung oleh UUD 1945 diatur dalam ketentuan Pasal 5, Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 UUD 1945, diantaranya:
Pasal 5
- Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
- Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya
Pasal 10
Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.
Pasal 11
- Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain;
- Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;
- Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang
Pasal 12
Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 13
- Presiden mengangkat duta dan konsul;
- Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat;
- Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
Pasal 14
- Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung;
- Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 15
Presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.
C. Lembaga Yudisial
Lembaga yudisial dikenal juga dengan lembaga kekuasaan kehakiman yang merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara modern.[8] Lembaga kekuasaan kehakiman di Indonesia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ketentuan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 menyebutkan kewenangan Mahkamah Agung diantaranya yaitu mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Badan peradilan dibawah Mahkamah Agung disebutkan dalam ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU 48/2009) yang menyatakan sebagai berikut :
- Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
- Peradilan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Peradilan agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
- Peradilan militer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Peradilan tata usaha negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan kewenangan Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 24C ayat (1), yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
[1] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Jakarta : Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006, hal. 11
[2] Ibid, hal. 13
[3] Ibid, hal. 23
[4] Wahyu Eko Nugroho, https://media.neliti.com/media/publications/285984-implementasi-trias-politica-dalam-sistem-30eb0941.pdf , hal. 66
[5] Jimly Asshiddiqie, Op Cit, hal. 33.
[6] Ibid, hal. 35
[7] Ibid.
[8] Ibid, hal. 46
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanSistem Pemerintahan Daerah di Indonesia
Tata Cara Pengajuan Usulan Rancangan Peraturan Perundang-undangan
hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.