Pembubaran Sholat Jum’at di Aceh

Pada Hari Jum’at, tanggal 11 Februari 2022 terjadi pembubaran shalat Jum’at di Aceh Barat.[1] Pembubaran tersebut dilakukan oleh Petugas TNI-Polri, Satuan Polisi Pamong Praja dan Polisi Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH)  yang melarang sejumlah jamaah untuk melaksanakan ibadah shalat jumat di  Masjid Jabir Al-Ka’biy. Alasan pembubaran para jamaah sholat juma’at diduga karena tempat ibadah masih berstatus sebagai Musholla dan belum mengantongi izin peningkatan status menjadi masjid dari pemerintah setempat.[2][3] Petugas mengalihkan pelaksanaan ibadah Shalat Jum’at bagi jamaah Musholla Jabir ke Masjid terdekat. Kepala Satpol PP dan WH, Azim mengatakan bahwa sesuai aturan dalam peraturan daerah dan surat imbauan Bupati Aceh Barat serta Ulama musholla tidak dapat dijadikan tempat untuk menggelar sholat jum’at. Sementara itu, Arham selaku Pengurus Masjid Jabir Al-Kabiyi mengatakan bahwa jika larangan dan pembubaran sholat jum’at tersebut bukan masalah izin masjid, namun terdapat pihak yang menyudutkan jamaah dalam masjid tersebut. Ia menambahkan bahwa pihak Majelis Ulama Aceh Barat tidak mau mengeluarkan izin dengan alasan untuk menjaga keamanan dan mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan.[4]

Mengutip dari sumber hukum islam yang dianut oleh 2 (dua) organisasi Islam terbesar di Indonesia, pada intinya dikatakan bahwa sholat Jum’at dapat dilakukan di Masjid atau ditempat lain yang tidak dilarang oleh Islam. Menurut Mazhab Syafi’i dikatakan bahwa tidak ada persyaratan bahwa sholat Jum’at wajib dilakukan di Masjid.[5] Syekh Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali dalam al-Wasith, juz 2 mengatakan sebagai berikut:[6]

“Jumat tidak disyaratkan dilakukan di surau atau masjid, bahkan boleh di tanah lapang apabila masih tergolong bagian daerah pemukiman warga. Bila jauh dari daerah pemukiman warga, sekira musafir dapat mengambil rukhshah ditempat tersebut, maka jum’at tidak sah dilaksanakan ditempat tersebut.”

Namun, dalam laman website organisasi Nahdlatul Ulama dikatakan bahwa Menurut Mazhab Maliki, sholat Jum’at wajib dilaksanakan di Masjid, sehingga apabila sholat jum’at tidak dilaksanakan di Masjid menjadi tidak sah. Kemudian menurut organisasi Muhammadiyah  dikatakan bahwa hukumnya boleh sholat jum’at ditempat selain masjid, kecuali di tempat-tempat yang dilarang untuk sholat seperti kamar mandi, kuburan serta tempat terdapat najis dan kotor seperti kandang binatang. Dikutip dari HR. al-Hakim:922,923 dikatakan bahwa:[7]

Dari Abu Sa‘id al-Khudri (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda, bumi ini semuanya merupakan masjid (tempat sujud untuk shalat) kecuali kamar mandi dan kuburan [HR. al-Hakim: 922, 923].”

Berdasarkan hal tersebut, maka Muhammadiyah mengatakan bahwa kebolehan tersebut dengan syarat ada suatu hajat berupa keperluan untuk kemaslahatan, misalnya kesulitan menuju masjid, jarak cukup jauh, masjid tidak menampung jamaah dan lain-lain. Dalam keadaan normal, masjid tetap menjadi pilihan utama untuk mengerjakan shalat Jum‘at.[8]

Sejauh yang kami telusuri, tidak ditemukan aturan daerah Kabupaten Aceh Barat yang secara eksplisit mengatakan bahwa sholat jum’at harus dilaksanakan di Masjid dengan sanksi apabila tidak melaksanakan sholat jum’at di Masjid akan dilakukan pembubaran. Mengacu pada aturan Pemerintah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam atau Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syarat Islam Bidang Aqisah, Ibadah dan Syiar Islam (selanjutnya disebut Qanun 11/2002), justru sholat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi yang berkewajiban sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 Qanun 11/2002 yang menyatakan sebagai berikut:

  1. Setiap orang Islam yang tidak mempunyai uzur syar’i wajib menunaikan shalat
    Jum’at.
  2. Setiap orang, instansi pemerintah, badan usaha dan atau institusi masyarakat wajib menghentikan kegiatan yang dapat menghalangi mengganggu orang Islam melaksanakan shalat Jum at.

Namun, dalam Qanun 11/2002 tidak memuat sanksi yang dapat dikenakan apabila melanggar ketentuan Pasal 8 Qanun 11/2002. Hanya saja dalam Pasal 14 ayat (3) Qanun 11/2002 disebutkan bahwa apabila terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan dalam Qanun 11/2002, maka pejabat pengawas (Wilayatul Hisbah) diberi wewenang untuk menegur/menasehati si pelanggar. Terlebih lagi hak untuk beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing telah dijamin dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 45) yang menyatakan sebagai berikut:

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka berkaitan dengan kasus pembubaran Sholat Jum’at di Masjid Jabir Al-Kabiyi, Aceh Barat perlu ditelusuri lebih lanjut penyebab atau alasan pembubarannya, mengingat terdapat 2 (dua) pendapat berbeda antara Pengurus Masjid Jabir Al-Kabiyi dengan Kepala Satpol PP dan WH.

[1] https://www.tvonenews.com/daerah/sumatera/27119-tidak-memiliki-izin-petugas-gabungan-bubarkan-shalat-jumat-di-aceh-barat

[2] Ibid.

[3] https://www.ajnn.net/news/pelarangan-shalat-jum-at-di-masjid-jabir-aceh-barat-dan-terpaan-isu-miring/index.html

[4] Ibid.

[5] https://islam.nu.or.id/jumat/hukum-shalat-jumat-di-mushalla-bukan-di-masjid-7qsQ9

[6] Ibid.

[7] https://suaramuhammadiyah.id/2020/07/17/hukum-shalat-jumat-di-mushalla/

[8] Ibid.

Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?

Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.

Kirim Pertanyaan

hukum expert

Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.