Pembatalan atau Pencabutan KTUN?

Pembatalan atau Pencabutan KTUN? Pertanyaan tersebut muncul ketika timbul sengketa terkait Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Adapun KTUN sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang terakhir telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut “UU PTUN”) dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (selanjutnya disebut “UU Administrasi Pemerintahan”).
Pasal 1 angka 3 UU PTUN memberikan pengertian KTUN sebagai:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pajabat Tata Usaha negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.”
Lebih lanjut Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan memperluas pengertian KTUN, yaitu:
- Penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
- Keputusan Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara di lingkungan eksekutif, legislative, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
- Berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan AUPB;
- Bersifat final dalam arti lebih luas;
- Keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
- Keputusan yang berlaku bagi Warga Masyarakat.
Sebelum berlakunya UU Administrasi Pemerintahan, upaya hukum yang diberikan kepada masyarakat yang merasa dirugikan atas terbitnya KTUN adalah gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UU PTUN yang menyatakan:
“Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.”
Berdasar ketentuan tersebut, UU PTUN hanya mengatur tentang pembatalan KTUN, namun tidak menyebut tentang pencabutan KTUN.
Perihal pencabutan baru muncul setelah berlakunya UU Administrasi Pemerintahan, dimana Pasal 64 ayat (1) UU Administrasi Pemerintahan yang menyatakan:
“Keputusan hanya dapat dilakukan pencabutan apabila terdapat cacat:
- Wewenang;
- Prosedur; dan/atau
- Substansi”
Tidak berbeda dengan penyebab pencabutan, sebab pembatalan KTUN dalam UU Administrasi Pemerintahan juga sama, sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU Administrasi Pemerintahan yang menyatakan:
“Keputusan hanya dapat dibatalkan apabila terdapat cacat:
- Wewenang;
- Prosedur; dan/atau
- Substansi.”
Bahkan ayat (2) sampai dengan ayat (5) Pasal 64 dan Pasal 66 UU Administrasi Pemerintahan memiliki pokok yang sama, diantaranya:
- Harus adanya keputusan baru tentang pencabutan/pembatalan tersebut berikut dengan dasar hukumnya;
- Pihak yang dapat melakukan pencabutan/pembatalan yaitu Pejabat atau Atasan Pejabat yang menerbitkan KTUN dan perintah pengadilan; dan
- Jangka waktu keputusan pencabutan yang jika dilakukan oleh Pejabat yang menerbitkan KTUN adalah 5 (lima) hari sejak ditemukannya dasar hukum pencabutan/pembatalan, sedangkan jika dilakukan oleh Atasan Pejabat yang menerbitkan KTUN maka harus 21 (dua puluh satu) hari sejak ditemukannya dasar hukum pencabutan/pembatalan.
Pembeda dari ketentuan pencabutan dan pembatalan tersebut terlihat dalam Pasal 66 ayat (6) UU Administrasi Pemerintahan yang tidak ada pada Pasal 64, yang menyatakan sebagai berikut:
“Pembatalan Keputusan yang menyangkut kepentingan umum wajib diumumkan melalui media masa.”
Pembeda tersebut tidak secara signifikan membedakan pembatalan dari pencabutan, sebab pengumuman yang harus dilakukan pun hanya jika KTUN menyangkut kepentingan umum.
Meski demikian, ternyata Pasal 71 UU Administrasi Pemerintahan mengatur lebih lanjut tentang pembatalan KTUN. Salah satu yang diatur adalah tentang akibat pembatalan KTUN, dimana Pasal 71 ayat (2) menyatakan:
“Akibat hukum Keputusan dan/atau Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
- Tidak mengikat sejak saat dibatalkan atau tetap sah sampai adanya pembatalan; dan
- Berakhir setelah ada pembatalan.”
Hal tersebut berbeda dengan pencabutan yang tidak diatur akibat hukumnya oleh UU Administrasi Pemerintahan. Meski demikian, Pasal 68 ayat (1) huruf b UU Administrasi Pemerintahan menyatakan bahwa salah satu penyebab berakhirnya KTUN adalah pencabutan oleh Pejabat Pemerintahan yang berwenang, yang dengan demikian tidak jelas apakah dengan pencabutan tersebut kemudian KTUN berakhir setelah tanggal pencabutan atau justru dianggap tidak pernah ada karena telah dicabut.
Di samping kedua ketentuan tersebut, pembeda lain antara pembatalan dengan pencabutan tertuang dalam Pasal 68 ayat (3) dan ayat (4) UU Administrasi Pemerintahan yang menyatakan:
“(3) Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Keputusan yang dicabut tidak mempunyai kekuatan hukum dan Pejabat Pemerintahan menetapkan Keputusan Pencabutan.
(4) Dalam hal berakhirnya Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pejabat Pemerintahan harus menetapkan Keputusan baru untuk menindaklanjuti keputusan pembatalan.”
Berdasar ketentuan tersebut, maka dalam hal terjadi pencabutan, maka Pejabat Pemerintahan hanya perlu mengeluarkan Keputusan Pencabutan saja, dan tidak perlu mengeluarkan Keputusan apapun guna menutup kekosongan terkait pencabutan tersebut. Di sisi lain, apabila Keputusan ternyata dibatalkan, maka Pejabat Pemerintahan harus menetapkan Keputusan baru guna menutupi kekosongan yang diakibatkan pembatalan.
Sebagai contoh adalah KTUN berupa Sertifikat Hak Atas Tanah, yang mana jika kesalahan adalah pada luasan, maka tentu harus dikeluarkan KTUN baru, yang tentunya hal tersebut menjadikan prosedur yang digunakan adalah pembatalan. Namun demikian, jika ternyata KTUN yang diterbitkan adalah terkait pengakhiran jabatan seorang pejabat dan belum ada penggantinya, maka digunakan istilah pencabutan KTUN untuk mengembalikan orang dimaksud ke jabatannya semula.
Perbedaan yang sangat tipis tersebut tentunya akan menimbulkan pertanyaan apakah masyarakat harus menggunakan konotasi pembatalan atau pencabutan KTUN? Dalam menjawabnya, masyarakat pun harus berpikir apakah hanya perlu dikeluarkan pencabutan saja atau haruskah ada keputusan baru lainnya guna tindak lanjut pembatalan.
Penulis: Robi Putri J., S.H., M.H., CTL., CLA.
Punya Pertanyaan Tentang Masalah Hukum?
Kirim pertanyaan apapun tentang hukum, tim kami akan dengan maksimal menjawab pertanyaan Anda.
Kirim PertanyaanBullying, Hukum Perlindungan dan Pidana Anak
Latihan Soal Ujian Profesi Advokat

hukum expert
Hukumexpert.com adalah suatu platform yang memungkinkan penggunanya untuk berinteraksi dengan pengguna lainnya sehingga membuka wawasan dan pikiran bagi mereka yang menggunakannya.